Kamu mungkin punya teman kampus yang namanya Bagus, padahal dia tidak ganteng-ganteng amat. Atau yang namanya Cantika, padahal tidak cantik-cantik amat. Ada juga yang namanya Joko alias Jaka, padahal soal keperjakaan, entahlah. Ya begitulah, nama adalah doa. Tetapi kita tahu juga, tak semua doa akan dikabulkan oleh Sang Khalik. Salahkah doa yang terucap? atau Salahkah nama itu? Tak ada yang salah dengan doa. Toh doa terkabul atau tidak, itu hak prerogatif Tuhan.
Cordo si anak dengan nama 19 kata
Saya merasa kasihan pada salah seorang anak dari Kabupaten Tuban, yang punya nama panjang 19 kata. Kalo ditulis jadi 183 karakter, termasuk spasi. Masalahnya, sistem dukcapil negeri kita hanya memfasilitasi nama 55 karakter saja. Akhirnya, si anak Tuban ini nelangsa nasibnya. Sampai dengan ulang tahun kedua, dia tak kunjung dapat akta kelahiran. Namanya Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Sahara Pi-Thariq Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Talenta. Bapak ibunya memanggil anak ganteng ini dengan sebutan Cordo.
Kedua orangtuanya ngotot bahwa nama anak kesayangannya tetap 19 kata itu. Kata mereka, nama sepanjang itu adalah doa. Kombinasi yang menarik, nama dengan menyerap bahasa Sanskerta dan bahasa Arab. Cuma masalahnya, ketika berhadapan dengan legalitas, negara hanya bisa menerima nama maksimal 55 karakter. Urusan begini nggak perlu sampai judicial review ke Mahkamah Konstitusi, tentunya. Solusinya sederhana : orangtua harus memilih nama yang akan didaftarkan ke dukcapil sesuai batasan karakter tadi.
Ribetnya urusan administrasi
Nama yang teramat panjang itu bukan hanya menyiksa anak, tetapi juga di waktu berikutnya akan menyiksa orang-orang yang punya urusan dengan menyebut nama lengkap anak itu. Bayangkan betapa stress guru SD nya ketika harus memanggil nama lengkap Cordo. Juga bayangkan ketika si Cordo wisuda SD, SMP, SMA, dan kuliah. Mulut si pembawa acara wisuda bisa keriting menyebut nama yang kelewat panjang itu.
Urusan administrasi memang akan menjengkelkan bagi orang yang punya nama lebih dari 5 karakter. Kita bisa bayangkan kalo si Cordo 20 tahun lagi punya kendaraan bermotor dengan BPKB atas namanya sendiri. Coba bayangkan betapa ruwetnya dia di kantor Samsat. Belum lagi kalo kelak dewasa dia menikah di KUA, penghulu bisa keriting pula lidahnya ketika menyebut nama lengkap si Cordo.
Doa tak selalu Terkabulkan
Nama adalah doa. Demikian credo kita. Nama, dari manapun referensinya, pasti menggambarkan isi pikiran orangtuanya. Entah pikiran soal masa depan si anak, pikiran konteks pekerjaan dan hobi si bapak, atau bahkan untuk mengingat peristiwa seputar kelahiran si anak. Misal si bapak punya hobi Tokusatsu, bisa jadi memberi nama anak dengan tokoh-tokoh superhero. Tapi ingat pula, tidak semua doa itu dikabulkan lho. Tidak berarti si anak akan ikut jalur hidup seperti nama sosok yang dijadikan patron. Kalo ada anak punya nama Battosai, apakah lantas dia harus jadi battosai si pembantai seperti Kenshin Himura? Kan ngeri…
Nama singkat gegara orangtua kesal pada disdukcapil
Lain di Tuban, lain pula di Jogja. Ada remaja yang nama aslinya kelewat panjang pula, hingga 17 kata. Aiwinur Siti Diah Ayu Mega Ningrum Dwi Pangestuti Lestasi Endang Pamikasih Sri Kumala Sari Dewi Puspita Anggraini. Apakah nama sepanjang itu bisa masuk ke disdukcapil? Oh tentu tidak. Aturan tetap sama, hanya bisa 55 karakter. Mungkin saking kesalnya orangtua karena terbentur aturan, nama yang dimasukkan hanya satu karakter saja. Ya, hanya huruf Y. Ini sama seperti kalo kita lagi berantem di chat dengan kekasih kita. Saking kesalnya, jawaban singkat pun akan muncul di chat.
“Sayang, aku kuliah dulu, ya.”
“Y.”
“Kamu hari ini kuliah nggak, yang?”
“G.”