Meskipun anak tunagrahita memiliki hambatan dalam kehidupannya, namun mereka juga memiliki harapan mendapatkan masa depan yang cerah, sama seperti anak pada umumnya.
Bulan Agustus hingga Oktober 2020 menjadi bulan-bulan yang mengesankan dan indah bagi saya. Pada bulan itu saya berkesempatan untuk berinteraksi dengan anak-anak tunagrahita berkat wadah bentukan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yaitu PKM. PKM merupakan singkatan dari Program Kreativitas Mahasiswa yang merupakan suatu wadah untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi yang berlandaskan penguasaan sains dan teknologi. Mahasiswa-mahasiswa dari seluruh Indonesia bersaing dalam menyusun proposal serta mengajukannya, termasuk tim saya. Bagi tim yang lolos seleksi, maka akan mendapat pendanaan hingga dapat mengimplementasikan program yang telah diajukan dalam proposal. Puji Tuhan, saya dan tim berkesempatan melaksanakan program PKM pada bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) pada anak Tuna Grahita baik ringan maupun berat. Pengalaman indah pun dimulai.
Program PKM untuk Anak Tunagrahita
Program PKM yang saya ajukan sering disebut program BOSKUPING yang merupakan akronim dari Pembelajaran Biologi Berbasis Kuda Lumping. Program tersebut berkaitan erat dengan anak-anak tunagrahita di SLB-C Boro Purworejo. Menurut Kustawan, D (2016), anak tunagrahita adalah anak yang memiliki inteligensi yang signifikan berada di bawah rata-rata, memiliki ketidakmampuan dalam beradaptasi, hambatan akademik, dan memiliki hambatan dalam memproses pembelajaran bagi anak pada umumnya sehingga memerlukan modifikasi kurikulum dan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan khususnya.

Program tersebut dilatar belakangi oleh kesadaran dan keprihatinan yang muncul yaitu bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh manusia itu memiliki variasi dan keunikan tersendiri. Ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, menengah dan ada pula yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, seperti anak tunagrahita. Permasalahan anak tunagrahita adalah mereka mengalami kesulitan dalam merawat, dan mengurus diri. Oleh sebab itu, kemandirian anak tunagrahita perlu ditumbuhkan sejak usia dini sehingga anak akan terbiasa dalam mengerjakan kebutuhannya sendiri. Salah satu kebutuhan mendasar adalah kesadaran anak untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh melalui pembelajaran Biologi. Kesadaran tersebut bisa ditingkatkan melalui pembelajaran Biologi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kepala SLB-C, pembelajaran Biologi Berbasis Kuda Lumping menjadi jawaban bagi permasalahan kemandirian anak tunagrahita. Anak akan belajar untuk dapat mengenali anggota tubuh dan menjaga kesehatan anggota tubuhnya secara mandiri melalui metode pembelajaran Biologi yang terintegrasi. Meskipun anak tunagrahita memiliki hambatan dalam memproses pembelajarannya, namun mereka juga memiliki harapan mendapatkan masa depan yang cerah, sama seperti anak pada umumnya.
Pembelajaran Indah
Masa pandemi yang tengah terjadi sangat berdampak pada implementasi program PKM. Kebijakan untuk menyelenggarakan kegiatan berbasis WFH membuat tim harus merancang adaptasi program yang tepat berdasarkan judul yang diajukan. Alhasil implementasi PKM dilakukan sepenuhnya secara daring dan terangkum dalam channel Youtube PKM-M Boskuping USD. Walaupun dilakukan secara daring, pengalaman melaksanakan program pengabdian pada anak-anak tunagrahita membawa banyak sekali nilai positif yang untuk saya pribadi. Saya semakin mampu melihat bahwa peran orang tua dalam mendidik sangat besar sekali. Ketika mendengar beberapa orang tua mengisahkan tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak tunagrahita, seringkali membuat saya tercengang karena menyadari bahwa banyak sekali orang tua yang amat hebat dan tangguh dalam berjuang di kehidupan ini.
Pertemuan yang dilaksanakan secara daring dengan anak-anak tunagrahita menghilangkan semua persepsi negatif tentang mereka. Saya yang awalnya takut untuk berinteraksi dan khawatir dengan bagaimana respon mereka terhadap inovasi pembelajaran yang telah disusun ternyata berbalik menjadi optimisme ketika melihat senyum pertama yang diberikan oleh anak-anak tunagrahita. Ditambah ada seorang ibu yang merupakan orang tua dari salah satu anak yang berkata sambil tersenyum “Memang kelihatan wajahnya itu sedikit serem, namun gak dengan hatinya, mbak. Dia anak baik, suka bantu saya beli barang di toko”. Melegakan dan mengharukan sekali rasanya. Saya mampu merasakan adanya penerimaan dan keikhlasan yang terdengar dari ucapan ibu itu.
How much love did you put into what you did?
Anak-anak tunagrahita yang saya dan tim dampingi memiliki kondisi yang berbeda-beda satu sama lain sesuai dengan tingkatan IQ anak. Ada yang termasuk dalam tunagrahita ringan, sedang, dan ada pula tunagrahita yang memiliki gangguan dalam berbicara bahkan down syndrome. Dukungan dan semangat sangat diperlukan untuk kemajuan dan perkembangan anak. Interaksi dengan anak-anak tunagrahita membuat saya merasakan bahwa kehidupan saya di dunia menjadi semakin berarti ketika hati dengan tulus mau menerima dan berbagi, apapun itu. Saya bersyukur bisa turut ambil bagian dalam usaha mendukung mereka. Walaupun saya merasa bahwa dukungan ini hanyalah setetes air di samudera, namun saya menyadari bahwa samudera akan berkurang jika setetes air tersebut tidak ada.
Saya ingin menutup dengan sebuah kalimat dari Bunda Teresa yang berbunyi “I am not sure exactly what heaven will be like, but I know that when we die and it comes time for God to judge us, He will not ask, ‘How many good things have you done in your life?’ rather He will ask, ‘How much love did you put into what you did?” atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti “Saya tidak dapat memastikan seperti apa surga itu, tetapi yang saya tahu, ketika kita meninggal, itulah waktu Tuhan untuk menghakimi kita. Ia tidak akan bertanya, “berapa banyak hal baik yang sudah kamu lakukan di hidupmu?”, melainkan “sebesar apakah cinta yang sudah kamu taruh di setiap apa yang kamu lakukan?” membuat saya semakin bersyukur kepada Tuhan karena dipertemukan dengan orang-orang hebat yang terus berjuang walau dalam keterbatasan dan yang membuat saya belajar untuk semakin memberikan cinta dalam setiap apa yang saya lakukan.