Waktu Baca: 3 menit

Inklusi bagi disabilitas mungkin masih isu yang kurang mendapat perhatian. Namun tak ada salahnya terus kita perjuangkan.

Jika membicarakan batas diri, tentu saja setiap orang berbeda-beda. Tidak bisa disamaratakan. Ada orang yang mampu lari marathon sampai 10km, ada yang hanya 5km, atau bahkan hanya 1km. Lantas apakah yang berlari kurang dari 10km lemah? Tidak juga. Tapi yang menjadi tanda tanya, bagaimana kita mengenali batas diri kita sendiri? Bisa jadi, kita bisa melakukannya lebih namun tersendat hanya karena ada batas-batas lain yang membatasi, baik dari diri kita sendiri atau bisa juga dari faktor x.

Tidak mudah memang mengetahui batas diri sendiri, terlebih jika kita memiliki keterbatasan dalam diri sendiri. Kita lantas dengan mudah menghukum diri dengan “aku tidak sepintar dia” atau “aku tidak akan pernah bisa.”

Tapi… mau tidak mau kita harus mau melampaui batas diri sendiri, karena ternyata faktor belenggu paling besar yang justru menghambat potensi kita adalah diri sendiri. Kalau jaman sekarang sih biasanya orang terserang penyakit insesor eh insecure hehe. Ketika kita mengalami perasaan insecure, itu sebenarnya hal yang lumrah, wajar, manusiawi. Tenang aja. Orang yang kita pandang cantik di IG aja, pasti pernah ngalamin insecure. Insecure juga bermacam-macam, bisa karena fisik, materi, atau bahkan kemampuan.

Peluang Dalam Perasaan Insecure

Tapi… tapi… percaya gak? Kalau disetiap Insecure atau dalam keterbatasan diri juga ada kesempatan yang sama untuk mengembangkan setiap potensi diri? Harus percaya dong. Yuk kita baca kisah seseorang yang aku tulis ini.

Namanya Salsa, kami bertemu dalam event Global Youth Conference 2021. Dia sebagai Narasumber panel, sedangkan saya peserta. Lalu apa yang menarik? Yap, kisah inspiratif yang dipaparkan Salsa. Salsa adalah seorang tuli berasal dari Bali. Mulanya, Salsa terlahir dengan keadaan normal, namun pada umur 3,6 tahun ia mulai mengalami gangguan pendengaran, yang diakibatkan oleh demam tinggi. Dengan berat hati dokter mengatakan bahwa saraf telinga Salsa bermasalah, sejak saat itu Salsa mengalami ketulian.

Meski begitu, keterbatasannya tidak menghambat dirinya untuk terus mengembangkan potensi dirinya. Bagaimana caranya?

Bersekolah/Berkuliah Seperti Biasa

Teman tuli juga bisa berkesempatan bersekolah di sekolah yang normal seperti teman-teman dengar lainnya. Saat ini kurikulum sekolah yang baru, mereka harus mau menerima peserta didik dari berbagai kalangan. Jadi, mereka bisa menggunakan alat bantu dengar untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tidak hanya itu, komunikasi tertulis juga bisa digunakan sarana untuk saling bertegur sapa. Terlebih, sekarang sudah banyak sekolah-sekolah yang juga mengajarkan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan teman-teman tuli. Teman-teman dengar bisa juga mempelajarinya untuk berinteraksi dengan mereka. So, mereka juga mempunyai kesempatan yang sama kan?

Mengikuti Komunitas

Kata siapa seorang disabilitas tidak bisa bersosialisasi? Memang akan terlihat sulit, tapi di sinilah inklusi masyarakat kita akan terlihat. Jika dulu disabilitas cenderung dipandang sebelah mata. Kini kita bisa mematahkan stigma-stigma itu. Banyak komunitas yang mau menerima disabilitas dan non-disabilitas dalam satu wadah.

Seperti kisah Salsa, ia mencoba bergaul dengan teman-teman dengar di kampus seperti layaknya teman dengar lain, dengan bergabung di komunitas Srikandi Bali dan Kitapoleng Bali. Komunitas tersebut tidak membedakan disabilitas dan non-disabilitas, sehingga Salsa bisa mengembangkan bakat menarinya. Wah seru ya jika kita bisa saling berkolaborasi seperti itu?

Tetap Produktif dan Berkarya

Meski dengan keterbatasan. Seorang disabilitas juga bisa tetap produktif dan berkarya. Mereka memiliki potensi yang bisa terus berkembang. Tak sedikit teman-teman disabilitas yang jago melukis bahkan lukisannya bisa sampai masuk gallery pameran. Tak hanya itu, banyak juga yang pandai bernanyi, membuat kerajinan tangan, atau menari seperti Salsa. Seorang disabilitas juga bisa melampaui batas kan? Keren kan…

So, Yuk kita bersama-sama membangun dan menciptakan inklusi bagi teman-teman disabilitas, agar nantinya kita bisa berkolaborasi dalam melampaui batas-batas untuk menjadi versi terbaik diri kita dan juga bagi lingkungan sekitar.

Foto Oleh : Nathan Anderson

Baca juga :

Natal Inklusif Di Gereja Santo Antonius Padua Muntilan

Bisa Jadi Alasan Menjaga Mental Justru Menghancurkan Masa Depanmu

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini