Sebagai bangsa yang adiluhung, kita punya berbagai dialektika dalam menghadapi persoalan hidup. Siapa sih yang dalam hidup ini nggak pernah melakukan kesalahan? Pastilah setiap orang pernah membuat kekeliruan dan kecerobohan. Seperti biasa kekhasan masyarakat kita, urusan tanggung jawab atas suatu kesalahan itu adalah perkara belakangan. Yang penting omong dulu, tanggung jawab belakangan aja. Atau mungkin kalau bisa, beban tanggung jawab bisa berkurang drastis. Nah, saya menemukan setidaknya ada tiga tips jitu ala orang kita, untuk menghindari tudingan kesalahan orang lain. Ketiganya adalah diksi kata oknum, khilaf, dan bercanda. Mari kita bahas satu per satu tips menghindari tudingan kesalahan dari orang lain.
Oknum
Satu kata sakti ini saya belum menemukan padanan katanya dalam bahasa Inggris. Bahkan ketika saya coba lacak ke bahasa Latin sebagai akar bahasanya, pun tidak ada penjelasan yang tepat. Oknum itu sebutan untuk kepribadian atau individu, tetapi dengan konotasi informasi yang jelek. Kata oknum biasa kita munculkan ketika ada kasus besar yang beberapa atributnya berkaitan dengan keseharian kita. Misal kasus mahasiswi melakukan transaksi open BO. Kita sebut itu adalah oknum, supaya label kita sebagai mahasiswa tidak tercemar. Untuk memperkuat alibi itu, kita bisa mengatakan bahwa tindakan satu oknum tidak mewakili isi pikiran komunitas.
Kita tahu bahwa di tubuh aparat banyak kelakuan buruk yang tudingannya lantas dialamatkan pada oknum. Cuma ya itu seluruh oknum se Indonesia raya kalo dikumpulkan di satu tempat mungkin kita bisa bikin satu atau dua batalyon. Oknumnya cuma satu sih, tapi temennya banyak.
Khilaf
Secara harafiah, khilaf berarti keliru atau salah. Tetapi dalam konteks perbincangan keseharian, khilaf berarti kesalahan yang terjadi karena tidak disengaja. Orang bertindak sesuatu tanpa melalui proses berpikir yang cukup panjang. Dengan mengatakan khilaf, ini memberi ruang dalam pikiran kita untuk memaafkan dan memaklumi perbuatan kesalahan tersebut. Nah, mengapa antara kata ‘khilaf’ dan ‘salah’ memberi rasa pemakluman yang berbeda? Entahlah.
Ketika kita mengatakan ‘salah’ (bukan striker Liverpool), maka seolah perbuatan itu ada di titik gelap. Hidup lantas hanya jadi dikotomi hitam dan putih. Tetapi uniknya, ketika kita mengatakan ‘khilaf’, maka perbuatan itu seolah ada di gradasi hitam keputih-putihan. Mungkin ada di 75 persen warna hitam. Ada 25 persen kesempatan untuk memaklumi perbuatan tersebut.
Cuma masalahnya sekarang, orang dengan enak membajak kata ‘khilaf’ untuk melabeli perbuatan kriminal. Kalau kasus pelecehan seksual yang dilakukan tokoh agama lantas mendapat label khilaf, betapa gawatnya. Tetapi patut diakui, kata khilaf adalah salah satu strategi jitu untuk menghindari tudingan kesalahan orang lain.
Bercanda
Belum lama ini oknum polisi di polres Jakarta Timur menggunakan label ‘bercanda’ atas aksinya menolak laporan warga yang kehilangan ATM. Banyak pula netizen yang berlagak me-roasting teman atau membully kawannya sendiri, lantas menggunakan label ‘bercanda’ setelah tahu bahwa kata-katanya akan berujung pada pelaporan pada polisi.
Padahal pelawak professional juga pikir-pikir ketika hendak membuat materi roasting atau komedi. Candaan dengan menyinggung orang lain itu sebetulnya tidak recommended bagi dunia panggung hiburan. Ini kecuali jika orang yang hendak disinggung itu diperkirakan akan sepakat dan tidak marah dengan materi komedi. Misalnya pada kisah roasting Anies Baswedan. Meski Godbless bilang bahwa dunia ini hanya panggung sandiwara, tetapi kelucuan di realitas kehidupan tidaklah sama dengan di panggung hiburan.
Tetapi boleh juga dicoba, ketika kita mengucap atau menulis kata yang menyinggung hati orang lain, gunakan saja jurus alibi ‘bercanda’. Mungkin ini akan sedikit mengurangi dampak langsung dari ketersinggungan. Toh jarang juga orang yang mendapat somasi lantas dengan gagah berani mengakui “Ya, saya memang sengaja menyinggung anda. Memangnya kenapa?”
Nah itulah 3 tips jitu untuk menghindari tudingan kesalahan dari orang lain. Selamat mencoba.