Waktu Baca: 4 menit

Apakah iya kita bisa memberikan label durhaka pada anak yang kasar terhadap orang tua dan baik terhadap teman?

Baru-baru ini ada kejadian tragis di tempat saya. Ada seorang anak polisi yang kebetulan masih di bawah umur (15 tahun) kecelakaan saat mengendarai motor. Dia yang merupakan seorang perempuan mengendarai motor matic 150 cc dalam kecepatan tinggi. Naas, dia mengalami tabrakan dan akibat motornya yang melaju kencang dia terlempar dan meninggal dunia di tempat.

Banyak dari teman-teman dan tetangganya mengaku bahwa perempuan ini baik. Tapi anehnya, menurut mereka di depan orang tuanya sendiri, dia berlaku kasar. Bahkan dia enggan mendengarkan orang tuanya sampai “nendang pintu” di rumah.

Mungkin banyak yang mengatakan bahwa dia adalah anak yang kurang ajar, terlebih ayahnya adalah seorang polisi. Makin kurang ajar lagi dia malah terkesan baik dengan temannya, berbedah jauh dengan cap “anak kasar”nya terhadap orang tua.

Lalu apakah ketika hal ini terjadi—anak kasar terhadap orang tua namun lemah lembut terhadap teman—merupakan tanda-tanda anak sudah durhaka? Terutama jika mereka kasar saat di usia remaja.

Psikologi Anak Remaja

Anak remaja (biasanya berumur 11-19 tahun menurut WHO) memiliki kencederungan psikologi yang menurut saya—sebagai orang yang tergabung di keluarga FKIP—menarik.

Pada usia-usia ini seorang anak bakalan mencari siapa jati diri mereka sesungguhnya. Maka dari itu, biasanya mereka akan mencoba hal-hal baru dan biasanya memang sedikit memacu adrenalin. Contohnya saja ya kaya trek-trekan, klitih, tawuran dan lain-lain hahaha… Contohnya kaya remaja kota yang katanya kota pelajar ya.

Sebenarnya kalau kita mau memahami cara kerja otak mereka, kebiasaan mereka memang masih bisa “diwajarkan”. Otak bagian yang disebut sistem limbik mereka berkembang dahulu dibandingkan dengan lubus frontal.

Sistem limbik ini memiliki pengaruh terhadap emosi, motivasi sama perilaku. Sedangkan lubus adalah “orang bijaknya” sisi otak yang mengatur pengambilan resiko, perencanaan, konsekuensi, pemecahan masalah, empati dan lain-lain.

Karena perkembangan otak mulai dari bagian belakang ke depan (menuju arah dahi) sistem bilik bakalan jadi “orang ceroboh” yang dominan. Makanya, anak-anak cenderung menyukai hal-hal ekstrim termasuk ngebut-ngebutan di jalan.

Selain itu, akibat dari “orang bijak”-nya otak yang belum berkembang emosi anak bakalan cenderung meledak-ledak. Nggak jarang mereka bakalan membangkang orang tua bahkan mungkin saja dalam tahap ekstrim anak bakalan cenderung kasar sama orang tua. Sabar-sabar ya yang sekarang anaknya di usia remaja.

Tapi yaa…, meskipun terdengar menyebalkan atau realitanya menyebalkan, anak usia remaja memang punya kondisi psikologis yang mudah marah, membangkang, ceroboh dan lain-lain. Namun, bagaimana lagi, toh perkembangan otak manusia memang seperti ini adanya.

Baca juga: Faktor Penyebab Klitih Remaja

Lalu Kenapa Anak Bisa Sampai “Nendang Pintu”?

Dalam taraf ekstreme anak memang bisa menjadi pribadi yang kasar terhadap orang tuanya.

Tapi nih ya para ortu alias orang tua, anak yang suka “nendang pintu” di rumah bisa jadi bukan semata-mata karena masalah perkembangan otak mereka, bisa jadi malah karena kondisi rumah itu sendiri.

Di zamannya memberontak, para remaja ini perlu banget buat punya pendengar yang baik. Mau mereka punya opini ngawur atau nggak, mereka cuma butuh kuping dulu buat mau mendengarkan mereka entah itu cerita pertemanan mereka, cinta atau cita-citanya.

Hal ini yang ternyata nggak korban kecelakaan dapatkan. Dia di rumah cenderung sering mendapatkan “tekanan” dari orang tuanya. Alih-alih mendapatkan kuping, dia justru mendapatkan tekanan karena diminta buat ikut-ikutan jadi polisi. Duh jan Pakpol…

Bukan cuma dia saja, teman-teman saya yang punya kisah hidup dan cita-cita malah nggak mendapatkan telinga dari orang terdekatnya yaitu keluarga. Ada yang mau jadi musisi, eh dipaksa jadi guru. Ada yang mau jadi pelukis, eh dipaksa jadi PNS, dan lain sebagainya.

Alhasil mereka jadi pribadi yang luar biasa kasar di rumah. Mereka merasa “rumah” nggak menerima mereka. Mereka pun jadi asing dan akhirnya memberontak lebih parah.

Kalau menurut ilmu-ilmu perkembangan anak nih ya, padahal komunikasi dan telinga itu penting banget buat perkembangan remaja dan bisa meminimalisir kemungkinan mereka memberontak cukup jauh.

Jika selalu ribet-ribet memikirkan hal yang muluk-muluk kaya anak harus ikut aturan orang tua selalu menurut ilmu perkembangan malah bikin anak makin memberontak. Padahal, buat mengatasinya ya cuma dengarkan saja. Buat anak merasa bahwa mereka punya telinga di rumah daripada pintu yang ditendang.

Baca juga: Aneh Sampai Tua, Ketika Kecerdasan Intrapersonal 0 Besar

Anak Lebih Baik dengan Teman Mereka

Kasus anak lebih baik ke teman daripada ke keluarga sebenarnya sudah bukan kasus baru lagi. Di sekitar saya, banyak sekali teman-teman saya yang seperti ini. Apakah mereka durhaka?

Setelah melihat apa yang terjadi sama mereka, ternyata masih ada hubungannya dengan rumah yang bukan “rumah”.

Akibatnya, mereka akhirnya mereka mencari-cari rumah lain yang mereka anggap bisa menerima mereka jauh daripada rumah yang seharusnya jadi sebuah rumah. Mereka menemukan rumah di teman-teman sama circle mereka.

Kalau kata guru saya, manusia itu ibarat magnet yang terbalik. Jika magnet pada umumnya menarik kutub yang berbeda, maka manusia menarik kutub yang sama. Kalian pasti dalam pertemanan akan lebih akrab dengan yang “senasib” bukan?

Inilah yang bikin para remaja jauh lebih baik kepada temannya daripada kepada orang tuanya. Mereka akan bertemu orang yang jelas memiliki persentase yang tinggi untuk menerima kehadiran mereka dan jauh lebih punya telinga. Mereka sama, sama nasib, sama keinginan, sama hobby dan kesamaan lainnya.

Hal ini yang bikin anak-anak remaja jauh lebih nyetel di lingkungan pertemanannya daripada di keluarganya yang terkesan nggak mau menerima mereka.

Mereka akan melihat bahwa orang-orang ini berharga, istimewa dan akan sangat sedih kalau kehilangan gengnya (saya sudah sering mendapati kasus ini).

Makanya, demi tetap bisa memiliki rumah di luar rumah, mereka akan menjadi sosok yang baik di hadapan teman-teman mereka. Mau dibantu apa, sesama remaja akan siap sedia.

Namun, waktu di rumah, mereka akan seperti pulang ke neraka. Nggak ada telinga yang mau memahami mereka di rumah. Jadi, buat apa baik-baik di rumah kan?

Baca juga: Memprihatinkan! Banyak Remaja dan Dewasa Muda di Thailand Kecanduan Narkoba Jenis Rohypnol

Yaaa…, beginilah kehidupan remaja yang kurang kasih sayang dan didengarkan. Membentak ortu dan sayang kepada teman bukanlah tanda durhaka. Mereka cuma mencari rumah yang mau menerima mereka, setidaknya, mendengarkan mereka.

Ilustrasi foto oleh Nothing Ahead.

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini