Selepas menuntaskan bangku kuliah, saya kadang kala rindu dengan suasana diskusi yang dulu sering terjadi. Setelah menjadi pekerja seperti sekarang ini, nyaris tak ada ruang diskusi akademis yang memicu berpikir kritis. Ya mau gimana lagi, namanya juga pekerja. Siklusnya gitu-gitu aja mirip kayak alur sinteron di televisi kayak Ikatan Cinta. Dibaleni terosss nganti bosen.
Akhirnya dengan keberanian yang masih tersisa di dalam tubuh saya. Beberapa waktu lalu dengan yakin dan mantap saya putuskan untuk mengikuti sebuah seminar di mantan kampus dulu. Beruntunglah masih ada kuota tersisa di seminar tersebut. Saya bersorak gembira dong bisa mengikuti seminar tersebut.
Kegembiraan yang lain adalah mengetahui bahwa seminar tersebut gratis. Maka tak heran kalau sebuah seminar apalagi yang gratis pasti akan laris manis. Gimana tidak? Seminar kayak gitulah yang membantu para teman-teman (termasuk saya) bertahan hidup di kampus. Semakin mendekati tanggal tua, semakin aktif pula kita menyambangi papan pengumuman demi mencari seminar gratis.
Bagi kami semua, seminar bukan hanya menyenangkan tetapi juga mengenyangkan hahaha…Makanya dulu sewaktu masih kuliah saya rajin ikut seminar dan berbagai forum lainnya. Seperti kata pepatah bahwa logika tanpa logistik akan percuma. Simpelnya, bagaimana kita bisa berpikir jernih bila perut saja masih keroncongan. Itulah salah satu sebab kenapa kami rajin ikut diskusi yang sering digelar di kampus. Ada juga sih sebenarnya misi lainnya, yaitu untuk melakukan aksi tebar pesona bagi para calon ibu untuk anak-anakku. Tapi tetep aja tidak laku. Heran saya!
Bukan itu sih sebenarnya yang ingin saya bahas di tulisan ini. Bukan juga membahas kehidupan pribadi saya yang ambyar ini. Lantas apa? Jika teman-teman yang suka mengikuti seminar maka akan mengetahui secara pasti tipikal peserta seminar. Kalau saya sih tetap mementingkan materi seminar sekaligus icip-icip makanan yang disediakan. Sebenarnya ada beberapa peserta seminar yang bisa ditemui, selain juga kita bisa menemui panitia seminar.
Ketika kemarin saya mengikuti seminar yang mengangkat tema pendidikan, saya langsung senyum-senyum sendiri. Ternyata polanya tidak berubah, bukan menggunakan 4-4-2, tidak pula menggunakan pola ganjil genap. Peserta seminar itu unik-unik kok. Mulai dari yang pemburu konsumsi seperti saya, ada pula kolektor sertifikat, peserta lainnya ada pula yang harus datang seminar demi absen, ada juga yang hobi mendokumentasikan seminar tapi lewat medsos. Namun ada pula yang benar-benar mengikuti dengan serius seminar kok. Ha mbok yakin wes
Peserta yang saya temui inilah yang polanya tidak berubah dan membuat saya geli dengannya. Masih aja eksis. Selain sesi makan-makan, yang ditunggu para peserta seminar adalah bagian tanya jawab. Seru banget deh pokoknya sesi ini. Setiap orang berlomba-lomba untuk menarik perhatian moderator untuk diberi kesempatan bertanya kepada pembicara.
Jadi begini, di dalam sebuah seminar, penanya pun dapat dibagi ke dalam dua kutub. Kutub pertama adalah para peserta yang bertanya menggunakan model langsung pada intinya. Begitu dikasih kesempatan bertanya langsung mengajukan pertanyaan kepada pembicara. Modelnya tas tes gas poll pokoknya.
Kutub kedua inilah yang sebenarnya membuat seminar bisa menjadi dua kemungkinan. Menjadi lebih seru atau bahkan sebaliknya. Nah, biasanya orang ini akan mengajukan pertanyaan dengan menggunakan metode muter-muter kayak lingkaran di komputer kalo lagi loading. Muter terus entah kapan berakhir.
Sebenarnya sih sah-sah aja mau tanya muter-muter kayak apa. Mau sambil salto juga boleh atau sambil makan pecahan botol juga boleh. Menjadi apes ketika ada orang bertanya muter-muter entah kemana ujungnya. Kita diajak untuk mengetahui logikanya yang kadang-kadang antara pernyataan dan pertanyaan yang diajukan tidak nyambung sama sekali. Ya emang sih kata-katanya sangat luar biasa dan fantastik. Bahkan udah mirip kayak Wikipedia, semua kata-kata dipakai. Tapi inti pertanyaannya entah apa!
Bertanya itu memang baik dan dianjurkan tapi ya mbok juga inget dengan peserta lainnya. Semua punya hak yang sama untuk bertanya apalagi seminarnya gratis pula. Berpikir kritis itu ndak perlu ndakik-ndakik, cukup dimulai dengan membangun logika kalimat pertanyaan dengan singkat, padat, jelas dan bernas. Kalo situ mau muter-muter sih boleh-boleh aja tapi jangan pas seminar, mending waktu jogging sama pasangan. Itu juga kalau kamu punya pasangan. Halah opo sihhh! (*)