Jujur saja, buat saya, Jokowi akan jadi cawapres itu kayaknya ide yang terlalu absurd, ngadi ngadi. Bukannya saya yakin bahwa Presiden Jokowi tidak ingin memperpanjang masa kekuasaannya, bukan itu. Tapi buat saya, ide Jokowi akan jadi Cawapres itu memang sangat tidak masuk akal. Kenapa? Menjadi orang kedua di negara ini tidak enak.
Alasan sederhananya, orang kedua di negeri ini tidak begitu penting. Secara de facto, kita melihat berbagai nama wapres di Indonesia mulai dari Sultan HB IX, Mohammad Hatta, Adam Malik hingga Try Sutrisno.
Siapa di antara mereka yang punya kekuasaan sebegitu besarnya hingga bisa mengubah arah negeri ini? Baiklah, ada nama Jusuf Kalla sebagai salah satu contoh the strongest vice president in our history. Tapi ya sudah, JK langsung tersingkir di periode kedua SBY dan di periode pertama Jokowi juga sering kita dengar ketidaksepahaman mereka.
Baca juga : Sandi Uno Elektabilitas Rendah, Tapi Lebih Potensial Dari Ide Prabowo Presiden
Misalnya saja dalam kasus Ahok. JK sebagai ketua Dewan Masjid Indonesia toh tidak melakukan suatu tindakan ‘keras’ untuk menghentikan kampanye negatif di sana. Padahal dalam beberapa kesempatan, Jokowi menunjukkan dukungan pada Ahok. Belakangan, ketua umum PAN malah menyebut JK lah yang mendorong Anies Baswedan maju sebagai cagub Jakarta.
Desas desus juga, Jokowi menyingkirkan ‘orang orang JK’ seperti Sudirman Said dan Sofyan Djalil dari kabinetnya karena adanya perselisihan. Intinya, akhirnya orang nomor dua di Indonesia ini selalu kalah lah dengan orang nomor satunya. Ia tidak punya akses langsung dan perintah direct ke menteri dan sejenisnya. Kalau sudah begini, bisa kita katakan bahwa posisi wapres di Indonesia tidak enak dan kekuasaanya mudah goyah.
Ngapain Jokowi mau jadi wapres? Selain aneh, sosoknya juga akan jadi tokoh tanpa kekuatan. Tidak masuk akal! Makanya, saya pribadi tidak yakin Jokowi akan jadi cawapres Prabowo atau tokoh lain.
Memperpanjang Kekuasaan
Kalau tujuan Jokowi ingin memperpanjang kekuasaan. Maka ada banyak cara bagi Jokowi untuk memperpanjang kekuasaannya. Misalnya saja, melakukan amandemen UUD 1945. Bukan berarti saya ngajarin Jokowi untuk melanggengkan rezimnya. Tapi ayolah, mari kita bicara di tataran akademis tentang kemungkinan yang bisa diambil Jokowi.
Kemungkinan pertama, Jokowi bisa mendorong calon jagoannya, bisa itu Puan Maharani, Ganjar Pranowo ataupun Prabowo Subianto, untuk menciptakan posisi menteri utama. Ini sama halnya dengan permintaan Aburizal Bakrie pada Prabowo-Hatta. Menteri utama ini akan berlaku layaknya Perdana Menteri. Sistem ini dipakai di Singapura dan Turki meski kemudian di Turki dirubah untuk melanggengkan kekuasaan Recep Tayyib Erdogan.
Baca juga : Habis Suharso Monoarfa Singgung Amplop Kiai, Terbitlah Komentar Kocak UU Ruzhanul Ulum
Solusi kedua adalah mengubah pemaknaan UUD 1945. Jokowi masih muda. Ia masih bisa maju lima tahun lagi. Hal inilah yang mungkin bisa dimainkan. Jadi, Jokowi memang tidak bisa mencalonkan untuk tahun depan. Namun ia bisa mencalonkan diri lagi karena pencalonan ketiganya itu sah, tidak tiga periode berturut turut. Jadi yang dimainkan adalah kata ‘berturut turut’. Ini jugalah yang sempat Jusuf Kalla ajukan sebelum Pemilu 2019.
Solusi ketiga, ubah saja sekalian sistem presidensial di Indonesia menjadi parlementer. Dengan begitu penguasa adalah ketua umum partai. Misal sulit bagi Jokowi menjadi ketua umum PDIP, ia bisa memakai kendaraan lain. Di situ namanya masih baik. Ia bisa mengalahkan PDIP dan naik sebagai Perdana Menteri. Untuk Presiden misalnya, bisa diberikan ke Prabowo Subianto yang dikenal dekat dengan Jokowi.
Masuk akal bukan?
Pilihan Lebih Logis
Kalau saya ada banyak pilihan yang lebih logis untuk Jokowi. Misalnya saja pilihan itu adalah menjadi ketua umum partai atau King Maker. Menjadi ketua umum partai yang berada di jajaran tiga besar membuat Jokowi tetap memiliki pengaruh di negara ini.
Baca juga : Tak Ada Pertalite di Desa, BBM Bersubsidi Salah Sasaran itu Salah Siapa?
Lagipula, di bawah Jokowi ada darahnya yang bisa menggantikan dia yaitu Gibran Rakabumi yang memiliki elektabilitas potensial di Jawa Tengah. Belum menghitung ‘orang orang Jokowi’ seperti Sandi Uno, Ganjar Pranowo dan nama potensial lainnya. Jadi, Jokowi sebenarnya tidak perlu khawatir benar benar ‘selesai’ di 2024.
Toh ada satu hal yang harus disyukuri Jokowi, elektabilitas dan tingkat kepuasan pada Jokowi masih sangat baik. Ia masih bisa mengamankan dirinya untuk beberapa waktu ke depan.
Yang jelas opsi Jokowi akan jadi cawapres tidak masuk akal dan harus dibuang dari opsi untuk Jokowi.