Waktu Baca: 3 menit

Belajar itu bagaikan jalan-jalan. Kurang lebih seperti itulah yang saya tangkap dari acara launching buku ‘Sinau Sinambi Mlaku: Dinamika Guru SMA Kolese De Britto di Kelas Bersama Murid’ pada hari Jumat (4/2) minggu lalu. Buku yang berisi refleksi para guru SMA De Britto dalam mendekatkan sejarah ke siswa ini mempunyai judul yang cukup menarik. Istilah ‘sinau sinambi mlaku’ yang berasal dari bahasa Jawa mempunyai makna secara harfiah yaitu ‘belajar sambal berjalan’. Judul ini sebenarnya diambil dari salah satu judul tulisan yang ada di buku yang ditulis oleh Martin Dwi Prasetyo, S.S.. ‘Belajar sambil berjalan’ tak hanya berhenti menjadi tulisan di buku, istilah ini bisa kita maknai lebih dalam lagi tentang sifat dasar sebuah kegiatan belajar.

Tak Lagi Soal Menghafal

Di antara banyaknya pembaca Pakbob, siapa, nih, yang masih berpikir jika belajar di sekolah itu hanya soal menghafal teks di buku? Kegiatan belajar memang identik dengan guru mengajar dan memberi ceramah di kelas, siswa menghafal rumus dan teks dari buku, mengikuti tes, dan mendapat nilai. Dunia pendidikan di Indonesia sejujurnya masih awam untuk mengajak para siswa mendekati dan mengeksplor mata pelajaran lebih dalam lewat cara yang unik. Tugas guru hanya sebatas mengajar di kelas dengan metode mengajar yang itu-itu saja. Sedangkan para siswa tak terbiasakan untuk belajar dengan mandiri tanpa perintah guru. Kalau tidak mendapat tugas untuk membaca bab tertentu, mereka jarang punya inisiatif untuk memulai. Alhasil, gambaran sebagai siswa di Indonesia hanya soal ikut pelajaran, menyimak, menghafal rumus atau teks, mengerjakan soal dan mendapat nilai—selesai.

Padahal, belajar tak lagi soal menghadapi buku teks saja. Sekolah seharusnya mampu menyiapkan siswa untuk mampu menghadapi permasalah dunia yang rumit dengan mengajak mereka berpikir secara bebas dan belajar atas kemauan sendiri. Seperti yang Martin Dwi Prasety, S.S. sampaikan, kita tak lagi belajar tentang suatu hal (mata pelajaran), melainkan soal apa yang bisa kita pelajari atau petik dari hal tersebut. Dengan kata lain, suatu mata pelajaran notabene punya fungsi sebagai penghubung antara esensi ilmu pengetahuan dan kemampuan siswa. Jika tersalurkan dengan baik, maka siswa akan terbiasa untuk berpikir dengan kritis dan mandiri.

Next, Mau Ke Mana?

Ada satu kalimat yang A.A Kunto A., selaku narasumber di acara launching, katakan yang cukup membekas di saya. Kunto kurang lebih menanyakan langkah selanjutnya setelah penerbitan buku Sinau Sinambi Mlaku dengan pertanyaan: Mau mlaku ke mana?

Pertanyaan ini, jika kita pahami dengan seksama, sebenarnya cukup mengusik. Sistem pendidikan di negara kita memang masih jauh dari kata sempurna. Kegiatan belajar mengajar pun terkesan masih kuno dan konvensional. Apalagi dengan hak mendapatkan pendidikan yang belum merata. Semua masalah ini dan lainnya yang belum saya sebut akan menjadi lengkap dengan pertanyaan Kunto barusan, yaitu tentang fungsi dari sinau atau belajar.

Coba kita ambil judul buku sebagai sebuah ibarat, yaitu belajar sebagai kegiatan jalan-jalan. Selama kita jalan-jalan, kita akan bertemu banyak hal, tempat, manusia, dan kejadian. Gambaran ini juga berlaku saat kita belajar—kita belajar banyak materi, bertemu dengan berbagai macam guru dan teman, mencoba bereksperimen, dan menguji apakah kita mampu melewati rintangan lewat ujian. Lalu, selama melakukan kegiatan belajar alias jalan-jalan itu, ke mana tujuan kita sebenarnya? Apa sebenarnya alasan dari kita mempelajari Trigonometri? Apakah manfaat dari mengamati bentuk sel daun lewat mikroskop? Apa tujuannya kita mengulik ulang kehidupan praaksara?

Semua kegiatan dan unsur yang mendampingi kita selama proses jalan-jalan atau belajar tadi ikut berkontribusi ke pembentukan jalan menuju ke tujuan sebenarnya. Kita sebagai pelajar, berapapun umurnya, mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan destinasi akhir dari perjalanan tak kenal umur ini. Belajar tak hanya soal duduk di kelas dan menyimak ceramah guru. Tapi juga soal belajar tentang kehidupan, manusia, dan alam semesta. Jadi, meskipun pembaca Pakbob ada yang sudah lulus sekolah, bukan berarti kegiatan jalan-jalan kalian berhenti, ya. Jalan kalian masih panjang, jadi yuk gunakan waktu dan kesempatan sebaik mungkin untuk menyempurnakan hidup.

Baca juga:

Sistem Ranking Kacau, Pendidikan Kita Jadi “Haduuuuh…”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini