Menyongsong angka 1 juta kasus COVID-19

Waktu Baca: 3 menit

Pemerintah memperpanjang durasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk area Pulau Jawa dan Bali, per tanggal 26 Januari hingga 8 Februari 2021.

Ketentuan PPKM antara lain :

  1. Membatasi tempat/ kerja perkantoran dengan menerapkan Work From Home (WFH) sebesar 75 persen, dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat.
  2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring/online.
  3. Untuk sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat, tetap dapat beroperasi 100 persen, dengan pengaturan jam operasional dan kapasitas, serta penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
  4.  Mengatur pemberlakuan pembatasan
    – kegiatan restoran (makan/minum di tempat) sebesar 25 persen (dua puluh lima persen) dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam operasional restoran.
    – pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mal sampai dengan pukul 20.00 WIB.
  5.  Mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
  6.  Kegiatan di tempat ibadah tetap dapat dilaksanakan, dengan pembatasan kapasitas sebesar 50 persen, dan dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
  7. Kegiatan di fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara.
  8. Dilakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional untuk transportasi umum.

Besok Selasa 26 Januari 2020 Indonesia akan memasuki angka 1.000.000 kasus konfirmasi positif COVID-19. Setelah Kementerian kesehatan mengakui kesalahan strategi skrining COVID-19,  Efektif kah langkah PPKM untuk menekan laju pertambahan kasus ?

Boleh dikata menjelang peringatan 1 tahun masuknya COVID-19 ke Indonesia, masyarakat kita mulai lelah dengan berbagai perubahan kebijakan pemerintah terkait pengendalian kasus COVID-19. Gejala kelelahan tersebut dapat terlihat dari banyaknya pelanggaran protokol kesehatan, mulai dari tingkat pejabat, influencer, hingga masyarakat di perkampungan.

Secara psikologis, kita manusia selalu mengharapkan kepastian. Sementara itu berhadapan dengan pandemi, sejarah warga dunia menunjukkan bahwa tidak pernah ada kepastian kapan dan bagaimana pandemi akan berakhir. Ada yang cepat beberapa bulan, ada pula yang hingga bertahun-tahun. Kecepatan tersebut dipengaruhi oleh faktor strategi kebijakan pemerintah serta kesiapan dan kekompakan seluruh warga masyarakat untuk mendukung kebijakan tersebut. Pandemi yang berlangsung berlarut-larut akan meningkatkan potensi stress pada warga masyarakat. Ingat, kita di Indonesia belum pernah memasuki pandemi COVID-19 gelombang kedua; karena sampai detik ini pun gelombang pertama belum kunjung selesai.

Di sisi lain, bagi dunia kedokteran, pandemi COVID-19 adalah sesuatu yang baru. Setiap ilmuwan epidemologi berlomba-lomba membuka tabir ilmu penanganan wabah coronavirus ini, baik dari aspek skrining, penanganan, pengobatan, hingga pencegahan. Sebagai suatu ilmu baru, diperlukan waktu yang tidak singkat untuk memastikan bahwa teori, obat, metode, dan vaksin yang ditemukan benar-benar valid dan reliabel.

Masalah bergulir ketika asumsi kebenaran di masyarakat berbeda dengan asumsi kebenaran dunia sains. Sebagai penganut post-truth, masyarakat menganggap apa yang muncul di media adalah sebuah kebenaran yang mutlak. Sementara dunia sains menganggap tidak ada kebenaran yang mutlak; selalu ada ruang kritik dan pengembangan terhadap ilmu baru.

kita ambil contoh kasus Vaksin. Saat ini di masyarakat muncul asumsi bahwa vaksin adalah cara jitu untuk mencegah penularan virus. Bila orang sudah divaksin maka tidak akan terjangkit virus, (bahkan ada yang beranggapan tidak perlu lagi menerapkan protokol kesehatan). Ternyata dalam sepekan sudah beberapa pejabat yang menerima vaksin lantas terkonfirmasi positif COVID-19. Kasus tersebut lantas menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas vaksin.

Dalam hal ini, yang perlu diselesaikan segera adalah kebingungan yang terjadi pada masyarakat. Proses sosialisasi harus strategis dan efektif. 
Vaksin tetap harus jalan dan diberikan kepada setidaknya 70 persen penduduk Indonesia, untuk menciptakan kekebalan komunitas. Protokol kesehatan juga tetap harus ditegakkan hingga program vaksinasi selesai. Tujuan vaksinasi adalah untuk melatih antibodi tubuh agar siap melawan virus yang masuk dalam tubuh. Ketika orang yang divaksinasi menjalani skrining virus dan terkonfirmasi positif, ada kemungkinan karena tubuh mendapatkan viral load yang cukup besar. Ibarat tubuh ini sebuah wilayah yang dijaga satu peleton pasukan yang baru saja selesai latihan, tetapi kedatangan lawan dalam jumlah dua batalyon. Tentu tidak seimbang. Oleh karena itu protokol kesehatan tetaplah penting untuk menekan viral load yang masuk dalam tubuh.

Selamat memasuki angka 1 juta kasus. 

Similar Articles

Comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Advertisment

TERKINI