KKB Papua mengancam membunuh Presiden Indonesia, Joko Widodo. Polisi dan TNI langsung panas mendengarnya. Wajar, membunuh kepala negara adalah cara termudah untuk mempermalukan satuan keamanan di negara manapun. Ancaman saja sudah menghina, apalagi kalau terlaksana. Jujur saja, untuk urusan Papua, mungkin saya masih hijau. Namun, untuk menyelesaikan dengan prinsip prinsip resolusi konflik, rasa rasanya saya punya kapasitas untuk urun rembuk. Pertama tama, bagi saya, hal yang harus kita lakukan adalah berhenti menganggap KKB Papua sebagai musuh. Ya, KKB Papua adalah saudara kita juga. Mereka bukan ancaman untuk program kerja Kabinet Indonesia Maju. Toh kenyataannya, mereka tidak pernah melakukan tindakan terorisme di luar Papua. Artinya, sedari awal, fokus mereka memang Papua dan selama Jokowi tidak ke Papua, maka seharusnya Jokowi akan baik baik saja. Betul begitu?
Itu satu mindset yang harus tertanam lebih dahulu.
KKB Papua Adalah Pemilik Papua Juga
Berikutnya, harus kita terima bahwa KKB Papua adalah pemilik Papua juga. Mereka ini adalah masyarakat Papua, bagian dari Papua, yang harus kita hargai. Bedanya, mereka merasa tidak cocok dengan kebijakan kebijakan pemerintah pusat. Bolehkah rakyat merasa tidak puas? Boleh boleh saja menurut saya! Toh, kabinet manapun, termasuk kabinet Indonesia Maju juga memiliki kelemahan kelemahannya sendiri.
Yang terjadi, label yang diletakan pada KKB Papua adalah seolah olah sebagai orang luar yang masuk ke Papua, lalu membuat rusuh dan mendorong gerakan separatisme. Pandangan ini sangat memojokkan KKB Papua. Baiklah, KKB Papua pernah melakukan tindakan kriminal dan kekerasan. Secara pendekatan hukum, KKB Papua harus mendapat tindakan hukum. Namun secara filosofi, apakah tepat menerapkan hukum positif dalam kasus ini? Ingat, salah satu fungsi hukum adalah untuk menciptakan perdamaian dan keteraturan sosial. Jika ternyata hukum malah menciptakan kekacauan dan perselisihan, harus ada pendekatan lain yang kita ambil.
Pendekatan yang bisa kita ambil misalnya adalah pendekatan politis dan kemanusiaan. Bagaimana kita bisa memahami KKB Papua sebagai bagian dari masyarakat yang kecewa dan membutuhkan negosiasi agar memiliki tempat di masyarakat jauh lebih penting. Dengan demikian, konflik yang ada bisa kita hadapi.
Belajar Dari Aceh
Kita harus belajar dari cara kabinet Indonesia Bersatu I mengatur konflik di Aceh. Setelah sebelumnya Kabinet Gotong Royong tidak berhasil mengatasi pertumpahan darah di Aceh, di jaman pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono masalah ini bisa teratasi. Pendekatan SBY-JK waktu itu adalah dengan mengajak dialog dan berusaha memenuhi keinginan dari GAM agar mereka mau menyerahkan senjata dan keluar dari hutan. Berkat SBY dan JK, ketika itu janji Presiden Soekarno pada Daud Beureuh agar Aceh bisa menerapkan Syariat Islam bisa terlaksana.
Hal yang sama bisa kita terapkan pada KKB Papua. Apa sebenarnya keinginan terdalam mereka? Apakah model pembangunan yang pemerintah pusat terapkan sudah sesuai dengan budaya mereka? Atau malah pemerintah sebenarnya bertindak otoriter dan tidak memberikan kesempatan KKB Papua mengutarakan keinginan terdalam mereka.
Terakhir dan Paling Penting!
Ingin agar konflik dengan KKB Papua berakhir? Mudah saja! Berhenti memanggil mereka sebagai KKB! Label Kelompok Kriminal Bersenjata ini tidak berintensi baik dan memperburuk kondisi dan situasi. Menjadikan pihak yang ingin kita jadikan sebagai partner sebagai penjahat tidak membuat situasi menjadi lebih mudah. Sebaliknya, kecurigaan malah menguat dan korban akan berjatuhan.
Presiden Jokowi tidak perlu turun langsung untuk bernegosiasi dengan KKB. Akan tetapi, wajib bagi Jokowi berdialog dengan KKB ini bersama orang orang yang memang mengerti situasi dan kondisi di lapangan. Prinsip negosiasi tidak bisa menang-kalah, melainkan win win solution.
Jangan lupakan Peace Theorynya Johan Galtung. Kekerasan langsung hanyalah buah dari terjadinya kekerasan kultural dan kekerasan struktural. Kekerasan kultural dan struktural ini ya asalnya dari pemerintah, dilakukan sadar atau tidak sadar. Karena itulah dua hal ini harus dibenahi sebelum berbicara mengenai gencatan senjata dan kemudian perdamaian total.
Tidak ada gunanya menghadapi teman teman dari Papua dengan kekerasan. Ini hanya akan melahirkan KKB-KKB baru yang menyulitkan kerja pemerintahan.
Baca juga :
Amnesty Internasional : Pemerintah Wajib Lindungi Kelompok Minoritas
Tonton juga :
Stigma Orang Timur Di Jogja, Ngawur!