Saat kita menerima fakta, kita harus bisa memilah dulu jenis fakta ini. Pertama, kalau fakta ini memang benar, baiklah kita masuk ke saringan berikutnya, apakah fakta ini berguna? Jika tidak maka kita abaikan saja. Sama seperti halnya dalam perkara Giring di-DO. Kalau benar memang ia pernah drop out, sebenarnya itu tidak penting penting amat. Lha, Megawati saja yang menjadi presiden juga drop out. Jadi, kenapa Giring tidak boleh DO? Ya, memang, keren sekali kalau kita memiliki gelar Doktor di depan nama kita saat menjadi politisi. Namun, jenjang pendidikan itu tidak menjamin intelektualitas.
Lebih Baik DO
Bagi saya, lebih baik seorang politisi di-DO, daripada memalsukan ijazah. Ingatkah kalian isu American World University yang menjadi terduga keras membagikan ijazah dengan harga terjangkau. Bahkan kasus ini sempat menyeret beberapa tokoh besar di Indonesia. Nah lho! Jadi mending mana, pernah di-DO dan mengakuinya atau membeli ijazah?
Sebelumnya juga ada kasus anggota DPR yang terkenal akan intelektualitasnya. Ya, saya merujuk pada Nurul Qomar. Qomar ini pada saat menjadi anggota DPR banyak mendapat pujian karena memiliki gelar doktor dan dianggap tokoh intelek. Nyatanya, ya ijazah dia palsu dan dia bahkan sempat mendekam di penjara karena masalah ini.
Kalau Giring, seenggak enggaknya dia gak malu mengakui kalau ia memang DO. Dan jujur saja, menjadi salah satu alumni DO bukan hal memalukan. Lha nyatanya, Ariel Noah juga DO. Sheila on 7 juga DO. Bisa jadi Giring cukup intelek, namun karena kesibukan lain seperti ngeband dan aktivismenya, ia jadi mau tak mau harus DO. Dan ini bukan hal yang buruk lho. Keluar dari kampus dan menjadi agen perubahan itu keren. Jadi gak usah terus merasa malu juga. Ini bukan aib! Aib itu kalau janji tapi tidak ditepati. He..he..
Giring Bukan DO Biasa
Tergelitik rasanya saat saya membaca salah satu komentar di twitter. Tweet itu mengatakan Bill Gates juga DO tapi jangan dibandingkan dengan Giring. Giring katanya keluar dari kampus karena emang gak mampu aja dan prestasinya tidak bisa disandingkan dengan Bill Gates.
Sejujurnya saya nggak setuju. Kalau saya membandingkan Giring dengan politisi dari kalangan artis lainnya, Giring jelas lebih berprestasi. Biasanya caleg dari partai hanya pemanis kartu suara, namun Giring enggak. Di wilayah pemilihannya, Giring berhasil menaklukan Kota Bandung atau Jabar 1. Padahal, jelas jelas kota Bandung adalah basis partai yang menjadi rivalnya PSI. Walau akhirnya tidak melenggang ke Senayan, Giring menunjukan ia piawai dalam berkampanye.
Tak heran kalau kemudian Grace Natalie tak segan memberikan kursi ketua umum pada Giring selama mantan presenter ini menyelesaikan masa studinya di Singapura. Giringpun menanggapinya dengan melakukan manuver manuver menarik. Salah satunya adalah mencalonkan diri sebagai Capres 2024. Semisalpun Giring gagal maju jadi calon, tindak tanduk vokalis Nidji ini sudah membuat PSI terkenal.
Tak lama, ia juga memutuskan untuk berkonfrontasi dengan seorang pecatan menteri Presiden Jokowi sekaligus ‘pembohong’. Meski tak menyebut merk, semua sudah tahulah siapa yang Giring maksud. Hal ini memungkinkan PSI makin masuk pusaran pembicaraan.
Bisa jadi, PSI di bawah Giring akan jauh lebih berbahaya. Seenggak enggaknya, tahun 2024, PSI bisa melenggang dulu ke Senayan. Ini akan menjadi modal bagus PSI untuk bersaing di level selanjutnya.
Siapa tahu Giring benar benar akan masuk bursa RI-1 di tahun tahun berikutnya.
Baca juga :
Gerak Gerik Giring Jelang Natal
Korupsi dalam Norma dan Hukum Positif
[…] Giring di-DO ? Terus kenapa? […]