Top Gun (1986) (Prekuel dar Top Gun: Maverick) bisa dibilang adalah salah satu film yang paling populer pada tahun 80an. Film yang rilis pada tahun 1986 ini tidak saja melambungkan nama Tom Cruise sebagai aktor Hollywood papan atas belaka. Tapi Tom Cruise merepresentasikan pop culture tahun 80-an dengan segala serba-serbinya, terutama jaket bomber yang Tom Cruise kenakan di film ini. Coba tanyain ayah, paman, atau orang yang tumbuh pada tahun 80an deh.
Saya memang baru lahir pada tahun 1992, enam tahun setelah film ini rilis. Tapi, meskipun lahir 6 tahun setelah Top Gun rilis, saya tumbuh dengan menonton film Top Gun karena pernah beberapa kali menyaksikan film ini lewat laserdisc di rumah.
Makanya, ketika film ini akan dibuatkan sekuelnya, gak pake pikir panjang, saya langsung antusias. Di satu sisi, awalnya saya agak skeptis karena takut film ini hanya jualan nostalgia seperti Star Wars Episode VII: The Force Awakens (2015) atau Fantastic Beasts and Where to Find Them (2016). Namun, tidak dengan film yang satu ini.
Adegan pembuka yang menampilkan kesibukan perwira Angkatan Laut Amerika Serikat di atas sebuah kapal induk dengan lagu Danger Zone karya Kenny Loggins jadi pembuka film Top Gun: Maverick. Opening ini persis seperti film pertamanya yang langsung membuat saya merinding di bioskop.
Top Gun: Maverick nggak sekadar jualan nostalgia dari sebuah franchise film yang populer puluhan tahun yang lalu. Orang-orang di balik layarnya betul-betul berhasil mengemas serial ini dengan sangat apik. Apiknya serial ini terbukti dengan raihan pendapatan film ini yang diprediksi akan berhasil meraih pendapatan 1 miliar USD di tahun 2022. Pesona Tom Cruise memang tidak pernah pudar dari dulu!
Cobain tonton deh, saya jamin nggak akan menyesal. Ada tapinya nih. Menurut saya, Top Gun (1986) jauh lebih berkesan daripada Top Gun: Maverick (2022). Ini alasan saya.
Jalan Cerita
Sejak awal cerita Top Gun: Maverick, film ini menyajikan cerita Kapten Pete “Maverick” Mitchell sudah sangat piawai dalam menerbangkan pesawat. Sedangkan pada film Top Gun (1986), Pete “Maverick” Mitchell yang pangkatnya masih Letnan mengalami kendala dalam menerbangkan pesawat. Alasannya karena dia dianggap terlalu semberono, sok jago, dan berani membangkang oleh atasannya.
Setelah diumumkan bahwa Maverick berhasil masuk TOP GUN, ia harus bersaing ketat dengan Letnan Tom “Iceman” Kazanski (Val Kilmer). Iceman gak cuma menganggap Maverick sebagai rival, tapi juga menganggapnya sangat berbahaya karena menilainya terlalu semberono dalam terbang. Charlotte “Charlie” Blackwood (Kelly McGillis), instruktur TOP GUN yang kelak jadi love interest Maverick dalam film ini pun sepemikiran dengan Iceman. Selain mengalami hal tersebut, Maverick sampai kena mental setelah menyaksikan
Letnan Nick “Goose” Bradshaw yang gugur ketika latihan bersamanya.
Ini membuat Top Gun: Maverick tidak semenarik film pertamanya. Maverick sudah terlalu jago di film keduanya dalam menerbangkan pesawat. Satu-satunya konflik yang menarik dalam film ini adalah Maverick yang harus berhadapan Bradley “Rooster” Bradshaw yang merupakan anak semata wayang dari Goose, sahabatnya yang gugur 30 tahun yang lalu.
Kisah Cintanya Kurang Greget
Alasan kedua kenapa saya bilang Top Gun: Maverick tidak semenarik film pertamanya adalah kisah cintanya. Film ini menyajikan cerita cinta antara Maverick dan seorang wanita single parent pemilik bar bernama Penny (Jennifer Connelly). Mereka berdua adalah pasangan serasi. Di dunia nyata, mereka adalah aktor dan aktris papan atas Hollywood.
Akan tetapi, kisah cinta mereka tidak segreget kisah cinta Maverick dan Charlie dalam film pertamanya. Kita disuguhkan cerita cinta antara bak Dilan dan Milea pada film pertamanya. Mereka saling tertarik satu sama lain, tapi sama-sama profesional dan berusaha menahan diri karena mereka bekerja pada satu instutusi yang sama. Jadinya bikin greget penonton.
Saya sendiri tidak ada masalah dengan hubungan cinta antara Maverick dan Penny. Namun sejak awal film, ujukujuk Maverick dan Penny diceritakan pernah pacaran tapi putus di tengah jalan. Gak cerita soal Charlie ini kemana? Apa emang putus di tengah jalan dengan Maverick atau meninggal dunia gak diceritakan sama sekali.
Gak Ada Lagu yang Berkesan
Alasan ketiga sekaligus terakhir kenapa saya bilang Top Gun: Maverick tidak semenarik film pertamanya adalah tidak adanya soundtrack yang berkesan. Lagu Take My Breath Away karya Berlin menjadi salah satu lagu cinta paling legendaris sepanjang masa. Lagu tersebut betul-betul merepresentasikan hubungan cinta Maverick dan Charlie. Di sekuelnya, gak ada lagu yang merepresentasikan hubungan cinta Maverick dan Penny.
Lagu Take My Breath Away karya Berlin bukan cuma gimmick semata, MyLov. Lagu tersebut mengantarkan film Top Gun memperoleh Oscar untuk kategori Best Music, Original Song sekaligus menjadi nafas untuk film Top Gun. Tiap kali lagu Take My Breath Away saya dengar, saya selalu teringat film Top Gun saking iconicnya.
Selain itu, saya yakin, jika Danger Zone karya Kenny Loggins gak membuka Top Gun: Maverickfilm ini gak akan bikin saya dan jutaan penonton lainnya merinding dan nostalgia karena gak ada lagu yang ikonik sama sekali pada sekuelnya.
Itulah yang membuat saya bilang bahwa Top Gun (1986) jauh lebih berkesan daripada Top Gun: Maverick (2022). Meskipun begitu, Top Gun: Maverick (2022) tetap worth it to watch. Saya juga berharap kalau ada sekuelnya, sekuel ini menjadi sekuel apik biar gak merusak nama baik Top Gun (1986) yang ikonik banget di tahun 80-an tersebut.
Artikel ini juga terbit di Wisnu93.com
Baca juga:
Top Gun Maverick: Lanjutan Film Top Gun yang Wajib Kamu Tonton!