Bulu tangkis adalah olahraga favorit di negara Indonesia. Kebetulan juga bulu tangkis mengukir prestasi yang luar biasa. Terutama di Indonesia. Bisa dikatakan bulu tangkis adalah olahraga yang mempertaruhkan harga diri bangsa. Maka, tak heran jika banyak warga Indonesia terharu ketika tim Olimpiade Indonesia berhasil menorehkan sejarah ganda putri ketika meraih emas lewat pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.
Bagaimana sepak terjang Indonesia sampai menorehkan sejarah ganda putri? Berikut ulasan kami.
Awal Mula Bulu Tangkis Indonesia di Olimpiade
Semua bermula pada tahun 1972 di Munich Jerman. Waktu itu Bulu Tangkis masih sebatas demonstration sport, dengan sistem mengundang 25 atlet dari 7 negara. Walau hanya sebatas demonstration sport, nama indonesia sudah melangit di sana. Rudy Hartono berhasil mengalahkan atlet Denmark pada final tunggal putra, dan pasangan Ade Chandra dan Christian Hadinata berhasil menundukkan pasangan Malaysia di final ganda putra. Walau belum secara resmi menjadi cabang olahraga, tetapi wakil Indonesia sudah all in melakoninya.
Barulah pada tahun 1992, Bulu Tangkis secara resmi menjadi cabang olahraga pada Olimpiade. Atlet Indonesia langsung mendapat dua medali emas, dua medali perak dan satu medali perunggu. Medali emas pertama Indonesia di dapat dari Susi Susanti pada tunggal putri. Sejak saat itu hingga Olimpiade Rio 2016, Bulu Tangkis menjadi penyumbang tetap medali bagi kontingen Indonesia, kecuali pada Olimpiade London 2012 dimana Indonesia gagal total menyumbangkan medali di cabang olahraga Bulu Tangkis.
Ganda Putri yang Tidak Diperhitungkan.
Pada Olimpiade Tokyo 2020, sejak awal babak penyisihan grup, selalu terdengar dan terucap olah komentator laga Bulu Tangkis di televisi, bahwa mereka selalu membanggakan tunggal putra, tunggal putri, ganda putra dan ganda campuran Bulu Tangkis Indonesia. Jarang sekali kita melirik ganda putri kebanggan indonesia. Bukan hal aneh, jika dilihat dari sejarah kontingen Bulu Tangkis Indonesia di Olimpiade, ganda putri sama sekali belum pernah memberikan medali emas, untuk Indonesia.
Pada Olimpiade kali ini, sebenarnya Indonesia memberangkatkan wakil terbaiknya untuk Bulu Tangkis. Di sektor tunggal putra, Indonesia diwakilkan dengan nama Anthony Sinisuka Ginting serta Jonatan Christie. Kemudian di ganda putra, Indonesia diwakilkan dua pasangan atlet dengan peringkat satu dan dua Bulu Tangkis dunia, ada Marcus/ Kevin dan Hendra/ Ahsan.
Pada tunggal putri kita diwakilkan oleh Gregoria Mariska Tunjung, sedangkan dari ganda campuran, kita memiliki wakil Praveen dan Melati Daeva. Nama atlet yang sudah tidak asing di telinga kita. Tentu mereka sudah banyak memberikan sumbangsihnya untuk Indonesia. Tapi sayang seribu sayang, mereka semua terhenti langkahnya, dan tidak ada satupun dari mereka yang sampai ke babak final.
Sabtu 31 Juli 2021, Indonesia mengalami kehebohan dengan berita, bahwa pasangan ganda putri Indonesia yang diwakilkan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu berhasil masuk ke babak final setelah mengalahkan pasangan Korea selatan. Secara peringkat, ganda putri indonesia berada satu peringkat di bawah ganda putri Korea Selatan. Tetapi Olimpiade Tokyo kali ini memang unik, selain diselenggarakan di tengah pandemi Covid 19, para atlet Bulu Tangkis dengan peringkat atas, justru kalah dengan atlet yang peringkatnya berada di bawah mereka. Ambil contoh, Marcus dan kevin harus tersingkir setelah kalah dari ganda putra Malaysia, yang selisih 8 peringkat di bawah mereka.
Emas Pertama dari Ganda Putri untuk Indonesia di Ajang Olimpiade
Senin 2 Agustus 2021, pertandingan final ganda putri antara perwakilan Indonesia dan China, berlangsung, pasangan Indonesia berada 3 peringkat di bawah pasangan China. Seluruh mata penikmat Bulu Tangkis dunia tertuju pada pertandingan ini. Bagi Indonesia, harapan mereka sepenuhnya tercurah pada Greysia dan Apriyani, karena mereka satu – satunya perwakilan Indonesia yang masuk ke final cabang olahraga Bulu Tangkis, yang Indonesia selalu banggakan.
Greysia dan Apriyani nampak santai pada pertandingan kali ini. Mereka sering melemparkan senyum walau saat mereka melakukan kesalahan saat memukul shuttlecock. Berbeda dengan pasangan China, mereka nampak serius dan jarang sekali melempar senyum selama pertandingan. Greysia dan Priyani juga selalu meneriakkan kata – kata dari daerah masing – masing sebagai penyemangat mereka.
Pada set pertama, permainan nampak sengit, dengan selisih point yang kecil, membuat penonton harap – harap cemas menyaksikan atlet mereka bertanding. Walau berulang kali ganda China terlalu keras memukul shuttlecock, mereka selalu berhasil mengejar poin Indonesia. Pertandingan sengit set pertamapun akhirnya berhasil menjadi milik Greysia dan Apriyani dengan point 21 – 19.
Pada set ke dua, nampak permainan lebih mudah bagi Indonesia. Point sempat selisih sampai 7 point, walau demikian, setelah point Indonesia menyentuh 17, pasangan China sempat membuat panik penonton karena mereka dengan gigih tetap mengejar ketertinggalan. Tetapi perjuangan Greysia dan Apriyani berakhir manis, mereka berhasil menekuk China dengan point 21 – 15. Tangis bahagia nampak pada wajah Greysia dan Apriyani, mereka berdua bersorak bahagia karena berhasil menyumbangkan satu – satunya emas untuk Indonesia pada cabang olahraga Bulu Tangkis di Tokyo 2020. Kemenangan ini juga mencetak sejarah baru, Greysia dan Apriyani menjadi ganda putri pertama Indonesia yang berhasil mendapatkan emas di ajang Olimpiade. Lagu Indonesia Raya akhirnya dapat berkumandang di Tokyo, berkat perjuangan Greysia dan Apriyani.
Perjuangan Greysia dan Apriyani.
Mereka berdua berasal dari Sulawesi, Greysia berasal dari keluarga Manado, dan Apriyani berasal dari Konawe Sulawesi Tenggara. Umur mereka terpaut 10 tahun, Greysia berumur 33 tahun, dan Apriyani masih berumur 23 tahun. Walau selisih umur yang terbilang jauh, tidak membuat mereka sungkan, saat bertanding mereka terlihat seperti kakak adik, beberapa kali Apriyani tertangkap kamera mencium tangan Greysia saat Greysia berhasil menambah point bagi mereka, layaknya adik kepada kakak.
Perjuangan mereka berdua merintis karir tidak mudah. Greysia misalnya, harus melihat ibunya menjual barang barang rumah tangga agar ia memiliki raket untuk bermain dan berlatih.
Tak kalah perjuangan Apriyani, berasal dari kota kecil Konawe, ternyata membuat perjuangan Apriyani tidak mudah. Dia mulai mengenal bulu tangkis sejak masih 3 tahun, dan belajar menggunakan raket ayahnya. Menurut komentator pertandingan final ganda putri Olimpiade Tokyo 2020. Apriyani semasa masih di Konawe, harus berjalan kaki sejauh 9 km untuk sampai ke Gedung Olahraga tempat dia berlatih. Jarak rumahnya memang jauh dan tak jarang ia tidak memiliki tebengan. Bahkan Apriyani harus pindah ke Jakarta demi mengembangkan karirnya di Bulu Tangkis, sejak SMP, dan meninggalkan orang tuanya di Konawe.
Sebelumnya Greysia beberapa kali gonta ganti pasangan ganda putri, dan Apriyani juga sebenarnya di awal karir bermain di tunggal putri. Tetapi, setelah mengikuti turnamen di Sulawesi, pelatihnya mengarahkannya untuk bermain di ganda putri, karena melihat potensinya. Lika liku perjalanan telah mereka lalui. Akhirnya mereka menemukan akhir bahagia dengan menyumbangkan medali emas. Dari mereka kita belajar “Hidup seperti mengendarai sepeda, untuk menjaga keseimbangan, anda harus terus bergerak – Albert Einstein”. We proud of you Greysia dan Apriyani
Baca juga kisah Olimpiade Lainnya dari kami :
Yusra Mardini, si Perenang Tangguh yang Menyebrangi Suriah Hingga Jerman
Kontingen Pengungsi di Olimpiade, Siapa Mereka?
Corona di Jepang, Cerita dari Anak Negeri