Seharusnya Indonesia berdiri sejajar dengan negara negara Asia Timur dan Timur Tengah dalam hal olah bola. Pada era 70an, Indonesia bisa bermain imbang dengan kekuatan seperti Uni Soviet misalnya. Jepang saja belajar pada kita mengenai kompetisi sepak bola yang sehat pada Galatama. Namun nyatanya masalah sepak bola Indonesia menghentikan laju timnas. Setidaknya, ada beberapa catatan masalah sepak bola Indonesia yang terus menghantui dari tahun ke tahun.
Pengaturan Skor
Sudah berulang kali wasit di Indonesia mengeluarkan keputusan aneh. Tidak hanya itu saja, banyak pertandingan berakhir dengan tidak wajar. Misalnya saja pertandingan antara PSS Sleman dan PSIS Semarang yang berakhir dengan skor 3-2 di tahun 2014. Skornya tidak aneh, tapi ketika melihat prosesnya kita akan tercengang karena semuanya gol bunuh diri! Selain itu, pada 1998, Indonesi tercoreng karena memainkan sepak bola gajah melawan Thailand dimana Mursyid Effendi sengaja membuat gol bunuh diri agar Indonesia tidak menghadapi Vietnam.
Suporter Yang Tidak Dewasa
Sudah sering kita mendengar suporter bola yang masuk tanpa tiket dan merusak fasilitas stadion saat kalah. Suporter yang satu ini memberikan banyak efek negatif pada sepak bola Indonesia. Yang pertama, mereka membuat pengalaman menonton sepak bola terasa berbahaya hingga membuat orang awam enggan menonton pertandingan secara langsung. Kedua, karena mereka merusak dan menonton tanpa tiket, mereka merugikan klub secara finansial. Sayangnya hingga saat ini tak pernah ada tindakan tegas untuk memberantas suporter seperti ini. Tahu kenapa?
Politisasi Sepak Bola
Bukan rahasia, banyak pengurus klub adalah orang politik. Mereka tidak ingin klub untung secara finansial dan independen. Mereka lebih membutuhkan suara dari suporter untuk memenangkan pemilu. Akibatnya, banyak klub perserikatan yang disulap menjadi bertabur bintang lewat jalan APBD. Hal ini sekaligus mematikan klub sepak bola yang sudah profesional dari Galatama. Tak heran ketika aturan APBD direvisi, banyak klub kolaps dan tak mampu menanggung beban gaji pemain.
Selain itu kasus politisasi sepak bola juga terjadi di timnas. Semua tentu tak lupa saat timnas kita digunakan untuk kampanye seorang tokoh pada 2010 padahal timnas sedang membutuhkan konsentrasi penuh di final Piala AFF Cup. Akibatnya, kita kalah dari Malaysia.
Pemain Yang Tidak Disiplin
Dari sisi pemain juga tak kalah runyam. Berita keterlambatan pemain dalam training centre menjadi makanan sehari hari media. Bahkan menurut pengakuan Rochi Putiray baru baru ini, banyak pemain pada timnas SEA Games 1997 menggunakan narkoba jenis sabu. Tidak hanya itu, beberapa kali pemain timnas tertangkap di media sosial menjalani kehidupan yang tidak sesuai gaya hidup atlet seperti makan, makanan tidak sehat.
Demikian tadi masalah sepak bola Indonesia. Kini Indonesia di ambang juara Piala AFF, tapi kenyataannya, Indonesia sering mengecewakan di final. Apakah tahun ini akan ada perubahan?
Baca Juga :
Dokter Gadungan PSS Sleman dan Sejumlah Ironi
Timnas Indonesia di AFF Cup 2021 Bak Atletico Madrid