“Mahasiswa itu harus menjadi mahasiswa kura-kura.”
Sebuah pernyataan yang kerap menjadi perdebatan bagi mereka si mahasiswa kura-kura dan si mahasiswa kupu-kupu. Kedua istilah ini muncul dari akronim dalam bahasa Indonesia. Mahasiswa kura-kura yang berarti mahasiswa kuliah-rapat-kuliah-rapat dan mahasiswa kupu-kupu yang berarti mahasiswa kuliah-pulang-kuliah-pulang. Tentu, istilah ini sudah sangat sering terdengar bagi generasi millenial. Biasanya sih mereka akan melabelkan diri mereka sendiri atau justru parahnya mendoktrin orang lain untuk menjadi sama dengan mereka.
Perdebatan yang tak usai itu berkembang menjadi stigma di masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa mahasiswa kupu-kupu adalah orang-orang yang cupu, pasif, atau tidak keren. Sedangkan, mahasiswa kura-kura adalah orang-orang yang keren, aktif, dan punya banyak circle. Akan tetapi, apakah memang selalu seperti itu?
Pengaruh Trend
Sekarang ini tidak bisa dielak bahwa trend-trend yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi seseorang. Bahkan dengan percaya diri mempercayai tanpa terlebih dahulu memfilter. ‘Baru trend’ seolah menjadi jawaban tak beralasan yang mahasiswa lakukan untuk berlomba-lomba menjadi mahasiswa kura-kura tanpa menyadari tujuan positif melakukan itu. “Mahasiswa kok kupu-kupu, ya kura-kura lah” cuitan-cuitan demikian di media sosial juga sering sekali dijumpai yang seolah dibuat trend.
Beragam cuitan para penganut paham bahwa mahasiswa kura-kura adalah keharusan tanpa alasan yang jelas (trend) biasanya muncul di platform Twitter dan TikTok. Mereka gembor-gembor menyuarakan pendapatnya. Oleh karena itu, pembahasan kategori mahasiswa itu terus berlanjut dan tak pernah surut, banyak yang pro dan banyak yang kontra.
Menjadi Mahasiswa Kura-Kura Tak Jarang Menjadi Keperluan Validasi Diri
Apabila melihat secara rasional tidak ada yang salah dengan menjadi mahasiswa kura-kura maupun mahasiswa kupu-kupu. Seluruhnya memiliki sisi positif berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan masing-masing individu. Misalnya, keuntungan yang mahasiswa kura-kura miliki yaitu mempunyai relasi yang luas dan pengaturan waktu yang baik, sedangkan keuntungan yang mahasiswa miliki kupu-kupu adalah fokus dalam belajarnya dan tidak mudah terdistraksi, seperti yang penelitian-penelitian kemukakan yang secara khusus menggali sisi positif dari kedua jenis mahasiswa ini.
Poin positif itu dapat ada apabila tujuan dan alasannya oke, yakni jelas. Namun, rupanya ada saja oknum-oknum yang menjadi mahasiswa kura-kura hanya untuk mendapat sanjungan ‘keren’ dari orang lain, sebelum memvalidasi dirinya. Tentunya, itu salah kaprah karena bukannya meningkatkan kualitas diri justru melabelkan malah diri sebagai orang yang haus validasi, seperti halnya ketika ikut-ikutan trend mahasiswa kura-kura itu lebih ciamik daripada mahasiswa kupu-kupu.
Kura-Kura atau Kupu-Kupu Itu Pilihan
Kesalahan yang sering para mahasiswa lakukan adalah tidak punya fondasi yang kuat untuk memahami kebutuhannya. Umumnya, mereka akan bergantung dan berpaku pada lingkungan sekitar, seperti kawan atau media sosial. Bisa dikatakan, belum mengerti perihal dirinya sendiri dan pada akhirnya memilih dua hal yang seharusnya bukan pilihan.
Padahal dalam dunia realitas perkuliahan, akademis dan non-akademis haruslah balance. Mengapa demikian? Sekarang bayangkan, hidupmu sehari-hari penuh dengan kegiatan rapat-rapat organisasi, namun manajemen waktumu kurang baik. Maka, kamu akan berhadapan pada pilihan kewajiban utama kuliah dan kewajiban organisasi, dari banyak persoalan, akhirnya kewajiban utama kuliah akan justru malah kamu tinggalkan. Begitupun sebaliknya. Ketika kamu terlalu sibuk dengan segunung tugas-tugas tanpa mau mengasah kemampuan sosial, maka hidupmu hanya akan berputar pada diri sendiri karena sulit membiasakan diri dengan keperluan-keperluan sosial. Dampak-dampak tersebut pada akhirnya hanya akan menjadi boomerang bagi kamu sendiri, sehingga ada baiknya menyadari bahwa semua akan berdampak baik apabila tidak berlebihan.
Sebagai mahasiswa tidak salah memanfaatkan kebebasan untuk menentukan ingin menjadi jenis mahasiswa apa di masa perkuliahan. Namun, perlu dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan tidak memforsir diri jika tidak ingin berpengaruh pada kesehatanmu, baik itu fisik maupun mental. Tidak perlu membandingkan keduanya atau mengkategorikan orang-orang di sekitarmu, cukup pilih ingin menjadi versi terbaik dirimu.
Ilustrasi foto oleh Kobe –
Baca juga:
Menjadi Kura Kura Tidak Memberikan Jaminan Belajar Teamwork
Mahasiswa Banyak Aksi Tapi Sebenarnya Pamer Eksistensi?