Prabu Baladewa raja Mandura memiliki 2 pusaka bernama Nanggala dan Alugara. Nanggala berupa mata bajak, sementara Alugara berupa gada. Kedua pusaka sakti mandraguna itu merupakan hadiah dari dewa Brahma, setelah Prabu Baladewa menyelesaikan bertapa dan belajar di gunung Argasonya. Saking ampuhnya pusaka itu, diyakini akan menjadikan ketimpangan di medan pertempuran Kurusetra saat perang Baratayudha. Oleh karena itu Prabu Baladewa tidak diijinkan ikut dalam perang Baratayudha dan memilih tapa brata. Kini dua pusaka ampuh Prabu Baladewa itu mentas dari partapaannya. Alugara dan Nanggala menjelma menjadi kapal selam yang menjaga kedaulatan samudera nusantara.
Sabtu 24 April 2021, Nanggala memilih moksa di selat Bali di kedalaman 838 meter, bersama dengan 53 ksatria yang setia. Dengan semboyan Wira Ananta Rudira, tabah sampai akhir, Nanggala mendapat tugas baru, yaitu Eternal Patrol, dalam keabadian berpatroli menjaga samudera nusantara.
Kita tak perlu riuh rendah membicarakan tentang perkara canggih atau usangnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang kita miliki. Diskusi itu tentang itu hanya akan menyayat hati karena angan-angan untuk mendapatkan Minimum Essential Force militer negeri kita akhirnya kandas di ranah politik. Akan lebih berbelarasa ketika kita mencoba untuk merefleksikan semangat juang prajurit kita, terutama korps Hiu Kencana yang mengawaki kapal-kapal selam kita.
Kapal selam adalah salah satu alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang sangat mahal dan paling misterius bagi kita. Dalam berbagai kesempatan show yang digelar TNI, kita bisa melihat dari dekat – bahkan berfoto bersama – pesawat tempur, kapal fregat, main battle tank yang keren. Tetapi siapa masyarakat yang bisa dengan mudah berfoto selfie dekat dengan kapal selam ?
Melalui berbagai film layar lebar, kita bisa tahu kehidupan para awak kapal selam, sejak jaman U-boot era Nazi Jerman, hingga kapal selam nuklir milik Amerika Serikat. Kita pun bisa memahami situasi kapal selam dengan berkunjung ke monumen kapal selam KRI Pasopati 410 yang ada di Kalimas, Surabaya. Entah berada di kapal selam berukuran besar atau kecil, prinsip hidupnya relatif sama. Prajurit harus betah tinggal di ruangan yang sempit, tempat tidur yang dipakai bergantian, dan hidup tanpa sinar matahari dalam waktu lama. Setiap jengkal ruang adalah sangat berharga.
Kapal selam tipe U209/1300 semacam KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402, mampu beroperasi di lautan 50 hari nonstop. Hiburan yang terindah bagi para awak kapal selam adalah menu makanan segar, bermain gitar bersama, menikmati sinar mentari pagi di dek, saat kapal naik ke permukaan untuk mengisi baterai dengan menyalakan diesel dan mengisi sirkulasi udara segar. Kondisi itu bukan karena jenis kapal selam kita yang sedemikian rupa, tetapi memang itulah kultur hidup awak kapal selam. Oleh karena itu tepatlah semboyan Tabah Sampai Akhir. Semua itu dilakoni demi menjaga lautan nusantara melalui kehadiran kapal selam.
Hilangnya 1 unit kapal selam dan 53 awak kapal di dalamnya merupakan duka yang amat dalam bagi bangsa kita, terutama bagi keluarga besar TNI Angkatan Laut. Terlebih lagi terminologi hilang dalam hal ini adalah secara de facto benar-benar hilang tak berbekas. Tak hanya nyawa yang hilang, namun juga raganya. Dengan kedalaman 838 meter di bawah permukaan laut, tak ada tubuh manusia yang sanggup menahan tekanan hidrostatik. Duka yang mendalam menyeruak dalam batin para keluarga dari tiap awak kapal tersebut, karena tak ada kesempatan terakhir untuk bertemu dengan orang yang mereka cintai.
Bagi publik, duka itu terasa menyengat, terutama bagi yang memiliki kerabat yang menjadi prajurit angkatan laut. Ada rasa empati yang muncul, “Bagaimana jika saudaraku yang menjadi awak kapal itu?” , “Apa jadinya jika ayahku, pamanku, kakakku, atau suamiku yang menjadi awak kapal itu?”. Hanya doa yang bisa menjadi sarana komunikasi keluarga dengan jiwa-jiwa para pelaut terbaik itu.
Istilah Eternal Patrol menjadi menarik, ketika tugas menjaga kedaulatan laut nusantara tidak hanya berlaku saat kapal selam masih aktif beroperasi. Eternal Patrol menjadi wujud keyakinan masyarakat maritim, bahwa tugas para awak kapal selam bersifat abadi.
Semoga jiwa-jiwa ke 53 awak KRI Nanggala 402 dapat bertugas dengan damai dalam Eternal Patrol.