Akhir-akhir ini mulai banyak orang yang aware terhadap kondisi lingkungan. Salah satu yang jadi sorotan adalah penggunaan plastik sekali pakai. Alasannya sangat sederhana, plastik sangat sulit terurai. Bahkan butuh waktu yang cukup lama, yaitu 10 – 500 tahun. Nah, salah satu barang plastik yang sering kita temui di dalam hidup kita adalah sendok plastik.
Keberadaan sendok plastik ini sempat bikin Indonesia, tepatnya netizen Indonesia, terpecah menjadi dua. Tepatnya terjadi di sebuah kicauan seseorang yang mengamuk karena mendapatkan sendok plastik ketika order di Go-food. Ngamuknya orang ini bukan tanpa alasan, selain udah ngasih note di order-annya dia dan dia juga care terhadap lingkungan serta pengen mengurangi plastik. Karena twitnyalah dua kubu yang terbentuk. Bukan cebong dan kampret melainkan mereka yang mewajarkan protes sender dan mereka yang merasa ini berlebihan. Mek sendok plastik lohh…
Perlukah Sampai Jadi Viral?
Nah, kalau kita lihat dari pengakuan mbaknya, dia sudah bertemu dengan pemilik warungnya buat memberi tahu soal sendok plastik ini. Sayangnya, memang pada akhirnya pemilik, entah lupa atau gimana, tetap memberikan sendok plastik ke mbaknya. Sontak hal ini bikin penulis twit langsung memviralkan kasusnya ke Twitter.
Tapi apakah perlu diviralkan? Kalau memang seandainya sengaja membuat sendok plastik jadi viral, maka sebenarnya nggak perlu sama sekali. Tapi kalau memang jadi viral karena netizen bisa saya akui ini hal yang berbeda. Jika viralnya karena respon netizen berarti twit ini “menarik”. Bukan cuma karena sambatannya tapi juga karena pertanyaannya yang mengungkapkan dia bingung harus ngapain lagi.
Kontrol Sama Apa Yang Bisa Kita Kontrol
Kesalahan dari penulis twit ini sama seperti kita meskipun kasusnya berbeda-beda. Nggak jarang kita nggak fokus sama diri sendiri dan seakan memaksa orang mengikuti belief kita. Kalau kita punya keyakinan bahwa penggunaan sendok plastik maka orang lain harus sadar hal itu. Mirip seperti kasus seseorang vegetarian yang marah-marah ketika melihat orang yang makan daging. Dia sama seperti kita dan mbak-mbak yang nge-spill masalah sendok plastik, memaksakan kepercayaan kita ke orang lain.
Memaksakan kepercayaan kita, bahkan soal hal kecil bisa kita bilang kebiasaan ini nggak sehat. Meskipun mungkin kepercayaan kita benar, tapi kalau memaksakan ke orang lain juntrungannya malah bisa jadi ribut. Ribut-ributnya bisa karena mereka memang memutuskan buat nggak ikut kita mempercayai/melakukan suatu hal. Kamu pun mungkin kalau dipaksa mempercayai/melakukan suatu hal pasti ngedumel bukan?
Hal yang perlu kita lakukan, termasuk mbak twitnya, adalah udah jalani aja. Memaksakan orang percaya hal yang sama dengan kita bawaannya cuma bikin emosi jiwa. Dan pastinya emosi ini malah menguras tenaga kita yang harusnya bisa kita alokasikan buat menjalani aja. Jangan pernah berusaha mempengaruhi apa yang orang lain lakukan kalau mereka memang kekeuh seperti itu.
Daripada mengeluh di Twitter dan bingung harus ngapain, mending sendoknya dikumpulin aja terus taruh bank sampah.
Lebih enak daripada memaksakan ke orang lain bukan?
Foto oleh Polina Tankilevitch dari Pexels
Baca juga:
Sampah Menggunung, Mau Nunggu Sampai Kapan?
Seaspiracy Review, Bahaya Yang Melebihi Kantong Plastik