Ketika sedang asyik scroll Twitter, muncul sebuah berita mengenai perdagangan manusia yang sedang terjadi di Papua. Korban dari perdagangan adalah empat perempuan asal Sukabumi. Mulanya, mereka tergiur akan gaji yang senilai tujuh juta per bulan dengan dalih bekerja di suatu kafe.
Jika kita ulik sejarah dari perdagangan manusia (human trafficking) ini sebetulnya sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang dan Belanda. Pada masa itu, perdagangan manusia berupa kerja rodi dan seks komersial. Ketika membaca buku-buku sejarah, penggambaran perdangan manusia tentu sangat mengerikan, ya? Seseorang diperjualbelikan serta dijadikan budak. Lebih mirisnya lagi, sebagian besar kelompok yang menjadi korban adalah anak-anak dan perempuan. Lalu, saya pun berpikir, di era yang serba canggih dan modern ini, masihkah umumkah perdagangan manusia?
Plot twist-nya adalah semakin canggih teknologi semakin besar pula kejahatan yang terjadi. Dengan kecanggihan teknologi, manusia dapat meretas identitas dan beberapa situs sehingga transaksi perdangan manusia lebih muda.
Lantas, apa saja, sih, faktor yang menyebabkan adanya perdagangan manusia?
Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi memang menjadi masalah utama terjadinya human trafficking. Kemiskinan menjadi akar yang pelik bagi manusia yang harus melangsungkan kebutuhan hidup. Terlebih jika seseorang terbentur dengan pengangguran. Ini tentu menjadi dorongan yang sangat kuat untuk segera mendapatkan pekerjaan dengan cara instan dan cenderung tidak ‘halal’. Faktor ekonomi ini terjadi di kedua belah pihak, baik si mucikari maupun si korban perdagangan manusia. Mereka sebetulnya sama-sama dalam keadaan yang terhimpit, tetapi lebih naas menimpa si korban. Ia tergiur oleh pekerjaan dengan gaji yang memukai, namun ternyata terjebak dalam perdagangan manusia, seperti yang empat perempuan asal Sukabumi alami. Jadi, rendahnya faktor ekonomi sangat mempengaruhi tindakan kejahatan perdagangan manusia (human trafficking).
Faktor Pendidikan
Pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan human trafficking. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung menjadikan seseorang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Selain itu, kurangnya pengetahuan dan tingkat kesadaran juga menjadi faktor pendukung mengapa seseorang mudah tertipu oleh berita-berita hoax yang tersebar di media massa. Pendidikan rendah dan kurangnya tingkat kesadaran juga nantinya berkaitan dengan ketimpangan gender, terlebih bagi perempuan dan anak-anak. Jadi, tingginya pendidikan bisa menjadi faktor penting untuk mengatasi fenomena human trafficking agar manusia tidak mudah tertipu. Alhasil, mereka bisa mengakses lapangan pekerjaan yang menguntungkan baik dari segi ekonomi maupun skills.
Nihilnya Kesetaraan Gender
Ketidaksetaraan gender merupakan faktor yang cukup luas di masyarakat. Meski sudah memasuki zaman modern, budaya patriarki ternyata masih marak di sekitar kita. Ini yang menjadi faktor mengapa kebanyakan korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak. Mereka lekat dengan image lemah dan tak berdaya sehingga tidak melihat lagi adanya kesetaraan gender. Tak hanya itu, perempuan juga kerap kali mendapatkan peran ganda, marjinalisasi, dan kekerasan yang menyebabkan mereka masih sulit mendapatkan akses. Padahal, perempuan dan laki-laki bisa setara dari segi pendidikan, ekonomi, public space, dan pengembangan diri lainnya. Begitu juga dengan anak-anak. Perdagangan manusia dalam lingkup kasus anak-anak meliputi berbagai kasus, seperti nikah muda atau penjualan organ tubuh. Ih, ngeri, ya?
Dari Segi Hukum
Hukum seharusnya menjadi alat paling kuat dalam memberantas kejahatan. Apalagi kasus human trafficking sebagai kejahatan kelas dunia yang tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga global. Human trafficking menjadi masalah yang serius bagi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Melansir dari kompasiana.com, PBB telah membentuk unit kerja khusus bernama Nations Office on Drugs an Crime (UNODC) yang dibuat khusus untuk menangani masalah perdangan manusia dan penyulundupan imigran gelap. Namun, sayang sekali, Indonesia sendiri belum meratifikasi masalah ini pada PBB. Padahal, perdagangan manusia adalah masalah yang serius karena bisa menyebabkan eksploitasi, perbudakan, transpalasi organ tubuh, pelacuran, dan bentuk pemaksaan lain. Oleh karena itu, hukum dalam negeri dan internasional harus tegas dalam mengatasi kasus human trafficking. Terlebih di daerah-daerah yang rawan terjadi penyelundupan gelap atau illegal.
So, itulah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia (human trafficking). Perlu kita ketahui juga kalau fenomena ini bisa terjadi dan bisa dilakukan oleh orang-orang di terdekat kita. Maka dari itu, kita perlu meningkatkan kesadaraan agar tidak mudah termakan berita hoax. Selain itu, dari segi hukum tentu perlu adanya tindakan tegas serta kegiatan kolaborasi dengan lembaga-lembaga terkait dalam penanganan perdangan manusia.
Baca juga:
Penghilangan Nilai Manusia Lewat Perbudakan