Waktu Baca: 3 menit

Sepiring nasi goreng rumahan sederhana tanpa kecap terhidang di meja makan. Putih kekuningan warnanya. Asapnya mengepul. Dua potong ayam goreng Kalasan juga siap disantap. Wah, perpaduan yang nikmat. Saya mengambil piring dan duduk. Siap melahap hasil masakan Kiky, istri saya.

Dari tempat saya duduk, saya bisa melihat banyak obyek di meja makan dan ruangan lain. Televisi menyiarkan pertandingan tenis, camilan makaroni bumbu pedas, sirup warna hijau, bawang goreng, buku menumpuk di rak, mesin cuci, ponsel di atas piano, dan peralatan mengajar piano kelas daring (dalam jaringan) yang masih tergeletak berantakan. Malam itu saya cuma ingin fokus pada nasi goreng rumahan sederhana dan ayam. Kacamata saya lepas dan mulai makan. Hmm, enaaak!

Makan tanpa kacamata, membuat saya cuma bisa melihat apa yang ada di depan hidung. Saat itu, cuma ada masakan Kiky. Nasi goreng tanpa kecap, ayam, dengan sendok garpu, dan piring. Pikiran sepenuhnya mengarah ke sana. Bukan ke pakaian dan sepatu putih pemain tenis atau tumpukan buku yang tak kunjung rampung dibaca. Saya cuma bisa melihat jelas obyek yang berjarak kurang dari 30 sentimeter. Obyek-obyek berjarak lebih jauh, yang tidak saya anggap penting karena bukan bagian dari makan malam, saya hiraukan. Ponsel warna hitam beserta Instagram dan WhatsApp di dalamnya juga bukan dari komunitas dadakan makan malam saat itu.

Momen makan malam di samping Kiky jadi lebih istimewa. Detil bentuk dan warna nasi goreng rumahan sederhana masih saya hafal sampai sekarang. Ada ikan teri kecil-kecil yang membuat nasi makin sedap. Ada potongan cabai yang langsung saya singkirkan tiap kali berjumpa. Ada juga telur orak-arik dan potongan daun bawang. Saya masih ingat nasi di sebelah mana yang saya ambil pertama kali. Saya penasaran di pojok kanan piring ada potongan ikan teri yang cukup besar. Saya juga ingat ekspresi Kiky saat pertama kali menyuap nasi goreng. Puas dan gembira. “Hmmm!!!!” katanya sambil memejamkan mata dan mengepalkan tangan.

Diam di rumah akibat pandemi membuat saya bosan. Saya ingin melihat dunia luar. Bersama teman-teman sesama pengajar musik duduk di sofa warna cokelat pojok ruangan sambil menyeruput kopi pahit dan membahas proyek lintas divisi. Sesekali mengganggu teman yang usil dan kelihatan percaya diri tapi tak kunjung punya pacar. Bersama Kiky mengendarai sepeda motor jarak jauh dan mampir ke kedai mie ayam yang enak di pojok Jalan Margonda, Depok. Atau sekedar makan es krim di emperan toko dekat rumah yang buka seharian. Saya, Kiky, dan teman-teman pengajar belum tahu kapan bisa menikmatinya lagi.

Kalau tidak bisa mengubah situasi, ubahlah pikiranmu. Kalimat yang bertahun-tahun lalu tidak sengaja saya dengar itu bolak-balik muncul di pikiran. Saya tidak punya kekuatan untuk merampungkan pandemi sehingga bisa pergi keluar rumah dengan bebas seperti penonton Piala Eropa 2020 dan Wimbledon 2021 yang saya lihat di televisi. Jadi, ‘mengubah pikiran’ adalah solusinya. Yang coba saya ubah bukan ragam aktivitas di rumah, namun lebih kepada cara memaknainya.

Bukan kali pertama Kiky memasak nasi goreng tanpa kecap dan ayam Kalasan yang enak itu. Bukan kali pertama juga saya dan Kiky makan malam duduk bersebelahan. Namun, ternyata ada saja cara untuk memaknai aktivitas yang mungkin sering dianggap biasa-biasa saja menjadi istimewa. Caranya? Sadari saja kehendak itu. Ia akan muncul dengan sendirinya.

Masakan Kiky ludes. Nasi goreng habis disantap. Ayam goreng juga tandas. Kita duduk berkhayal membuat rumah tingkat. Berapa jumlah ruangan di lantai dua, di mana posisi tangga, dan bagaimana tampilannya. Istilah Kiky, ngayal babu. Tidak apa-apalah. Selama itu jadi aktivitas menyenangkan. Sebentar saja. Lanjut cuci piring.

“Oh, masih ada satu ceker nih kalau mau,” kata Kiky.

“Wah, makasih. Udah, buat kamu aja.”

“Enggak usah. Kamu aja.”

“Udah, ambil aja.”

“Enggak ah. Kamu aja.”

“Cepetan dimakan. Mau aku cuci piringnya nih.”

“Enggak ah! Kamu aja!”

Baca juga tulisan lainnya dari Anugerah :

Bangun Pagi itu Sebuah Hal yang Seru!

Instruktur Les Piano

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini