
Pada hari Rabu, 30 Desember 2020, masyarakat terhenyak karena pemerintah memutuskan untuk membubarkan salah satu organisasi masyarakat (ormas) terbesar, Front Pembela Islam (FPI). Terlepas dari kontroversi FPI, pembubaran suatu ormas menjadi hal langka yang terjadi di Indonesia. Jika merunut keterangan dari konfrensi pers yang dipimpin oleh Menkopolhukkam, Mahfud M.D., pembubaran FPI dilakukan karena FPI dinilai telah melanggar beberapa aturan. Di antaranya adalah menimbulkan perpecahan, membuat kerusuhan serta mendukung organisasi terorisme ISIS. Keputusan pembubaran FPI ini kemudian disebut sebagai SKB (Surat Keputusan Bersama) Enam Menteri. Hal ini merujuk pada enam menteri serta pejabat setingkat menteri yang menyetujui pembubaran FPI. Keenam menteri/pejabat itu adalah Menkumham, Menkopolhukkam, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT.
Pembubaran FPI jelas menimbulkan perdebatan baik yang pro maupun kontra, namun kami dari Pakbob.ID tidak akan membahas mengenai pembubaran FPI. Kami justru ingin membahas mengenai mekanisme pembentukan ormas hingga alasan pembubarannya. Untuk menjawabnya, kami meminta bantuan dari Puguh Windrawan, yang merupakan dosen program Ilmu Hukum dari Universitas Proklamasi 45.
Menurut Pak Puguh, sapaan akrabnya, pendirian ormas di Indonesia dilindungi oleh undang undang. Ia menyebut setidaknya ada tiga undang undang yang melindungi hak pendirian ormas bagi masyarakat Indonesia. Ketiga undang undang itu adalah Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, UU no 17 tahun 2013 serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2016. Untuk pendirian Ormas tidak memerlukan bukti berapa jumlah anggota awal ormas tersebut. Fotokopi KTP diberikan untuk menunjukkan siapa saja pengurus dan penanggung jawab ormas itu. Selain itu, wajib untuk memberikan Anggaran Dasar dari ormas yang bersangkutan. Dalam Anggaran Dasar juga, harus ada penjelasan bagaimana asas Pancasila akan diterapkan.
Menurut Pak Puguh, sebenarnya pendirian ormas di Indonesia tidaklah terlalu rumit dan sulit. Senada dengan pendapat Pak Puguh. Kemenkumham juga menyebut bahwa pendirian ormas di Indonesia cukup mudah. Setiap harinya, ada 50-100 ormas yang didaftarkan di Kemenkumham. Pada November 2018, jumlah ormas mencapai 390,293 ormas. Sementara itu, pada Agustus 2019, jumlah ormas meningkat menjadi 420,381 ormas. Data tersebut dihimpun dari pernyataan resmi Kemenkumham. Untuk 2020 memang belum ada pernyataan resmi. Akan tetapi Mahfud M.D. menyebut tak ada yang berubah, bahkan saat UU Ormas yang dianggap lebih ketat mengatur ormas disahkan.
“Boleh. Mendirikan apa saja boleh, asal tidak melanggar hukum. Mendirikan Front Penegak Islam boleh, Front Perempuan Islam boleh, Forum Penjaga Ilmu juga boleh,” jelas Mahfud M.D. saat menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan FPI lahir kembali sebagai organisasi lain (pernyataan dikutip dari Antara). “Pemerintah tidak akan melakukan langkah khusus. Wong tiap hari juga berdiri organisasi.”
Apa yang dijelaskan oleh Mahfud M.D. disetujui oleh Pak Puguh. Pak Puguh mengatakan bahwa tidak ada tahapan verifikasi pengurus atau anggota saat pembentukan ormas baru.
“Secara administratif hanya begitu. Tidak sampai verifikasi ke arah radikalisme atau seperatis,”kata Pak Puguh. Menurut Pak Puguh, semisal seseorang pernah terlibat organisasi yang sudah dilarang pemerintah, tidak ada larangan baginya untuk terlibat organisasi lainnya selama organisasi itu legal dan tidak melanggar hukum Indonesia. “Orangnya masih bisa mendirikan dengan (organisasi lain-Red.) tetapi dengan nama yang berbeda. AD ART organisasi juga harus disesuaikan dengan Pancasila.”
Lalu bagaimana mekanisme sebuah ormas dibubarkan?
“Yang paling baik dan prosedural adalah melalui putusan pengadilan,” jelas Pak Puguh. “Tergantung kasusnya, kalo menyangkut pidana bisa ke pengadilan negeri. Kalo mengenai prosedural surat, bisa ke PTUN.”
Mengenai pembubaran FPI yang dinilai banyak orang tidak sesuai prosedur karena tidak melalui mekanisme pengadilan, Pak Puguh memiliki analisa sebagai demikian:
“Terkait masalah FPI, organisasi ini belum memperpanjang SKT di Kemendagri. Kalo ini belum diperpanjang, secara prosedural ya ormasnya tidak mempunyai badan hukum.
Contoh kasus yang dibubarkan melalui proses pengadilan adalah HTI,” kata Pak Puguh. Pak Puguh juga menambahkan bahwa saat pemerintah memutuskan untuk tidak memberikan SKT pada suatu organisasi, tetap harus ada alasan yang diberikan.
“Harus ada alasannya (tidak memberikan SKT-Red),” tegas Pak Puguh.
Demikian tadi adalah langkah langkah mendirikan ormas. Mungkin beberapa dari Sahabat Pakbob tertarik untuk membuat ormas? Sebab, ormas memberikan ruang bagi kita untuk berkarya dan berkontribusi nyata di masyarakat sembari belajar berorganisasi. Jika melihat ruang lingkupnya, ormas sebenarnya memiliki ruang lingkup yang besar. Ormas tidak melulu harus mengenai masalah agama semata. Banyak ormas yang juga berdasar atas gerakan sosial, politik ataupun budaya. Selain itu, beberapa ormas terkenal karena memberikan kontribusi positif pada masyarakat. Salah satunya adalah “Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi” (Perludem) yang meraih penghargaan sebagai ormas terbaik 2019 bidang tata kelola pemerintahan oleh Kemendagri. Jadi, mau coba? (Ardi)