Dari apa yang terjadi dengan saya, saya belajar bahwa kita tidak boleh Self Diagnozed urusan medis.
Beberapa hari yang lalu, saya melakukan donor darah apheresis di Palang Merah Indonesia Kota Bandung. Semula, tenaga kesehatan yang bertugas akan mengambil trombosit saya sebanyak dua kantong biar beliau tidak perlu mencari pendonor lagi. Saya pun tidak masalah dengan hal tersebut karena mau diambil satu atau dua kantong, tidak masalah sama sekali bagi saya. Perbedaannya hanya pada durasinya saja.
Hasil Pemeriksaan yang Mengejutkan Saya
Saya kaget saat teteh tenaga kesehatan berkata, “Gak bisa double euy Mas Wisnu” setelah pemeriksaan sampel darah di laboratorium.
Saat itu saya mendengar, “Gak bisa donor euy Mas wisnu”. Saya pun khawatir saya mengalami masalah kesehatan serius. Alasannya karena pemeriksan sampel darah menunjukkan hasil yang jelek.
Gak tahunya, saya bukannya tidak bisa mendonorkan darah saya. Nyatanya saya tidak bisa melakukan donor trombosit dua kantong. Jumlah trombosit saya hanya memungkinkan untuk saya donorkan sebanyak satu kantong saja. Saya pun sedikit lega meskipun kecewa karena teteh tenaga kesehatan yang bertugas pun kaget. Biasanya jumlah trombosit saya cukup tinggi sehingga bisa saya donorkan sebanyak dua kantong.
Proses donor darah pun berjalan sebagaimana mestinya hingga proses donor darahnya selesai. Tidak lupa, sebelum pulang ke rumah, saya izin untuk melihat hasil pemeriksaan sampel darah saya. Hampir setiap kali donor darah saya selalu meminta hasil pemeriksaan sampel darah supaya saya bisa tahu kondisi kesehatan saya selama ini.
Momen Ketika Saya Mengecek Hasil Pemeriksaan Sampel Darah
Sepulang ke rumah, saya melihat hasil pemeriksaan sampel darah yang saya lakukan tadi dan cukup kaget. Hasil bisofil saya menunjukkan bahwa bisofil yang saya miliki lebih tinggi dari yang seharusnya. Selain itu, terdapat flags yang berkata “suspect diff” yang langsung membuat saya insecure banget karena saya bukan dokter atau perawat yang punya kapabilitas untuk membaca hasil pemeriksan laboratorium tersebut.
Meskipun saya bukan tenaga kesehatan seperti dokter atau perawat, di tahun 2022 seperti saat ini, saya tinggal googling “Penyebab basofil tinggi” atau “Kenapa basofil tinggi” dan bisa langsung tahu jawabannya. Tentunya saya pilah-pilah dulu dari Website medis terpercaya ya.
Hasilnya cukup mengejutkan karena beberapa penyebab basofil tinggi adalah leukemia mieloid kronis, Mielofibrosis primer, hingga tumor. Saya sampai WhatsApp teteh tenaga kesehatan yang bertugas mengambil darah saya tadi untuk menanyakan hal tersebut lebih lanjut.
Jawaban Dari Orang yang Memahami Apa yang Saya Baca
Saya pun bertanya, “Ini “BA” dan “Suspect diff” tuh artinya apa ya teh? Wkwk td lupa nanya”.
Beliau pun berkata bahwa “Ba itu salah satu jenis sel darah putih. Secara global sih ga ada masalah kang. Itu yang suspect diff itu karena ba nya naik. Tp secara global sih aman”.
Supaya lebih yakin lagi, saya pun menyanyakan hal yang serupa pada beberapa teman saya yang berprofesi sebagai seorang perawat, bidan, dan juga dokter. Jawaban mereka pun kurang lebih sama dan saya tidak usah khawatir sama sekali karena tidak ada keluhan medis yang saya alami sebelum dan sesudah pengambilan darahnya.
Teman saya yang berprofesi sebagai seorang bidan berkata bahwa Basofil tinggi yang saya miliki bisa saja efek alergi atau karena saya baru saja beres latihan beban di gym. Selain berprofesi sebagai seorang bidan, beliau pun mantan atlet cabang olahraga karate (bahkan pernah masuk pelatnas) yang punya latar belakang S1 pendidikan olahraga jadi saya percaya dengan pernyataan beliau.
Teman saya yang seorang perawat pun berkata bahwa saya tidak perlu khawatir dengan kondisi basofil saya yang tinggi. Alasannya karena kondisi medis seseorang bisa cepat berubah tergantung kondisi fisiologis seseorang. Ia pun menekankan saya bahwa membaca artikel medis secara online boleh saja tapi jangan asal mendiagnosa karena diagnosanya tidak dilakukan oleh dokter atau tenaga medis profesional yang berwenang dan berkompeten di bidangnya.
Kekhawatiran Saya
Selama ini saya khawatir akan masalah kesehatan. Banyak sekali kondisi medis yang tidak ada gejalanya sama sekali. Contohnya seperti inveksi virus Covid-19, hepatitis, bahkan HIV/AIDS sekalipun. Bahkan penyakit seperti diabetes dan kanker saja seringkali tidak ada gejala sama sekali. Bahkan baru ketahuan saat pemeriksaan medis di rumah sakit. Biasanya terjadi ketika penyakitnya sudah terlalu parah untuk ditangani secara medis.
Anyhow, paling benar itu, jika ingin memiliki jawaban medis yang jelas, sebaiknya memang mendatangi dokter secara langsung alih-alih sekadar membaca artikel medis di internet karena fisiologis setiap individu itu berbedabeda, tidak bisa dipukul rata seperti pembacaan diagnosa mesin kendaraan bermotor.
Artikel ini juga terbit di wisnu93.com
Illustrasi foto oleh Louis Bauer
Baca juga:
Tren Autodiagnosis Urusan Kesehatan Mental