Nah, seperti biasa, netizen lagi-lagi ramai. Kali ini soal twit dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Siti Nurbaya, yang membahas tentang deforestasi. Banyak dari netizen keliatan kesal dan geram karena memandang apa yang dipikirkan beliau adalah pengerusakan hutan dan mendorong terjadinya agar deforestasi jangan dilanjutkan nih. Tapi, sebenarnya deforestasi itu perlu dan sebaiknya kita lakukan karena kita sendiri menikmatinya.
Makna Deforestasi
Sebelum kita masuk ke pembahasan yang lebih dalam, kita cek dulu makna deforestasi. Deforestasi ini berarti membuat area hutan menjadi non-hutan yang nantinya akan dialihfungsikan untuk aktivitas manusia. Jadi, kalau kita memprotes yang namanya deforestasi lahan hutan sebenarnya sedikit kaya jadi ironi, ya. Kita tidur di tempat yang sebelumnya hutan, kita makan di tempat monyet dulu makan dan mungkin sekarang kamu nyruput kopi di tempat yang dulu ada hewan minum air di situ. Kita sendiri sebenarnya sedang menikmati deforestasi.
Misinformasi Kutipan Bu Menteri
Ini ni yang menarik. Netizen, dan awalnya aku juga, mengira bahwa beliau mengizinkan pembabatan hutan atau deforestasi hutan secara besar-besaran yang nantinya akan merusak lingkungan. Nah, hal ini terjadi karena banyak yang hanya mengutip satu twit dari keseluruhan utas yang beliau buat. Khas Indonesia sekali kan? Ga baca lengkap dah emosi jiwa hahaha…. Kalian sendiri bisa lihat langsung utasnya beliau di sini ) atau lebih lengkapnya di web Ibu Siti Nurbaya.
Singkatnya, beliau menolak adanya zero deforestasi bukan tanpa alasan, tapi karena pentingnya akses kepada orang-orang yang tinggal di daerah yang susah akses dan karena itulah zero deforestasi berlawanan sama UUD 1945. Disisi lain, karena alasan akses itulah, prinsip nol deforestasi kurang cocok untuk Indonesia, berbeda dengan negara-negara lainnya. Beliau juga menekankan bahwa solusi setiap negara pasti berbeda-beda karena masalah yang dialami juga berbeda. Udah mulai ada bayangan kan?
Akses ke Daerah Adalah Isu Klasik Indonesia
Buat kita yang udah menikmati deforestasi tapi masih ngerasa deforestasi ini cuma ngerusak alam coba sekarang kita putar balikin sudut pandang kita. Bayangin aja kalau kita sekarang jadi orang-orang yang tinggal atau kerja di daerah yang terpencil. Masih banyak lho yang hidup di desa-desa tertinggal atau terpencil seperti ini. Kalau dilihat dari BPS, setidaknya ada 13.232 desa dan lebih dari 100 kabupaten yang dianggap desa tertinggal. Nah loh. Banyak kan? Isu ini masih terus berjalan dari tahun 1945 sampai 2021 – setidaknya sampai artikel ini terbit.
Susahnya Akses Mempengaruhi Pendidikan
Sedikit mengambil informasi dari Medco Foundation susahnya akses di daerah-daerah tertinggal dan terpencil juga pengaruh ke sektor pendidikan. Salah satu faktor pendidikan nggak maju-maju di daerah tertinggal dan terpencil adalah aksesnya. Minimnya akses dan sekolah di daerah yang susah dijangkau bikin guru-guru mulai mikir-mikir mengajar di sana. Eit, tapi jangan emosi jiwa dulu, coba dibalik lagi sudut pandangnya, apakah kalian juga bener-bener mau? Jadi ribet kan? Hahaha…
Penempatan guru-guru di daerah terpencil juga jadi problematika sendiri di fakultasku, dimana emang sangat jarang ada orang yang mau mengajar di daerah yang terpencil dan tertinggal seperti ini. Bahkan ada yang harus mendapat iming-imingin tunjangan-tunjangan tapi hanya segelintir saja yang mau.
Bahkan aku pernah mendapatkan review dari salah seorang dosen yang sempat mengajar di wilayah terpencil bahwa akses yang susah bukan juga punya efek domino dimana untuk ke sana jadi berbiaya tinggi. Katanya, uang pesangonnya sama sekali nggak cukup, bahkan dia harus nombok demi bisa mengajar di daerah yang terpencil. Repot kan kalau nggak ada akses?
Itu dari sisi guru, coba kita bayangkan aja di sisi muridnya kaya gimana? Nggak perlu aku jelasin lagi kan? Apalagi kondisi COVID-19 kaya gini. Pasti kebayang bukan?
Kesehatan Juga Terpengaruh
Bukan cuma pendidikan, dalam bidang kesehatan pun juga kena imbasnya. Bukan cuma omong kosong aja, tapi karena susahnya akses ke suatu wilayah bikin kesehatan sulit terjangkau untuk orang-orang yang hidup di desa-desa terpencil. Bahkan di daerah Gowa, Sulawesi Selatan, tenaga medis yang akan melakukan vaksinasi “terpaksa” menyeberangi dan menyusuri sungai sepanjang 500 meter. Bukan pakai kapal atau motor tapi jalan kaki. Sementara itu, di daerah paling barat Indonesia, Aceh, juga memiliki medan yang sama. Salah satu desa di sana, Desa Sarah Raja, perlu berjalan melalui hutan belantara hingga malam hari untuk mendapatkan ataupun memberikan akses kesahatan ke warganya. Situasi yang bikin kita yang kalau mau berobat tinggal naik motor beberapa metere ngelus dada kan?
Deforestasi Itu Sangat Perlu
Dengan melihat apa yang terjadi di wilayah teman-teman kita di sana apa kita masih mau menolak deforestasi dan menginginkan zero deforestasi? Kayanya bukan langkah yang bijak kalau kita terus merongrong Ibu Siti Nurbaya yang menolak zero deforestasi di Indonesia dengan dalih itu akan merusak lingkungan. Sebenarnya bukan hal yang keliru buat menjaga lingkungan tapi tetap aja gimana nasib teman-teman di pedalaman? Mereka butuh kesehatan, mereka butuh pendidikan dan mereka perlu akses internet. Pembukaan lahan sangat perlu buat ngasih akses pendidikan, kesehatan dan internet biar teman-teman juga bisa menikmati apa yang kita nikmati sekarang. Kalau bukan dengan deforestasi bagaimana kita membangun jalan, membangun sarana pendidikan dan kesehatan yang bagus buat mereka? Akses nggak tiba-tiba muncul begitu aja.
Tapi ya, meskipun deforestasi seharusnya bukan kita tolak habis-habisan dan minta pemerintah memberlakukan zero deforestasi di Indonesia, cara yang sebenarnya bisa kita lakukan adalah dengan mengawasi deforestasi. Deforestasi yang bukan cuma dilakukan oleh pemerintah, tapi juga sama pihak swasta. Lalu, deforestasi yang tidak memakan lahan terlalu besar. Juga kemudian, deforestasi yang mempertimbangkan lingkungan. Pembangunan gedung dengan analisis dampak lingkungan yang tepat. Itu yang harus kita lakukan.
Deforestasi itu perlu. Kita udah mendapatkan kenyamanannya dan teman-teman kita di pedalaman juga punya hak yang sama.
Oh iya! Dalam mengawasi jangan cuma baca sepotong-potong ya. Hahahaha….