Waktu Baca: 3 menit

Presiden atau pemimpin Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga sekarang selalu didominasi oleh orang-orang dari Jawa. Praktis hanya Pak Habibie yang berasal dari luar daerah yang terbagi antara ‘dataran Jawa’ dan ‘dataran Sunda’ ini. Meskipun berasal dari Pare-pare, nyatanya ketika masa kepemimpinan Pak Habibie, ada seseorang dari Jawa yang mendampinginya. Sosok ini adalah Ibu Ainun yang lahir di Kota Semarang, 83 tahun silam.

Kita pun kalau melihat bursa calon presiden Indonesia tahun 2024 besok, semua kandidat kuatnya berasal dari Jawa pula. Sebut saja seperti Prabowo (Jakarta), Anies (Kuningan) sampai Ganjar (Karanganyar). Semua kandidat-kandidat kuat calon presiden kita ini berasal dari Jawa meskipun mungkin memiliki keturunan luar Jawa.

Sebenarnya kalau kita pikir-pikir ada apa sih dengan keturunan-keturunan Jawa ini? Kenapa pemimpin kita selalu berasal dari wilayah yang itu-itu saja? Seakan Indonesia ini hanya Jawa, Jawa dan Jawa. Ada apa sih dengan keturunan yang satu ini? Apakah keturunan dari Jawa pada dasarnya Tuhan takdirkan untuk menjadi pemimpin Indonesia?

Jawa Adalah Suku Paling Banyak di Indonesia

Salah satu alasan kenapa presiden atau pemimpin Indonesia didominasi oleh orang Jawa adalah kenyataan bahwa orang Jawa adalah suku terbanyak di Indonesia. Menurut data dari BPS, suku Jawa sudah mengisi 40 persen dari total penduduk Indonesia atau 95 juta jiwa.

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang paling banyak berasal dari suku Jawa, maka probabilitas orang-orang Jawa masuk ke pemerintahan lebih besar. Mereka akan lebih mudah mencalonkan diri begitu pula lebih mudah terpilih karena jumlah suku Jawa yang cukup besar.

Pastinya, dengan kenyataan ini, mengangkat calon pemimpin (baik itu presiden, gubernur dan lain sebagainya) dari Jawa lebih worth it daripada yang lain.

Orang Jawa Pinter ‘Ngapusi’

Berbeda dengan suku Indonesia yang lain, orang Jawa memiliki kecenderungan pinter ‘ngapusi’ (berbohong) daripada suku yang lain. Di sini konteks berbohongnya jelas bukan berbohong yang merugikan tapi berbohong menutupi emosi.

Kebiasaan orang Jawa menutupi emosinya, membuat mereka memiliki kemampuan yang unik untuk bisa menyampaikan pendapatnya dengan baik. Mereka akan menghargai pihak yang mereka ajak bicara dulu sebelum mengemukakan pendapat mereka secara halus.

Kebiasaan orang-orang Jawa ini terbukti dari kedekatan Soekarno dengan Ahmad Yani. Jenderal yang sebenarnya sama seperti Nasution (anti-komunisme) ini bisa jauh lebih dekat dengan Soekarno karena sifat Jawanya.

Berbeda dengan Nasution yang lebih suka blak-blakan ketika berbicara dengan Soekarno, Ahmad Yani, selayaknya orang Jawa, lebih memilih dengan cara yang halus. Kondisi ini membuat Soekarno pada akhirnya lebih dekat dengan Pak Yani daripada Pak Nasution.

Pastinya kalian juga pernah melihat orang Jawa yang pinter ‘ngapusi’ bukan? Aslinya jengkel tapi karena terbentuk dari budaya yang halus akhirnya mereka menutupi emosi mereka dan berkomunikasi dengan lebih halus.

Orang Jawa Pintar Beradaptasi

Salah satu hal yang saya rasa membuat pemimpin atau presiden kita didominasi orang dari Jawa adalah kemampuan orang Jawa beradaptasi. Saya pribadi memang mengakui orang Jawa memiliki kemampuan beradaptasi yang luar biasa.

Salah satu contohnya bisa kita ambil dari kehidupan sehari-hari. Teman-teman kita yang berasal dari suku di luar Jawa dan tinggal di Jawa terkesan masih seperti ‘orang luar’ dan sedikit banyak kurang bisa berbaur. Hal ini bisa kita tengok di kehidupan perkuliahan.

Sedangkan orang Jawa, seakan bisa lepas dari cap ‘suku Jawa’ mereka. Bahkan bisa jadi mereka menjadi ‘menguasai’ daerah yang bukan merupakan daerah Jawa. Ambil contoh adalah Lampung. Saya sering mendapati teman saya yang berasal dari Lampung bisa berbahasa Jawa yang fasih. Kemampuan mereka ini menggelitik saya, jujur saja. Seharusnya orang-orang Lampung tidak terlalu fasih bahasa Jawa jika kita lihat dari kondisi geografis wilayah Lampung yang jauh dari ‘Jawa’.

Apakah Berarti Pada Akhirnya Jawa Memang Tuhan Takdirkan Memegang Indonesia?

Apakah Jawa memang sudah takdirnya jadi pemimpin di Indonesia? Jawabannya nggak bisa semudah itu untuk disimpulkan.

Namun, ada satu hal yang membuat orang-orang Jawa bisa seberpengaruh ini di Indonesia. Jawaban ini adalah falsafah orang-orang Jawa itu sendiri.

Orang-orang Jawa memegang teguh penghormatan terhadap orang lain. Bahkan saking menghormati orang lain, bahasa Jawa itu sendiri memiliki 3 cabang. Bahasa Jawa Ngoko, Krama, dan Krama Inggil.

Bahasa-bahasa ini disesuaikan dengan siapa yang sedang orang Jawa ajak bicara. Jika orang yang mereka ajak bicara adalah orang yang lebih tua maka mereka menggunakan Krama Inggil. Saat mereka berbicara orang yang sepantaran maka mereka akan menggunakan bahasa Jawa Ngoko.

Falsafah Jawa yang seperti inilah yang membuat mereka bisa ‘menguasai’ Indonesia sejak awal kemerdekaan. Bahkan, beberapa kerajaan-kerajaan besar dahulu banyak yang berasal dari Jawa, Majapahit contohnya.

Mungkin saja dengan kenyataan ini kita juga harus (menggunakan falsafah Jawa) ‘nompo’ dengan realita bahwa orang Jawa memiliki kemampuan lebih untuk menjadi pemimpin di Indonesia tanpa merendahkan suku-suku yang lain

Sumber gambar: @jokowi

Baca juga:

Presidential Threshold Makan Tuan, Partai Partai Mulai Pusing

Ganjar Manut PDIP Mawut?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini