Waktu Baca: 3 menit

Salah satu dosen saya menggambarkan bahwa orang Asia dan Eropa sangat berbeda. Orang Eropa melihat kotak kayu sebagai kotak kayu semata. Ia akan melihat bahannya, warna catnya, ketebalannya dan seterusnya. Orang Asia sebaliknya, ia akan mempertanyakan kenapa kotak itu dari kayu, kenapa tidak dari besi? Jika dari kayu, maka energi apa yang akan terkandung di kotak itu? dan seterusnya. Pendek kata, orang Eropa akan menilai barang apa adanya sementara orang Asia akan menilai suatu barang sebagai sebuah keseluruhan.

Dari sinilah saya ingin memulai membahas The Whole Truth, sebuah film Thailand yang sedang rame di Netflix. Bagi saya, The Whole Truth adalah sebuah studi menarik dari keluarga Asia dan permasalahannya. Jika orang Eropa melihat keberadaannya sebagai individu, orang Asia melihat keberadaannya sebagai bagian dari sistem yang lebih besar. Sistem yang membolehkan individu untuk dikorbankan.

Bagian Dari Komunitas

Orang Asia tidak melihat keberadaannya sebagai individu. Orang Asia cenderung menganggap posisinya sebagai bagian dari sistem. Sistem apa? Macam macam. Bisa itu sistem komunitas perumahan, keluarga dan bahkan negara. Itulah mengapa sistem otoriter di Tiongkok bisa berhasil. Sebab, tidak ada orang yang menganggap dirinya penting sebagai individu. Mereka melihat diri mereka sebagai bagian dari sistem itu sendiri.

Lalu, apakah orang Asia tidak punya sisi individu? Punya, namun dalam banyak komunitas sisi individu seperti ingin mendapat penghargaan, apresiasi dan cinta itu harus terbayarkan dengan peran di komunitas. Artinya, kamu baru mendapat penghargaan jikalau kamu menjalankan peran tertentu atau membayar dengan prestasi tertentu.

Itulah yang menjadi bagian penting dari film The Whole Truth. Film ini menceritakan manusia manusia dari keluarga Asia yang merasa bisa mendapat cinta dan apresiasi jika mereka meraih prestasi tertentu. Tentu tidak mudah mendapat ekspetasi itu. Makanya, mereka mereka ini akhirnya terjatuh dalam rentetan tragedi episodik yang menjadi kerangka film ini.

Plot Twist Yang Bicara Soal Keluarga

Film ini dimulai ketika seorang wanita mengalami kecelakaan dan dua anaknya harus diasuh oleh kakek neneknya. Dari situlah cerita bergulir. Sesungguhnya, tanda tanda adanya plot twist mulai terlihat dari sini. Sejak awal film bahkan, sebenarnya kita sudah bisa mulai mendapat tanda tanda plot twist.

Plot twist macam apa? Akan saya kasih bocoran sedikit tapi sebenarnya ya tak terlalu mengejutkan karena film semacam ini selalu menampilkan karakter kejutan. Salah seorang di antara tokoh tokoh dalam film tersebut sebenarnya melakukan perbuatan kejam untuk mendapat penghargaan dari sekelilingnya. Tak perlu saya sebut siapa agar tidak mengganggu kenikmatan penonton. Namun saya tertarik membahas ‘tokoh itu’ tanpa harus menyebutkan siapa. Nanti setelah anda selesai menonton, toh anda akan tahu.

Pada saat akhirnya kita melihat kenyataan akhir di film ini, kita akan menganggap si ‘tokoh itu’ sebagai orang yang sangat jahat. Bahkan akhir film ini tidak segan segan memberikan hukuman yang keras pada tokoh ini. Tak pernah mungkin terpikir di benak kita kenapa orang ini bisa menjadi seperti itu.

Sesungguhnya, pilihan pilihan yang tokoh ini buat bisa jadi adalah pengaruh kedua orang tuanya. Tokoh ini memilih pasangan terbaik, membuat keluarga yang sehat dan ingin agar anaknya berlaku sepertinya: membanggakan kedua orang tuanya.

Tokoh ini adalah korban juga. Ia cuma ingin mendapat apresiasi dan juga penghargaan atas usahanya. Namun, film The Whole Truth adalah sebuah film generik yang memilih memberi kepuasan pada penonton dengan menghukum tokoh ini seberat beratnya. Saya rasa, keputusan ini tidaklah cukup bijak.

Bagi saya, nasib akhir dari tokoh kejutan adalah titik lemah film ini. Lalu bagaimana dengan filmnya?

Teror Yang Tak Konsisten

Film ini masih kalah jauh dengan era keemasan film film  Thailand yang menghadirikan horor horor berkualitas macam Shutter. Malah ada perasaan film ini jatuh ke semi rip-off dari The Visit. Plot memang berkisah seputar lubang kecil misterius, dan teror seolah disajikan dengan sederhana dan peringatan yang gampang kita baca. Asal tokoh melihat ke dalam lubang, itu tanda bahwa teror akan dimulai. Saat teror terjadi, teror yang adapun ternyata nanggung. Kalau penonton sudah mendapat early alert terkait kapan teror datang, bagaimana teror bisa efektif? Inilah yang membuat film The Whole Truth berakhir sebagai sebuah film hiburan sekali duduk, bukan sebuah film horor yang berkesan.

Meski demikian, tak ada salahnya menonton film ini untuk menghabiskan waktumu.

Baca juga :
Alasan Jelangkung Adalah Film Horor Terlegendaris Indonesia

McG Menggila Setelah Sering Dicerca!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini