Waktu Baca: 4 menit

Minggu ini menjadi minggu yang mengejutkan bagi seluruh stakeholder pemerintahan di Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, petinggi POLRI bintang dua menjadi tersangka pasal 340 alias pembunuhan berencana. Untuk diketahui, pasal 340 itu bukan perkara ringan. Pembunuhan berencana adalah salah satu kejahatan paling serius di Indonesia dan hukuman mati adalah ganjarannya. Seandainya bukan hukuman mati, minimal hukuman bisa mencapai 20 tahun penjara. Karena itulah, kasus ini mengundang atensi banyak pihak. Nah, tidak sedikit yang merasa bahwa proses hukum Ferdy Sambo ini adalah buah simalakama. Segala proses yang terjadi, akan berdampak pada reputasi POLRI dan pemerintahan. Apalagi posisi terakhir Ferdy Sambo adalah Kadiv Propam yang merupakan pengawas tingkah laku polisi. Itu baru bagi POLRI. Untuk politisi, kasus hukum ini membuat para politisi, terutama di DPR dan di Komisi III kelimpungan. Mereka menjadi salah tingkah. Tapi kenapa bisa kita melihat salah tingkah para politisi, Ada apa?

Balik Lagi Ke Buah Simalakama

Apapun proses yang terjadi pada kasus Ferdy Sambo ini, semuanya beresiko. Resiko yang paling utama di depan mata adalah reputasi POLRI. Ferdy Sambo diproses secara adil atau tidak, dua duanya sama merepotkan. Tengok saja posisi Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo. Keberaniannya untuk menetapkan status tersangka pada Ferdy Sambo memang luar biasa. Namun, badai yang menerpa lulusan POLRI angkatan  1991 juga tidak ringan.

Muncul kritikan kritikan kepadanya. Beberapa kritikan bunyinya seperti ini: Kenapa nggak dari kemarin menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka? Kenapa harus ada tekanan dulu? Jangan jangan penetapan tersangka Ferdy Sambo hanya drama dan saat persidangan vonisnya ringan.. dan seterusnya..

Tekanan sangat berat saat ini POLRI rasakan. Beberapa elemen masyarakat kadung antipati karena merasa ada pihak yang mencoba melindungi Ferdy Sambo sehingga baru sebulan setelah press release bermasalah itu muncul ke publik, ada titik terang kebenaran yang terjadi. Itupun muncul keraguan lagi karena pengacara bharada E yang ‘berhasil’ membuat Bharada E mengaku, Deolipa Yumara, malah kehilangan kontrak kerja secara sepihak tanpa penjelasan. Untuk diketahui, Deolipa Yumara adalah seorang pengacara negara. Ia ditunjuk menjadi pengacara Bharada E sebagai bentuk pertanggung jawaban negara kepada nasib hukum Bharada E. Tidak disangka, kerjanya bagus. Namun kok malah kontraknya diputus? Wajar kalau ada kecurigaan usaha melindungi pihak pihak tertentu.

Sia Sia Penetapan Tersangka Ferdy Sambo

proses hukum Ferdy Sambo

Kontroversi demi kontroversi terus terjadi. Penetapan tersangka Ferdy Sambo, meski dianggap berani dan tegas, belum akan meredakan kasus ini. Satu satunya yang bisa meredakan kasus ini mungkin ketika Ferdy Sambo divonis penjara seumur hidup atau hukuman mati. Hal ini akan menghilangkan beban sejarah POLRI.

Tapi tetap saja ada kemungkinan kasusnya tak jua mereda karena ini sudah menjadi bola liar. Kalau mau saya ambil kesimpulan, apapun yang dilakukan POLRI sekarang, semua beresiko dan reputasi POLRI terutama Kapolri berada dalam posisi yang terombang ambing.

 Politisi Bingung

Salah tingkah para politisi terkait kasus ini tidak mengherankan. Di satu sisi, terlalu ‘menyerang’ institusi POLRI tidaklah bijak. Bagaimanapun selama ini politisi bermitra dengan POLRI dan hubungan baik mereka adalah aset. Tentu terutama bagi Komisi III yang menjadi pengawas dan penyambung lidah rakyat bagi POLRI di tingkat legislatif.

salah tingkah politisi

Namun, jika politisi tidak tegas, maka kritik masyarakat juga akan deras mengalir. Bahkan kalau reaksi politisi mengambang, maka rakyat tidak segan menghajar. Contoh mudah adalah ketika Ketua MPR, Bambang Soesatyo, meminta masyarakat mempercayai POLRI ketika kisah Brigadir J versi pertama beredar. Bamsoet, sapaan akrabnya, dianggap tidak netral dan malah seolah ikut melindungi Ferdy Sambo. Setelah Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka, Bamsoet langsung memberi klarifikasi. Apalagi, dirinya dilaporkan oleh sebuah perkumpulan ke dewan kehormatan atas tindakannya membela POLRI.

Kalau mau jujur, tindakan Bamsoet ini sebenarnya tidak salah. Ia hanya bersikap netral. Namun apa boleh buat. Sensitivitas pada kasus ini terlanjur besar.

Setelah Ferdy Sambo Tersangka

Banyak politisi memilih diam. Hanya Presiden Jokowi yang berani bersuara untuk menuntut penyelesaian tuntas dari pihak POLRI. Bahkan Komisi III tercatat sangat sunyi. Komentar baru bermunculan ketika POLRI menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka. Tercatat ada beberapa politisi yang ‘bersuara’. Yang pertama adalah Puan Maharani selaku ketua DPR dan berikutnya perwakilan komisi III, I Wayan Sudiarta. Mereka meminta agar polisi memproses kasus ini seterang terangnya.

Untuk saat ini politisi tampak bisa mengambil langkah aman dan tepat di mata masyarakat.

Namun, siapa bilang ini akan mudah untuk politisi? Proses hukum Ferdy Sambo baru akan berjalan. Sudah kuat beredar isu bahwa Ferdy Sambo tidak akan membiarkan dirinya terseret sendirian. Beberapa kabar menyebut ia berencana membongkar beberapa bisnis gelap yang ada di bawah pengurusannya. Jika sudah begini, ada dugaan bahwa proses hukum Ferdy Sambo akan mengambil belokan tajam, plot twist dan menimbulkan kekejutan sekaligus kekecewaan masyarakat.

Waduh, bagaimana ini wakil rakyat?

Politisi Harus Mandiri!

Kasus Ferdy Sambo akhirnya mendorong para penghuni gedung Kura Kura untuk berpikir dan bertindak mandiri tanpa takut akan tekanan tak kasat mata. Kasus Ferdy Sambo ini bisa menaikkan reputasi dan juga menurunkan kredibilitas. Bahkan di sisi lain, bisa membahayakan keamanan para wakil rakyat. Karena itulah, jika politisi menjadi salah tingkah itu wajar wajar saja.

Bagaimana menurut pandangan saya?

Ya kembali lagi saja ke tugas awal anggota DPR: mengawal! Anggota DPR tidak dipilih untuk menggebuki pihak eksekutif atau menjadi selang emosi rakyat pada kejengkelan mereka ke berbagai institusi keamanan seperti POLRI misalnya. Tugas anggota DPR adalah dengan menjadi jembatan antara POLRI dan aspirasi masyarakat.

DPR harus mengawal POLRI dan proses hukum Ferdy Sambo agar selesai sesuai dengan rasa keadilan dan hukum pidana yang berlaku tanpa melihat bahwa Ferdy Sambo ini lulusan tercepat Akpol 1994 ataupun jendral bintang dua pertama di angkatannya dan seterusnya.

Politisi terutama yang ada di gedung Kura Kura harus bisa memberi pengertian pada POLRI bahwa saat ini kepercayaan masyarakat pada POLRI di titik nadir akibat ulah Ferdy Sambo. Satu satunya cara mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah dengan memastikan rasa keadilan masyarakat terpenuhi dan membuat masyarakat percaya bahwa kasus Ferdy Sambo adalah anomali bukan tradisi.

Jikapun DPR ‘agak keras’, sebaiknya tidak baper. Toh ini untuk kebaikan bersama.

Betul tidak?

Baca juga:
#Percumalaporpolisi Jangan Jadi Bahan Candaan, Tapi Merubahnya Sulit

 

Siapa Ikut Terseret Ferdy Sambo?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini