Waktu Baca: 4 menit

Mungkin artikel ini bakalan relate sama kalian, terutama untuk kita yang berada di semester senja meskipun tidak menutup kemungkinan buat mahasiswa yang baru satu tahun berkuliah merasakan salah jurusan juga. Tidak sedikit orang yang seakan mengharamkan perasaan salah jurusan ini, karena memperlihatkan kelalaian kita dalam mempersiapkan masa depan. Sah-sah saja berpendapat kalau masa depan termasuk kuliah harus direncanakan matang-matang. Tapi, yaa…., namanya manusia yang sedang berproses tentang kehidupan bisa saja membuat kesalahan salah satunya adalah salah dalam mengambil program studi. Sebenarnya, merasa salah jurusan itu bagus lho. Kok bisa? Kita bongkar saja satu-satu mulai dari seberapa banyak orang yang salah jurusan.

Sebagian Besar Mahasiswa Indonesia Salah Jurusan!

Jika kalian merasa salah jurusan, ternyata kalian tidak sendiri. Mahasiswa Indonesia, menurut Andri Fajria, beliau adalah seorang ahli observasi anak, ternyata mahasiswa Indonesia 87 persennya salah jurusan! Hasil yang menunjukkan bahwa mahasiswa maupun masyarakat Indonesia didominasi oleh orang-orang yang salah jurusan. Setidaknya hal ini bisa kita tilik dari sisi psikologinya lho, kenapa kok bisa angka salah jurusan sebesar itu.

Rentan Terjadi Perubahan Minat

Kalau kita hitung-hitung ni, ya, rerata untuk siswa yang lulus dari SMA dan sederajat kemudian langsung mendaftar kuliah berumur sekitar 18 hingga 19 tahun. Dalam sisi psikologi umur dewasa muda ini sangat rentan terjadi perubahan minat. Baik hobi bahkan minat karirnya. Seseorang bisa saja merasa dirinya memiliki minat pada ilmu sejarah kemudian tiba-tiba berubah ke psikologi.

Padahal dia sudah memilih untuk menempuh kuliah di jurusan sejarah. Perubahan ini terjadi karena pada umur dewasa muda, bahkan termasuk ketika kita lulus kuliah dengan asumsi lulus kuliah tepat waktu, masa-masa ini disebut sebagai masa eksplorasi. Masa-masa di mana kita akan terus mencari jati diri kita. Siapakah kita? Bagaimana citra yang mau dibentuk? Apa yang menjadi hobi kita? Dan segala macam pertanyaan yang terbersit di otak kita mengenai diri kita sendiri. Hal itulah yang akan mempengaruhi minat kita dalam belajar, dan secara langsung mengubah perasaan kita terhadap pendidikan yang sedang kita tempuh di perkuliahan.

Terkadang Masih Ragu Dalam Memutuskan

Dalam memilih kuliah, siapa sih yang nggak deg-degan. Memilih jurusan kuliah tentu saja secara psikologis akan mempengaruhi. Banyak sekali pilihan jurusan bahkan Universitas yang bisa kita kirimi berkas pendaftaran. Rasa deg-degan – atau lebih baik kita sebut saja dengan overthinking – akan membuat kita merasa tambah bingung apakah masuk program studi ini atau itu. Terutama pilihan kita ini akan secara langsung memberikan konsekuensi dalam hidup. Tapi tidak apa-apa, adalah hal yang natural ketika kalian mengalami hal ini.

Di sisi lain memang didikan, bisa kita sepakati secara tidak langsung, masih jarang anak-anak yang dibebaskan oleh orang tuanya dalam memilih, bahkan dalam memilih hal yang terkecil sekalipun. Segalanya harus sesuai dengan orang tua. Sejalan dengan hal itu, sekolah juga masih sama, kesempatan untuk anak-anak – atau kita – dalam belajar mengambil keputusan, bahkan untuk diri kita sendiri, sangat sedikit peluangnya yang bisa memicu ketidakmampuan kita dalam memutuskan sebuah pilihan untuk diri kita sendiri.

Memang agak menyebalkan, tapi seperti itulah pola didik Indonesia. Tapi nggak usah marah-marah sama nggak terima. Lebih baik kita belajar mengenal diri sendiri ketika merasa salah jurusan. Seperti apa ya caranya?

Salah Jurusan Adalah Awal Kita Mengenal Diri

Daripada murung-murung ni, ya, mending kita sudah cukupkan dahulu pemikiran bahwa salah jurusan itu buruk sekali, melainkan sebenarnya salah jurusan adalah kabar baik untuk kita. Ketika mulai berpikir bahwa jurusan yang diambil salah, sebenarnya itu adalah respon dari diri kita sendiri untuk jauh mengenal pribadi sendiri lho. Kita mulai merasa tidak nyaman, merasa tidak bergairah kembali, merasa pusing, putus asa dan lain sebagainya. Terutama bila skill kalian kalau dipikir-pikir seperti agak tidak cocok dengan program studi yang kita ambil.

Mungkin kalian ada yang lebih nyaman berkomunikasi dengan teks tapi justru malah mengambil program studi yang mengharuskan kalian berkomunikasi secara verbal, misalnya memilih jurusan keguruan. Atau mungkin kalian yang lebih suka menjadi “sorotan panggung” justru malah mengambil jurusan yang condong berada di belakang layar seperti akuntansi dan beberapa contoh yang lain.

Dalam proses mengenal diri sendiri inilah yang suatu saat akan menjad titik tolak kalian dalam kehidupan selanjutnya. Proses pengenalan diri jika kita manfaatkan lebih jauh lagi justru malah membuka kesempatan kita sebesar-besarnya. Kita bisa jauh lebih memahami kenapa jago di public speaking dan ada yang jago di menulis. Kita ternyata lebih menyukai untuk mempelajari psikologi dari pada menjadi guru – meskipun dalam menjadi guru tetap diperlukan pengetahuan psikologi – serta berbagai kesadaran kita yang mulai tumbuh akan diri sendiri. Dari sini lah kita bisa mempertanyakan “dari semua kelebihan dan kelemahan serta kenyamanan sebenarnya aku lebih cocok bekerja di mana sih?”.

Jangan Berhenti Bereksplorasi

Salah jurusan membawa kita memahami diri, seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya. Namun sebenarnya memahami diri sendiri memang tidak semudah yang kita bayangkan ya. Ada salah satu cara kita benar-benar mengenal diri sendiri, yaitu bereksplorasi.

Bereksplorasi memang bukan hal yang gratis. Terkadang kita harus mengeluarkan waktu, tenaga bahkan uang. Saat bereksplorasi bisa saja tiba-tiba kita berganti minat lagi, ternyata ada yang jauh lebih sesuai dengan kelebihan dan kelemahan kalian. Sangat wajar saat kita bereksplorasi kita selalu gonta ganti apa yang kita dalami. Awalnya memang rasanya seperti sia-sia tapi suatu saat itu akan worth it. Karena dalam memahami diri, dalam hidup, kita perlu nyasar – seperti salah jurusan – untuk tahu sebenarnya bagaimana kita ini yang sesungguhnya

Salah jurusan itu bagus, kalau kita bisa memanfaatkan momentumnya sebaik mungkin. Indikator baik atau buruknya kita sendiri yang tahu. Apakah nantinya kita keluar saja dari kuliah atau tidak juga adalah pertimbangan dan konsekuensi yang harus kita hadapi. Raditya Dika pernah berkata meskipun salah jurusan kita tetap harus menyelesaikan kuliah kita karena itu tanggung jawab kita, tapi Steve Jobs justru memutuskan keluar dan mendirikan Apple. Mungkin kita bukan Raditya Dika dan Steve Jobs, tapi setidaknya kita tahu, dua pilihan itu memiliki dampak yang baik ketika kita bisa mengenal diri sendiri, bahkan lewat perasaan salah jurusan.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini