Waktu Baca: 3 menit

Mungkin banyak yang belum tahu tentang toxic positivity. Apa sih toxic positivity itu? Toxic positivity adalah sebuah tindakan yang mengacu pada perlakuan toxic (buruk) dengan dalih menyebarkan energi positif kepada khalayak umum. Toxic positivity biasanya menyerang beberapa orang yang lekat dengan validasi, kekuasaan, hingga perasaan dominan. Psst, biar lebih paham yuk kita geledah pelan-pelan pakai contoh yang baru-baru ini viral!

Validasi, Kekuasaan, dan Dominasi

Ketiga hal di atas ini seringkali ditemui pada seseorang yang bersembunyi di balik dalih positivity. Ketika seseorang mempunyai ketiga hal itu, maka sangat mudah untuk mengontrol lingkungan sosial untuk bersikap seperti yang kita kehendaki. Aksi dan reaksi yang timbul akan menjadi satu circle di mana validasi akan bekerja untuk kekuasaan, dan kekuasaan akan menyalurkan kekuatannya untuk mendominasi lingkungan.

Baru-baru ini salah satu influencer mendadak viral karena perlakuannya terhadap mahasiswi baru yang menurut warganet tidak wajar.

Kejadian berawal saat seorang influencer bernama Natya Shina mendapat DM (Direct Message) di akun Instagram-nya dari seorang mahasiswi. Mahasiswi itu meminta bantuannya untuk mengerjakan (joki) ujian di salah satu mata kuliah. Alih-alih membalas secara pribadi, Natya malah mengunggah isi pembicaraan tersebut ke dalam Instagram story-nya dengan menambahkan beberapa pendapat. Secara terang-terangan dia menyebutkan bahwa ia tidak setuju dengan joki tugas/ujian.

Sampai di sini, warganet masih sependapat dengannya. Namun, ternyata Natya juga mengunggah perkataan yang menyatakan bahwa ia merasa malu sebagai alumnus universitas yang bersangkutan dan merasa bahwa mahasiswi yang mengirim pesan ini mempermalukannya. Lebih lagi, saat tahu ternyata mahasiswi tersebut hanya bermaksud bercanda, bukannya menasehati secara pribadi, ia justru kembali mengunggah isi pembicaraan lanjutan dengan menambahkan perkataan-perkataan yang makin tidak sesuai konteks.

Warganet pun geram ketika melihat balasan Natya tersebut. Pasalnya, ia malah menunjukkan eksistensi sebagai alumnus salah satu universitas ternama dengan menyebutkan statusnya sebagai asisten dosen dan perwakilan mahasiswa. Entah sengaja atau tidak, ia malah membalas dengan konteks ingin melaporkan perbuatan mahasiwi tersebut ke orang-orang penting yang bekerja di program studi tersebut. Tentu saja ini membuat warganet makin geram dan tidak setuju. Terlebih, fakta bahwa mahasiswi yang bersangkutan sudah meminta maaf dan mengaku salah, Natya malah semakin gencar untuk melaporkan tindakan tersebut ke pihak tertentu.

Dari Kasus Tersebut, Mana Toxic Positivity-nya?

Melihat dari kacamata awam, selain tidak setuju dengan unggahan yang bersifat haus validasi, warganet juga merasa bahwa Natya terlalu over dalam menanggapi pernyataan mahasiswi tersebut. “It’s not that serious, Natyashina” tulis salah seorang warganet. Karena konteksnya bercanda, warganet merasa bahwa Natya bukannya menjadi contoh yang baik malah sebaliknya, yaitu mempermalukan diri sendiri dengan berlaku demikian. Selain itu warganet juga merasa bahwa Natya menggunakan power-nya sebagai influencer untuk mendapatkan validasi dari warganet bahwa ia seakan-akan berhak untuk bertindak sejauh itu.

Validasi dan pengakuan perasaan sebagai orang yang berpengaruh membawa Natya untuk mendominasi pemikiran para pengikutnya untuk bertindak sama dengannya. Natya sendiri mempunyai kurang lebih 500 ribu pengikut di Instagram-nya. Itu berarti dengan mengunggah isi pembicaraan tersebut, separuh dari para pengikutnya bisa saja mempunyai pikiran yang sama dan pada akhirnya akan bertindak di luar batas kepada mahasiswi yang mengirim pesan. Tidak berhenti di situ, warganet bahkan mengutarakan rasa kasihan karena menganggap Natya kurang bijak dalam menghadapi masalah ini.

Apa Maknanya?

Dari kejadian di atas, baiknya memang kita perlu memilih dan memilah perkataan yang kita unggah di media sosial. Dari sisi mahasiswi pun tidak bisa dibenarkan karena dia meminta tolong secara kurang sopan pada seseorang yang tidak ia kenal. Namun dari sisi Natya pun juga bukan berarti benar karena akhirnya tidak menyelesaikan masalah dan malah cenderung out of context. Ada baiknya kalau ingin speak up, tidak terlalu berlebihan dan tetap sesuai konteks. Niatnya mau spread positvity biar gak pada joki nugas, eh malah berakhir kena amuk netizen karena out of context 🙂

Baca juga:

Toxic Positivity yang Menyebalkan, Ketika Cowok Nggak Boleh Nangis

Waspadai Gejala Toxic Productivity

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini