Waktu Baca: 3 menit

Pandemi dan keterbatasan membuat saya mencari kegiatan lain yang kira kira bisa menjadikan saya lebih produktif. Kebetulan di berbagai akun media sosial saya mengenal kelas kelas yang menawarkan pelajaran entrepreneurship dan motivasi. Berhubung lagi sumpek, saya coba mengikuti beberapa kelas itu. Namun nampaknya, pengaruh mendengarkan omongan motivator tidaklah memberi dampak sebaik itu. Kadang, saya malah tambah emosi dan merasa negatif. Ya, bukan salah motivator juga. Mereka hanya menjalankan tugasnya untuk menyebarkan energi positif. Masalahnya, pernyataan mereka memang tidak sepenuhnya benar dan memberi dampak baik. Bahkan hal hal yang terlalu baik, malah bikin kita eneg. mengapa demikian?

Tidak Semua Orang Dididik Dengan Cara Yang Sama

Banyak motivator atau entrepreneur lahir dari keluarga dagang. Entah bapaknya memiliki toko serba ada, entah jualan kain, pokoknya daganglah. Dari kecil para entrepreneur ini sudah memiliki vibe dagang yang kuat. Berbekal masukkan dari orang tua dan keluarga, mereka lebih mudah menemukan motivasi dan solusi dalam permasalahan bisnis mereka.

Masalahnya, tidak semua orang lahir seberuntung itu. Teman saya lahir dari keluarga guru yang berstatus PNS. Boro boro dagang, bapaknya sudah begitu bangga ketika ada label PNS tersemat meski secara pemasukkan ya masih nelangsa juga. Teman saya dari kecil mana pernah mendapat motivasi dan solusi untuk memulai bisnis. Bapaknya paling hanya bisa memberi saran tips dan trik masuk sekolah unggulan untuk mengajar.

Kalau kata Robert Kiyosaki, teman saya ini kebetulah tidak pernah memiliki Rich Dad.  Di kala pandemi, mendadak ia dihujani berbagai motivasi dan dorongan untuk dagang, apakah berhasil? Boro boro berhasil,teman saya malah sakit kepala karena dua aliran energi ‘harus PNS’ yang ia terima bertahun tahun dan ‘harus dagang’ yang membanjiri kepalanya bertarung di kepalanya dan bikin dia tambah galau.

Terlalu Di Luar Nalar

Ya, kadang kadang, saya mendengarkan motivator itu malah merinding. Kok bisa? Karena banyak cerita sukses yang mereka sampaikan itu adalah cerita sukses ketika pandemi belum terjadi. Jika kita menggunakan resep mereka, belum tentu juga berhasil di masa pandemi. Memang, adanya pandemi ini mendorong banyak pengusaha beralih jadi motivator. Mungkin ini bisa membantu mereka mendapat pemasukkan di tengah kesulitan cash flow. Sayangnya, untuk anda yang mendengarkan mereka, mungkin anda malah merasa emosi.

Motivator kadang dengan seenak udel menuduh anda negatif dan kurang usaha, padahal ya memang situasi lagi sulit aja. Jadi memberikan kisah sukses dan mengatakan siapa aja bisa itu bukan suatu pilihan yang baik. Ketika pandemi begini ya cara terbaik adalah bisa survive sebaik mungkin dan tidak usah membayangkan yang aneh aneh dulu seperti beli Lamborghini misalnya.

 Kemampuan Orang Menghadapi Goncangan Berbeda

Motivator dengan entengnya mengatakan bahwa mental harus kuat, banyak berpikir positif dan seterusnya. Si motivator kayaknya lupa bahwa sensitivitas orang dalam menerima goncangan berbeda. Contoh hal yang kecil saja, melihat anjing mati ditabrak mobil. Ada yang biasa saja, tapi ada yang sampai menangisi si anjing. Apakah menangisi si anjing menunjukkan anda lemah? Ya gak gitu juga kan?

Selain itu, motivator juga sering lupa membagi cerita bahwa mereka memiliki istri yang sabar dan solutif. Mereka juga lupa bercerita bahwa orang tua mereka banyak mendukung kemajuan karir si motivator. Mereka juga lupa membagi kisah bahwa ada teman teman positif yang bisa membantu mereka di kala kesusahan.

Bagaimana dengan teman saya yang ayah dan ibunya bekerja sebagai PNS dan anti dagang yang penuh resiko. Sementara itu, saudara saudaranya egois dan teman temannya hanya menghabiskan hidup dengan berkeluh kesah soal kesusahan hidup. Belum pacarnya yang clingy dan ribut pengen kawin mulu. Lu pikir gampang memiliki kemampuan untuk tahan goncangan seperti lu?

Terlalu Positif Malah Jadi Negatif

Akhirnya, setelah menonton beberapa video motivasi, saya segera menyadari bahwa mendengarkan omongan motivator itu kayak obat, diminum sesuai dosisnya saja. Saya memutuskan untuk mengikuti beberapa kelas saja dan mengikuti sharing usaha dalam jumlah secukupnya. Kadang terlalu banyak hal positif juga gak baik. Setiap orang memiliki karakter dan kapasitas intelektualnya masing masing juga latar belakang yang tidak sama. Kalau kita memaksakan membandingkan diri kita dengan orang yang sudah punya akses dan matang dalam berdagang (serta emang bertalenta jualan), bisa gila kita. Berkaryalah di ladang yang ada dan do your best tanpa meninggalkan sikap realistis. Mendengarkan omongan motivator gak pa pa, asal gak kebanyakan.

Gambar : Tara Winstead

Baca juga kisah kisah kehidupan lainnya dari Pakbob.id :

Lirik Apa Kabar Mantan NDX adalah sebuah kekuatan

Nikmat Ngrasani

Perpisahan bukan berarti tak lagi sayang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini