Belum lama ini, dari negeri Ratu Elizabeth ada kabar yang bikin kaget soal kemenangan Crystal Palace lawan klub Sultan Manchester City. Setelah laga ini terjadi sebuah kasus rasial yang dialami salah satu pemain Crystal Palace, Wilfried Zaha, yang ternyata salah satu pelakunya adalah orang Indonesia. Iya, Netizen Indonesia rasis banget dan membuat kita terkenal. Ada apa sebenarnya?
Kronologi
Setelah match antara Man. City dan Crystal Palace rampung, beberapa netijen tanpa terkecuali netizen Indonesia menyerang Wilfried Zaha, salah satu pemain dari tim yang menang di match kali ini. Nampaknya, netizen Indonesia ini cukup mangkel dengan Zaha yang bukan cuma cetak gol tapi juga dianggap biang keladi dari kartu merah Laporte.
Netizen Indonesia yang kesal dengan kalahnya klub tercintanya memaki-maki Wilfried dengan kata-kata rasial bahkan sempat menggunakan makian dalam bahasa Indonesia yang membuatnya langsung ketahuan asalnya oleh netizen yang lain. Hal ini langsung mengesankan kental bahwa netizen Indonesia rasis.
Zaha pun juga nggak tinggal diam. Pemain jebolan Manchester United ini membagikan screenshot dari DM-DM yang menyerangnya secara rasial termasuk warganet asal Indonesia itu yang bikin orang-orang pada tahu. Nggak cuma itu, Zaha juga menyuarakan bahwa dirinya bangga menjadi seorang kulit hitam.
Isu Rasisme
Isu-isu rasis yang terjadi bukan cuma ada di sepak bola atau Eropa-Amerika tapi juga di seluruh dunia bahkan Indonesia. Penyebab yang biasanya berpengaruh adalah kebijakan dari pemerintah yang terkadang menyudutkan suatu kaum kaya isu rasis terhadap kulit hitam juga awalnya terjadi karena pemerintahan Eropa-Amerika yang menganggap orang-orang kulit hitam tidak sekelas sama yang kulit putih.
Di sisi lain rasisme juga muncul karena perselisihan atau persaingan antargolongan yang bisa saja dipengaruhi sejarah. Sebut saja bangsa arya dan bangsa Israel yang “digongi” sama Hitler, konflik antar etnis yang terjadi di daratan Afrika karena sejarah mereka yang selalu mengalami politik dan keuangan yang tidak stabil, konflik Irak dan Iran dan yang paling terkenal adalah Israel dan Palestina yang kalau kita ceritakan sejarahnya perlu dibikin artikel baru.
Rasisme di Indonesia
Apakah Indonesia bebas rasis tidak seperti luar negeri? Pasti semua tahu jawabannya, yaitu tidak. Hahaha… Banyak sekali kejadian rasial di Indonesia, yang paling terkenal adalah kasus rasial kepada orang-orang Tionghoa yang pastinya dipengaruhi oleh faktor sejarah dan faktor kebijakan pemerintah pada masanya. Bahkan saking rasisnya bangsa kita yang katanya pribumi, saudara kita harus memiliki 2 nama, yaitu nama Chinese dan nama “Indonesia”.
Kasus rasial selanjutnya yang masih terjadi di Indonesia adalah kasus rasial ke orang-orang Indonesia Timur terutama Papua yang sempet kejadian waktu konsestasi Pilpres kemarin. Salah satu politikus asal Papua menjadi korban rasial oleh pendukung salah satu paslon.
Aksi rasial nggak selalu kelihatan gamblang, yang jarang-jarang terendus tapi sebenarnya ada adalah aksi rasial antara suku Jawa dan Sunda. Sering kali aku ketika kongkow dan mendengar bahwa kalau temenku yang Sunda pacaran dengan Jawa atau Jawa dengan Sunda ada sedikit masalah di orang tua mereka. Memang kasus rasial ini jarang-jarang terdengar, tapi tetap ada karena menyebar secara diam-diam.
Rasisme Mudah Menyebar
Kalau dipikir-pikir rasisme ini gampang banget menyebar di masyarakat. Bahkan jadi salah satu masalah yang nggak selesai-selesai. Produk manusia yang menyebalkan ini mudah menyebar karena pikiran yang kita buat sendiri. Biasanya rasisme berangkat dari prasangka-prasangka yang ada. Prasangka kaya Batak itu galak, Jawa itu gak bisa to the point, dan kalau di luar negeri kulit hitam itu ras kelas bawah.
Prasangka inilah yang sebenarnya gampang menular, bukan rasismenya. Kalian pasti pernah ghibahin orang karena sesuatu. Ada kemungkinan besar ketika berghibah, kalian jadi punya prasangka soal orang yang jadi korban ghibahan kan? Inilah yang terjadi sama rasisme. Rasisme “menunggangi” ghibahan sehari-hari. Kalau bukan karena mulut ke mulut siapa yang bakalan ngecap orang Batak itu galak? Padahal nggak semua batak itu galak. Kalau bukan karena ghibah siapa yang bakalan kepikiran kalau orang Chinese itu pelit? Padahal orang Chinese juga bisa aja lebih dermawan daripada yang nggak Chinese. Ghibahan ini yang bikin informasi menyebar kaya COVID.
Begitu juga yang terjadi sama netijen Indonesia yang rasis kepada Zaha. Padahal kalau kita pikir pikir orang Indonesia nggak pernah ada urusannya sama orang Afrika seperti orang-orang Eropa-Amerika. Apa yang terjadi? Ya karena alur informasi yang bikin mindset kita jadi ikut-ikutan kaya mereka.
Caranya Biar Nggak Rasis
Cara gimana biar nggak ikut-ikutan rasis itu sebenarnya gampang kok, setidaknya buat aku. Caranya kaya ya kita harus nerima kalau kita lahir dengan membawa identitas yang beda-beda bahkan yang mungkin kita sendiri aja nggak mau. Ada yang lahir dengan kulit putih, coklat dan cenderung gelap. Perbedaan ini gak boleh kita pakai buat menentukan kasta dan nganggep kalau yang mayoritas lebih superior.
Buat yang udah terlanjur punya prasangka atau stereotip kaya Chinese itu pelit coba anda buang sedikit-sedikit. Pelit itu bukan Chinese, dan Chinese nggak selalu pelit. Ada kok orang Jawa, Batak, Madura, Sunda, Papua yang pelit. Sifat-sifat pelit dan galak semua orang itu punya jadi jangan disangkutin sama ras.
Jangan lupa juga lihat sudut pandang orang lain. Coba deh kalau kalian bayangin kalian ini orang-orang kulit hitam yang mengalami penindasan dari jaman dulu. Padahal ya sebenarnya mereka gak tahu apa apa, tapi harus menderita karena kebegoan orang. Nggak mau kan? Makanya jangan rasis ya.
Oh iya, soal netizen Indonesia rasis ini emang nggak aku sebutin namanya, kalian bisa cari sendiri. Uniknya setelah kasus ini rame, banyak juga netijen Indonesia yang rame-rame minta maaf ke Zaha karena ulah satu netizen yang rasis ini. Kita masih ada gotong royong ternyata.
Baca juga kisah bal-balan lainnya :
Marc Cucurella si Spesialis Kiri Lapangan
Richarlison Gacor, Tapi Belum Memikat