Hari ini Presiden Joko Widodo dijadwal akan disuntik dengan vaksin produk Tiongkok, Sinovac. Rencananya, pemberian vaksin ini akan disiarkan secara live streaming. Keputusan Jokowi ini didasarkan keinginan untuk membangun kepercayaan pada Sinovac.
BPOM selaku lembaga yang bertanggung jawab atas masuknya Sinovac ke Indonesia telah memberikan lampu hijau untuk penggunaan vaksin ini. Namun, bukan berarti vaksin Sinovac benar benar manjur. Faktanya, vaksin ini masih memiliki banyak kelemahan dan diperdebatkan khasiatnya oleh publik.
Publik cenderung lebih percaya pada vaksin produksi negara barat seperti Moderna dan Pfizer. Menurut klaim dari produsennya, Moderna dan Pfizer sudah terbukti mampu efektif melawan penularan Covid 19 hingga 90 %. Sementara itu efektifitas Sinovac diketahui hanya ada di kisaran 65,3 %. Apakah ini angka yang buruk? Menurut WHO, angka ini masih diambang batas karena WHO mensyaratkan efektifitas vaksin harus minimal 50 %. Namun, selayaknya orang sekolah, nilai 65 ketika ambang batas kelulusan 50 tentu tidak bisa dianggap nilai yang amat bagus.
Jujur saja, perdebatan ini tidak akan berakhir hingga Sinovac dibuktikan sebagai vaksin gagal atau berhasil. Lalu bagaimana faktanya? Berikut rangkuman dari tim Litbang Pakbob.id
Efikasi hanya 65,3 %
Dengan menggunakan bahasa awam, Efikasi berarti efektifitas vaksin tersebut. Rumus dari Efikasi adalah (Tingkat Risiko Terjangkitnya Penyakit Kelompok Tanpa Vaksin – Tingkat Risiko Terjangkitnya Penyakit Kelompok Divaksinasi)/Tingkat Risiko Terjangkitnya Penyakit Kelompok Tanpa Vaksin. Dari percobaan di Bandung, Jawa Barat, angka efikasi Sinovac hanya 65,3% saja. Dilansir dari Reuters, efikasi terakhir dari Sinovac malah jauh lebih rendah lagi. Dari informasi partner Sinovac di Brazil, Butantan Biomedical Center, Efikasi Sinovac malah di bawah 60 persen. Artinya, vaksin Sinovac mungkin sekali tidak efektif melawan Korona.
“Hanya” dicobakan pada 1,620 orang
Dari informasi BPOM dan CNBC Indonesia, vaksin Sinovac hanya diujicobakan pada 1,620 orang saja. Angka ini jauh lebih rendah dari uji coba di Brazil dan Turki yang melibatkan hingga 13 ribu orang. Namun menurut BPOM, secara demografi, percobaan di Indonesia lebih variatif. Sementara itu, pengujian di Brazil dan Turki hanya berpusat pada tenaga medis saja. Artinya, hasil pengetesan di Indonesia dianggap lebih realitis karena populasi yang diuji tidak terlalu dikontrol. Hasil pengujian ini dianggap lebih menggambarkan efikasi Sinovac.
Berefek samping ringan dan sedang
Meski efikasi Sinovac cenderung rendah, BPOM memutuskan memberi izin Sinovac karena kondisi Indonesia yang dianggap darurat. BPOM juga menilai bahwa efek samping Sinovac tidaklah membahayakan sehingga pun jika tidak ada khasiatnya, setidaknya Sinovac tidak berbahaya.
“Secara keseluruhan menunjukkan vaksin COVID CoronaVac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik berupa nyeri otot, fatigue, dan demam,” jelas Penny K. Lukito, Ketua BPOM dalam konferensi pers daring, Senin (11/1/2021).
Dipesan dalam jumlah masif
Pemerintah tampak optimis dengan vaksin Sinovac. Pemesanan vaksin ini mencapai jumlah yang cukup masif. Berikut ini kami menyampaikan kutipan beberapa pejabat negara terkait rencana dan eksekusi pemesanan vaksin Sinovac.
(Budi Gunadi Sadikin, 11 Januari 2021)
Ada sedikit berita baik, 15 juta bahan baku vaksin akan datang insyaallah dari Sinovac besok,” ujar Budi dalam konferensi pers virtual, Senin (11/1).
Setelah vaksin tiba, lanjut Budi, Bio Farma akan segera memprosesnya agar bisa didistribusikan ke masyarakat. Diperkirakan produksi vaksin tersebut bisa rampung di akhir Februari.
“Ini akan bisa diproses oleh Bio Farma dalam jangka waktu satu bulan sehingga nanti di awal Februari kita sudah punya 12 juta vaksin jadi dari 15 juta bahan baku,” kata mantan Wakil Menteri BUMN itu.
(Jokowi 6 Desember 2020)
Saya ingin menyampaikan satu kabar baik, hari ini pemerintah sudah menerima 1,2 juta dosis vaksin Covid, vaksin ini buatan Sinovac yang kita uji secara klinis di Bandung dari Agustus lalu,” kata Jokowi dalam siaran persnya pada 6 Desember 2020.
“Kita masih mengupayakan 1,8 juta dosis yang akan tiba awal Januari 2021. Selain vaksin dalam bentuk jadi, bulan ini akan tiba 15 juta dosis vaksin dan Januari 30 juta dosis dalam bentuk bahan baku yang akan diproses lebih lanjut oleh Bio Farma,” tambah Jokowi.
Mampukah Melawan Mutasi (?)
Virus Covid 19 termasuk dalam golongan Virus SARS. Sejak kemunculannya, para peneliti sudah memprediksi virus ini akan bermutasi dan mampu bertahan dari pengobatan dan antibodi manusia. Mutasi virus Covid 19 ini ditemukan di beberapa tempat di berbagai belahan dunia. Pada bulan Desember 2020, Inggris mengumumkan varian baru virus korona dengan mutasi D614G. Mutasi ini memungkinkan virus Korona mempunya daya infeksius 10 kali lebih kuat. Sementara itu, pada Januari ini di Afrika Selatan ditemukan mutasi spike pada virus Korona, artinya Korona lebih mampu menembus sel inang. Terbaru, ada berita mutasi virus Korona di Jepang. Dengan kecepatan mutasi virus Korona, mungkinkah vaksin Sinovac melawan varian baru Korona? Hal ini belum bisa dibuktikan sebelum penelitian lebih lanjut mengenai efikasi Sinovac dilanjutkan. (Ardi)