Ojol nggak bisa kita pungkiri berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat sekarang. Banyak yang mulai menggantungkan nasibnya di profesi yang meledak 6-7 tahun silam ini. Mulai dari para driver yang mengais rezeki di sini, para pemilik restoran, sampai pengguna transportasi umum alias para konsumen menggantungkan kesehariannya lewat ojol.
Tapi, keputusan dari Kemenhub yang menaikkan harga jasa ojek online memicu keriuhan dari kedua belah pihak. Seperti biasanya sebuah keramaian, ada orang yang pro ada pula orang yang kontra dengan kebijakan ini. Kondisi ini jelas memperlihatkan bagaimana kompleksnya kenaikan tarif ojol di ketika pemerintah melalui Kemenhub memutuskan demikian.
Coba kita bahas satu-satu dari sudut pandang konsumen dan sudut pandang driver soal kebijakan kenaikan tarif ojol yang baru saja Kemenhub utarakan.
Konsumen, Keberatankah dengan Banyaknya Naiknya Tarif Ojol?
Pembahasan pertama, saya akan membahas mengenai sisi yang jelas dekat dengan kita, yaitu sisi konsumen. Lewat berbagai ngobrol saya dengan teman-teman, banyak di antara mereka, dan mungkin termasuk kita, merasa keberatan dengan tarif ini.
Namun, sebenarnya ada hal yang menarik perhatian saya saat ngobrol soal kenaikan tarif ojol ini di mata konsumen. Yang mengeluhkan kenaikan tarif ojol didominasi oleh konsumen yang memiliki daya beli yang tidak terlalu tinggi. Mereka yang kebetulan juga menggantungkan mobilitasnya dengan ojol nampak benar keberatan dengan kenaikan tarif ini.
“Apa-apa harga naik, sekarang biaya mobilitas juga terancam gara-gara tarif si ojol naik”, kata teman saya.
Sementara itu, pihak yang memiliki daya beli cukup baik dan merasa ojol masih lebih menguntungkan untuk mobilitas mereka tidak terlalu bermasalah dengan kondisi ini. Bahkan beberapa di antara mereka masih mau menggunakan jasa ini untuk membeli makanan bahkan di tempat yang dekat sekalipun. Kata mereka, kenaikan tarif ojol masih lebih murah daripada ‘effort cost’ yang harus mereka keluarkan ketika nggak menggunakan ojol.
Dari Pihak Driver, Apakah Berarti Kenaikan Ini Adalah Sebuah Keuntungan?
Nggak puas dengan satu sisi saja, saya pun mencoba mengobrol dengan salah satu driver kenalan saya mengenai kenaikan tarif ini. Beliau yang juga merupakan salah satu Dosen saya yang hobby banget ng-ojol ini menjelaskan sudut pandang yang cukup menarik.
Melalui pesan, beliau menjelaskan kepada saya bahwa hingga sekarang bayaran yang ojol dapatkan masih terlalu murah daripada cost yang harus mereka keluarkan.
“Lima orderan jaraknya bisa sampai 2 – 3 km (kilometer), pendapatannya cuma 29.200 rupiah, dit. Cucuk (pantas) nggak?”, dosen saya menceritakan bagaimana timpangnya pendapatan ojol dengan cost yang harus mereka keluarkan.
Selain itu, akibat pendapatan yang nggak sesuai, dosen saya bercerita bahwa banyak driver warna hijau yang ‘mbengok’ (mengeluh). Mereka sependapat bahwa selama ini tarif driver masih terlalu murah. Namun, untuk driver oren masih bisa dianggap mending.
Namun, saat saya bertanya apakah kenaikan sekarang cocok atau cucuk untuk mereka, dosen saya masih menunggu konfirmasi dari perusahaan yang berasngkutan.
Buat para driver kenaikan tarif ini cukup penting agar pendapatan mereka bisa cocok dengan cost yang harus mereka keluarkan.
Memperlihatkan Bahwa Kini Tarif Ojol Menjadi Suatu Hal yang Kompleks
Kedua perbedaan pendapat mengenai kenaikan tarif ojol ini menunjukkan bahwa tarif ojol adalah hal yang kompleks. Seakan menjadi kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, papan, tarif ojol sudah sangat berpengaruh bagi masyarakat. Baik buat ojol sendiri maupun penggunanya.
Kini PR-nya adalah bagaimana mencari ‘perpotongan diagram venn’ buat mencari harga yang sesuai agar pendapatan ojol bisa sesuai tapi tidak memberatkan masyarakat terutama yang berdaya beli rendah.
Semoga saja harga yang ditetapkan suatu saat nanti oleh perusahaan dapat mengakomodir keduanya.
Sumber gambar: antaranews
Baca juga:
Nggak Enaknya Hidup di Tempat yang Nggak Ada Shopeefood
[…] Kenaikan Tarif Ojol: Mengulik Pandangan dari Konsumen dan Driver […]