Waktu Baca: 3 menit

Ardhito Pramono, penyanyi idola jaman sekarang baru-baru ini kena kasus penggunaan narkotika. Berita ini pastinya langsung menggegerkan netijen di dunia maya. Pihak kepolisian menangkap Ardhito Pramono di rumahnya di Duren Sawit, Jakarta Timur. Setelah penangkapan, Kepolisian meminta Ardhito melakukan tes urine buat memastikan apakah bener pakai narkoba. Sayangnya, hasil test urine menyatakan Ardhito positif narkoba.

Tapi, kalau kita pikir-pikir ya, sebenarnya berita ini harusnya nggak mengagetkan. Bukan karena aku dah suudzon ke Ardhito Pramono lho ya. Lebih condong ke penggunaan narkoba, terutama alkohol dan ganja di dunia seni yang sebenarnya udah lazim. Coba kita liat ke belakang. Ridho Roma, Anji sampe Coki Pardede baru ditangkap karena kasus sama.

Lalu kenapa seniman biasanya nggak jauh dari hal ini?

Hubungan Seniman – Narkoba – Alkohol

Hubungan seniman dengan alkohol sama narkoba sebenernya udah jadi rahasia umum. Terutama buat mereka yang pernah bersinggungan langsung sama senimannya. Baik bersinggungan karena sempat bekerja sama atau emang berelasi sama orangnya.

Kebutuhan seniman akan alkohol sama narkoba bisa tergambar dari ucapan Coki Pardede. Comika jebolan SUCI 4 ini pernah mengatakan kalau narkoba bikin dia jadi makin pede. Hal ini sejalan sama beberapa pengalamanku bersinggungan sama mereka yang pernah menggunakan narkoba atau alkohol.

Uniknya, teman-temanku yang berprofesi seniman bisa berhenti ketergantungan. Terutama ketergantungan akan alkohol, karena sebagian besar hanya peminum. Mereka juga mengiyakan kalau penggunaan alkohol (atau narkoba) memberikan sensasi ketenangan. Sensasi ketenangan ini membuat mereka merasa lebih kreatif. Sensai ketenangan ini juga bikin mereka ngerasa pede.

Penggunaan narkoba atau, yang paling sering, alkohol juga berasal dari setress. Seniman, kaya pekerjaan lainnya, juga mengalami setress. Tapi, biasanya penyebab setressnya lebih beragam. Bisa tekanan dari masyarakat atau fansnya (karena emang fans suka nekan idolanya). Kalau kata Pandji Pragiwaksono, fans are demanding friends are undestanding.

Penyebabnya juga bisa karena tertekan sama karyanya sendiri. Seperti yang sempat Kunto Aji bicarakan terkadang seniman harus bertarung sama karyanya yang meledak. Seniman diliputi kecemasan apakah karya selanjutnya bakalan sama suksesnya atau justru berantakan.

Apakah Benar Menggunakan Narkoba Membantu?

Kalau kita bertanya apakah narkoba membantu mereka, jawabannya bisa iya dan nggak. Tergantung dari kacamata yang kita pakai.

Kenapa kok bisa iya? Karena alkohol dan narkoba mau nggak mau kita amini sebagai pelarian pencarian sensasi ketenangan. Sensasi ketenangan yang mereka dapatkan dari alkohol dan narkoba boleh jadi adalah alasan kita bisa menikmati karya mereka. Nggak menutup kemungkinan lagu yang kamu denger sekarang lahir dari ketenangan alkohol sama narkoba.

Tapi, di sisi lain, kalau dari kacamata sains ketenangan ini sebenarnya semu. Sebuah studi mengatakan hal ini. Di studi yang melibatkan 40 peminum ini menunjukkan sesuatu yang unik. Mereka yang mengira diberi alkohol ternyata bisa bekerja lebih kreatif daripada yang tau mereka tidak meminum alkohol.

Hal ini memang bisa kita simpulkan sendiri kalau kebutuhan akan ketenangan berperan penting dalam kreatifitas. Dan hal ini nggak bisa disediakan masyarakat, tapi justru yang merangkul adalah narkoba dan alkohol.

Belajar Memahami

Meskipun kita bukan pengguna narkoba atau peminum kita seharusnya bisa memahami mereka. Nggak jarang tekanan seniman justru datang dari kita sendiri, orang yang ngaku fans. Kita sering membebani para seniman dengan ekspektasi-ekspektasi. Serta juga membebani mereka dengan selalu membandingkan karya mereka sendiri. Inget, seniman bisa setress karena memikirkan karya mereka.

Danilla Riyadi, pernah memprotes hal ini dengan MPV-nya. Dia merasa kalau seniman ya udah kerjanya mengekspresikan diri mereka. Sayangnya kita, sebagai penikmat seni bukannya mendukung tapi lebih sering mencibir. “Ah bagusan yang dulu”, “Kenapa sih harus ganti aliran musik?” dan lainnya.

Padahal, namanya pengekspresian diri kita sebagai penikmat harusnya ya mendukung. Kalau nggak cocok di telinga kita ya jangan dihujat. Sebagai penikmat karya kita harus belajar memahami dan berkomunikasi dengan baik.

Yuk, Tetep Disupport

Kita sebenarnya bisa juga ngomong “Ah tekanan kaya gitu semua orang ngalamin”. Tapi, kalau kita mencoba melihat mereka, tekanannya serupa tapi tak sama. Mirip tapi beda. Kalau emang nggak bisa ikut membantu memberikan kenyamanan, seenggaknya nggak nge-judge. Justru momen seperti ini bisa jadi sebuah titik buat seniman dan kita sendiri. Salah satunya adalah tetap mendukung semua seniman buat tetap berkarya apapun kondisinya.

Baca juga:

Tick, Tick…BOOM! Adalah Representasi Dilema Umur dan Karya

Jakarta Bikin Stress, Tapi Narkoba Haram

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini