Jumat 3 September 2021, Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) merilis laporan situasi terkini aktivitas gunung Merapi. Gunung yang terletak 30 kilometer di utara Kota Jogja itu saat ini berstatus Siaga Level III sejak 5 November 2020. Periode erupsi kali ini boleh dikata nafasnya panjang. Jauh lebih panjang ketimbang erupsi tahun 2010. Status Waspada level II ditetapkan 21 Mei 2018. Lebih dari 2 tahun kemudian, status meningkat menjadi Siaga level III. Sampai dengan hari ini, tidak ada tanda-tanda akan meningkat statusnya menjadi Awas level IV. Mari kita ulas drama penantian meletusnya Gunung Merapi.
Kapan Merapi bakal meletus?
Ini pertanyaan yang biasanya muncul dari orang yang tinggal jauh dari Gunung Merapi. Kalo orang di Jogja bilang, “Merapi njeblug po?”. Meletus itu nuansanya ada ledakan yang duarrr, yang membuat hatiku sangat kacau. Imajinasi soal gunung meletus itu kita dapatkan dari film-film layar lebar, plus ingatan masa lalu tentang aktivitas gunung di Indonesia. Ya emang sih, Gunung Merapi di waktu lampau juga meletus alias erupsi eksplosif. Tapi kalo bicara perilaku Gunung Merapi, tak ada yang pasti dan konsisten dari jaman ke jaman. Selalu ada perubahan. Maka kalo orang bertanya kapan Gunung Merapi bakal meletus, jawabannya embuh.
Baca juga : Mengantisipasi Guyuran Hujan Abu Gunung Merapi
Membongkar Mitos Soal Kiamat
Saat periode erupsi Gunung Merapi tahun 2010 silam, beberapa stasiun televisi memberikan nuansa tematik untuk mengulas Merapi. Salah satu konten yang dihubungkan dengan erupsi Merapi adalah Ramalan Sabdo Palon. Singkat cerita, Sabdo Palon sebagai abdi dari Prabu Brawijaya V bersumpah bahwa beliau akan datang kembali ke tanah Jawa untuk menagih janji setelah rentang waktu 500 tahun. Hitungan durasi itu dimulai sejak beliau moksa di Gunung Lawu.
Kedatangannya diiringi dengan beberapa bencana, salah satunya adalah letusan Gunung Merapi yang bakal menelan banyak korban jiwa. Dengan utak atik, masyarakat menyimpulkan bahwa di tahun 2020 Sabdo Palon akan datang kembali, tepat 500 tahun. Cuma, kita musti ingat, hari ini kita di tahun 2021, dan kita baik-baik saja. So, boleh saya katakan bahwa ramalan tersebut belum terbukti. Atau bisa jadi, tak ada hubungannya erupsi Gunung Merapi dengan bencana besar, apalagi suasana kiamat. Setidaknya untuk saat ini.
Ulasan Perspektif Sains
Bicara tentang ilmu kegunungapian, Gunung Merapi ini termasuk yang spesial. Yang mempelajari Gunung Merapi tak hanya lembaga riset milik pemerintah Indonesia, tetapi juga negara-negara lain seperti Perancis dan Jepang. Dalam tubuh Gunung Merapi, ada banyak sekali sensor untuk mendeteksi aktivitas gunung. Maka dari itu tak perlu kita sangsikan kecanggihannya.
BPPTKG mencatat bahwa dalam durasi seminggu (27 Agustus – 2 September 2021) terjadi 6 kali luncuran awan panas ke arah barat daya. Jarak maksimal 2500 meter. Guguran lava juga terjadi sebanyak 80 kali ke arah barad daya. Jarak maksimal guguran 2000 meter. FYI, kota Jogja sebetulnya juga ada di arah barat daya dari puncak Gunung Merapi. kota Jogja tidak persis di selatan Gunung Merapi. Tetapi jelas saat ini arah erupsi tidak berbahaya untuk warga kota, toh jarak kota Jogja ke puncak Merapi tak kurang dari 30 kilometer.
Lalu Apa yang Berbahaya?
Gunung Merapi tetap memberikan potensi risiko untuk masyarakat Jogja. Kita mungkin tidak masuk ke dalam drama penantian erupsi meletusnya Gunung Merapi, karena erupsi ini minim eksplosif. Yang patut kita waspadai justru aliran lahar hujan di sepanjang sungai Code, yang membelah tengah kota Jogja. Sungai Code itu terkoneksi dengan sungai Boyong yang berhulu di puncak Gunung Merapi. Hulu sungai Boyong inilah yang jadi salah satu sasaran luncuran awan panas dan guguran lava setiap kali erupsi mengarah ke barat daya.
Baca juga : Erupsi Merapi 2021 dan Bahaya yang Mengintai
Kalau hujan deras terjadi di puncak Merapi, itu cukup untuk menggelontorkan material pasir, lumpur, dan batu ke arah sungai Code. Persoalannya, sudah siapkah warga Jogja untuk mengantisipasi banjir lahar hujan saat musim hujan tahun ini dan tahun depan? Menggelontorkan material erupsi tak cukup dengan hujan deras satu musim saja. Butuh lebih dari 1 tahun. Nah, seberapa besar ketangguhan warga Jogja untuk menangani bencana lahar hujan besok itu?