Waktu Baca: 3 menit

Siapa nih di antara kamu yang sering naik transportasi umum? Di masa sekarang ini, sudah tersedia banyak jenis transportasi umum yang menjadi pendukung aktivitas kita sehari-hari. Salah satu transportasi yang terkenal itu adalah bus Transjakarta. Sudah pernah mendengar, bukan? Atau mungkin kamu merupakan pengguna setia dari bus Transjakarta itu, ya?

Baru-baru ini ada kabar terbaru dari PT. Transportasi Jakarta yang tiba-tiba kembali mengoperasikan busnya yang berwarna pink. Namanya adalah Bus Transjakarta Pink. Bus “pinky” ini pertama kali diperkenalkan pada 21 April 2016 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu yakni Basuki Tjahaja Purnama atau yang kita kenal Ahok. Manuver istimewa yang dibuat khusus untuk para perempuan. Tentu, bukan tanpa alasan bus ini tiba-tiba muncul, ada alasan menarik yang menyertainya.

Penghormatan Kepada Perempuan

Kehadiran bus “pinky” ini bertujuan untuk menciptakan ruang yang aman bagi penumpang perempuan. Seperti yang kita tahu, bahwa kasus pelecehan seksual kepada perempuan sedang marak-maraknya, baik itu pelecehan seksual secara fisik maupun non-fisik. Tidak menutup mata yakni benar bisa terjadi di ruang publik yang seharusnya menjadi ruang yang aman bagi setiap orang. Dengan kasus-kasus yang ada tidak mengherankan jika timbul kegelisahan bagi para perempuan yang ingin bertransportasi dengan transportasi umum yakni bus. Banyak di antaranya, yang cenderung lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Melihat kasus-kasus pelecehan seksual yang terus bertambah, Ahok mencetuskan sebuah ide inovatif untuk meluncurkan bus khusus perempuan yang kemudian terealisasikan hadir di koridor 1 dengan rute Blok M-Kota. Secara matang, bus baru ini memiliki desain dengan kursi-kursi yang menghadap ke depan, berbeda dengan bus Transjakarta yang umum bahwa busnya memiliki desain dengan kursi yang berhadap-hadapan.

Lalu, mengapa kehadiran bus pink ini menjadi bahan perbincangan khalayak ramai? Rupanya, karena sebelumnya pernah berhenti beroperasi, tepatnya pada tahun 2020. Di tahun itu, bus pink berhenti beroperasi bersamaan dengan meningginya angka Covid-19 di Indonesia.

Karena kini sudah terdapat kelonggaran untuk transportasi umum, PT. Transportasi Jakarta menghadirkan kembali bus pink tersebut tepatnya pada Senin, 25 Juli 2022. Sesuai dengan komitmen yang ada, bus ini hanya untuk penumpang perempuan.

Upaya yang Patut Diacungi Jempol

Masyarakat menyambut gembira kehadiran bus “pinky”, khususnya oleh perempuan-perempuan yang gemar berpergian menggunakan bus sebagai transportasi umum. Secara personal, ide bus “pinky” ini benar-benar patut diacungi jempol. Bus pink ini seolah menjadi jawaban atas penantian panjang dari kasus-kasus pelecehan seksual yang selama ini marak terjadi. Terlebih dengan perasaan khawatir yang tak terelakkan. Tidak sedikit yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi karena khawatir bahwa ruang publik yang ia lalui justru menjadi ruang publik yang tidak aman.

Penasaran dengan perspektif dari orang di sekitar saya, saya mencoba mengobrol dengannya (kawan) mengenai hadirnya bus Transjakarta warna pink tersebut.

“Aku setuju banget, apalagi kasus yang viral kemarin tentang penumpang taksi online yang dilecehkan drivernya,” ujar kawan saya yang kemudian juga mengaitkan dengan kasus yang baru-baru ini viral.

Berkaca pada kasus yang viral kemarin yaitu terjadi pelecehan seksual oleh driver taksi online kepada penumpang perempuannya, kembali menambah list bahwa transportasi umum menjadi momok yang menakutkan. Terlebih, dengan kondisi sanksi sosial yang dialami korban yakni dirinya yang disalahkan oleh publik.

Dengan itu, bagi saya keputusan bus pink ini mampu menjadi alternatif solusi atas apa yang terjadi, meski tetap harus ada iringannya.

Akankah Menjadi Solusi yang Efektif?

Jawaban akankah bus “pinky” ini dapat menjadi solusi yang efektif untuk mencegah kasus pelecehan seksual di bus sebagai transportasi umum itu sebenarnya kembali pada aturan yang menyertai. Kemungkinan yang lain tidak dapat diprediksi, seperti tidak pandang bulu untuk latar belakang gender korban dan pelaku atau bentuk pelecehan yang dialami baik secara fisik maupun non-fisik, sehingga diperlukan sanksi atau aturan yang menyertai sebagai upaya preventif dan represif. Tujuannya agar dapat memberikan efek jera.

“Contoh kasus yang kemarin, pelaku akhirnya kena pasal.”

Sesuai dengan Undang-Undang terkait Penghapusan Kekerasan Seksual, pasal-pasal di dalamnya dapat menjadi dasar sebagai upaya tindak lanjut. Terlebih, saat ini Undang-Undang tersebut sudah sah dan berlaku. Juga, yang perlu menjadi perhatian adalah meminimalkan sanksi sosial yang mungkin korban alami yang sebenarnya tidak menjadi kesalahan korban.

Ke depannya, upaya yang bisa pemerintah Jakarta maksimalkan adalah menambahkan jumlah bus Transjakarta bagi penumpang perempuan dan penegakan hukum bagi pelaku. Untuk daerah lain, bisa saja ikut merealisasikan ide inovatif ini yaitu bus khusus perempuan.

Sumber gambar: AntaraNews

Baca juga:

Hari Perempuan Internasional: Semua Perempuan Berharga

Kekerasan Seksual Salah Perempuan? Beneran?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini