Waktu Baca: 3 menit

Wregas Banuteja, merupakan seorang yang kritis dan analitis dalam menanggapi isu-isu yang terjadi di kalangan masyarakat. Baru-baru ini, Ia kembali mengangkat topik yang cenderung sensitif dan tabu bagi masyarakat Indonesia. Mengangkat isu pelecehan dan kekerasan seksual, Wregas yang menggandeng Kaninga Pictures dan Rekata Studio berhasil memproduksi film “Penyalin Cahaya” yang akan tayang pada bulan Oktober mendatang. Penasaran gak sih bakalan kaya gimana filmnya? Nih baca artikelnya!

Mengangkat Isu Sensitif di Masyarakat

Seperti yang kita ketahui, di Indonesia sendiri, hal-hal seperti pelecehan dan kekerasan seksual masih sangat tabu untuk dibahas. Banyak masyarakat berpikir bahwa isu pelecehan seksual merupakan hal yang sangat sensitif dan privat sehingga wadah untuk menyuarakannya pun masih sangat minim. Belum lagi ditambah stigma masyarakat yang masih cenderung konservatif, semakin menyulitkan para penyintas untuk menyuarakan kasus pelecehan dan kekerasan seksual.

Tidak hanya perempuan, kasus pelecehan dan kekerasan seksual juga kerap terjadi pada laki-laki. Namun, karena korbannya lebih banyak dengan gender perempuan, maka isu pelecehan dan kekerasan seksual seringkali men-subjektifkan pandangan masyarakat terhadap perempuan.

Melihat hal ini, Wregas Banuteja merasakan kegelisahan yang cukup dalam pada pola pikir masyarakat yang masih kurang peduli dalam menanggapi hal-hal seperti ini. “Masyarakat sangat perlu untuk mengetahui daruratnya soal kekerasan seksual. Banyak sekali penyintas yang harus memendam dan tidak mendapat keadilan karena lingkungan/sosial yang tidak suportif,” ungkap Wregas. Menurutnya, film ini akan menjadi medium untuk membangkitkan awareness masyarakat dalam menanggapi kasus pelecehan dan kekerasan seksual.

Baca juga : Film Selesai Isu Seksisme yang Ramai Diperbincangkan: Gak Worth It Ditonton?

Film yang dibintangi oleh Shenina Cinnamon (Sur) ini bercerita tentang perjalanan seorang mahasiswi bernama Sur yang kehilangan beasiswa karena unggahan foto yang tersebar di sosial media pada saat dia mabuk. Berbekal kecemasan dan penasaran, Sur berusaha menjalankan investigasi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu (waktu dia mabuk) dengan bantuan teman masa kecilnya, Amin (Chicco Kurniawan). 

Berdurasi selama 129 menit, film “Penyalin Cahaya” nantinya akan mengungkap pandangan sang sutradara Wregas Banuteja dalam menyikapi isu pelecehan dan kekerasan seksual. Selain konsentrasinya pada isu pelecehan dan kekerasan seksual, Wregas juga mengungkapkan bahwa dirinya merasa prihatin akan ketidakpedulian masyarakat Indonesia yang masih sangat kurang dalam menyikapi hal seperti ini.

Menurutnya juga, sikap pasif dan apatis masyarakat ini juga menjadi salah satu faktor dimana kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual masih kurang mendapat perhatian dan solusi yang aktif. Stigma masyarakat yang cenderung menganggap remeh isu pelecehan dan kekerasan seksual ini juga membuat para penyintas akan semakin kehilangan wadah untuk menyuarakan haknya. 

“Sistem/lingkungan yang cenderung menyepelekan kasus kekerasan seksual dan cenderung menyangsikan/meragukan para penyintas juga semakin membuat para penyintas lemah. Bahkan, support system terdekat seperti keluarga juga cenderung menyalahkan dan bukannya memberi solusi semakin men-subjektifkan para penyintas untuk berdiam dan membungkam suaranya,” tambah Wregas.

Bikin Film Selama Pandemi, Emang Bisa?

Melalui film ini, Wregas berharap bahwa nantinya Penyalin Cahaya akan menjadi gaung komunikasi yang dapat mewakili suara dari teman-teman penyintas. Menjadi salah satu peserta dalam Busan International Film Festival, Wregas berharap bahwa nantinya Penyalin Cahaya akan menjadi pengeras gaung komunikasi dan wadah untuk mengkritisi isu-isu pelecehan dan kekerasan seksual.

“Targetnya bukan hanya masyarakat Indonesia saja, karena isu pelecehan dan kekerasan seksual ini adalah konsen dunia yang harus disuarakan secara kritis oleh masyarakat,” ungkap Wregas. Lagi, Wregas juga menambahkan bahwa nantinya melalui Busan International Film Festival, film ini dapat semakin banyak diputar sehingga target audiens mencapai lingkup internasional, bukan hanya terbatas pada lingkup nasional saja.

Mengolah film selama pandemi ini tentunya juga menjadi satu tantangan besar bagi sutradara, tim produksi, kru, serta seluruh aktor dan aktris yang terlibat di dalamnya. Proses pembuatan film “Penyalin Cahaya” ini memakan waktu selama 20 hari, dengan protokol kesehatan yang ketat dan juga aturan-aturan yang intens. Tentunya, keberhasilan tim produksi dalam mengolah film ini tidak terlepas dari kekuatan tim yang solid serta seluruh kru yang berpartisipasi aktif baik secara emosional maupun sosial.

Film Penyalin Cahaya Dari Kacamata Aktor

Melihat dari sisi aktor dan aktris, perjuangan pembuatan film ini juga merupakan sesuatu hal yang berkesan. Beberapa aktor mengungkap bahwa untuk mendalami peran, sang sutradara, Wregas seringkali meminta para aktor dan aktris untuk terlibat secara aktif dalam proses reading hingga penentuan jalan cerita. “Mas Wregas sering kok melibatkan kita dalam proses produksi. Beliau seringkali mengajak kami brainstorming untuk menentukan dan mendalami karakter kami masing-masing. Jadi, kami benar-benar dibawa pada jalan cerita yang sesungguhnya secara nyata, bukan hanya sebatas skrip saja,” ujar para aktor dan aktris.

Baca juga : Membedah Film Cruella dan Teorinya: Awas Spoiler!

Wah, pasti udah gak sabar banget kan buat nonton film “Penyalin Cahaya”? Semoga prosesnya segera selesai dan bisa segera tayang ya! Jangan lupa untuk dukung karya anak bangsa dengan tidak menonton film bajakan!

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini