Waktu Baca: 3 menit

Pada akhir tahun lalu, Hakim yang menangani kasus Ferdi Sambo dilaporkan pengacara ke Komisi Yudisial karena dianggap memiliki prasangka terhadap salah satu terdakwa yakni Kuat Ma’ruf yang menyebabkan sidang putusan, tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Pengacara Kuat Ma’ruf, berpendapat jika jika Hakim yang bertugas, Wahyu Iman Santoso, memiliki bias negatif terhadap Kuat dan sengaja memberatkan persidangan bagi kliennya, hingga memutuskan melaporkan hakim tersebut ke Komisi Yudisial.

Lalu, apa yang dimaksud sebagai “bias hakim” dalam kasus tersebut dan apa pula dampaknya bagi penyelenggara keadilan bagi kasus yang tengah dibicarakan tersebut? Lalu, apakah tindakan berbias itu bisa kita benarkan atau wajarkan?

Apa Itu Bias Hakim?

Dalam hal ini, bias ialah subjektivitas atau prasangka yang hakim tunjukkan, terhadap terdakwa, saksi, korban atau segala individu maupun kelompok yang berhubungan dengan persidangan. Bias atau subjektivitas hakim inilah yang banyak orang tuding sebagai penyebab hilangnya kebenaran nyata dari sebuah kasus dan menyamarkan keadilan.

Bias hakim ini sendiri sebelumnya pernah menjadi bahasan dalam sebuah diskusi hangat yang tayang di live Instagram bersama Bhakti Eko Nugroho, M. A. sebagai moderator yang kini bekerja sebagai Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik di Universitas Indonesia dengan Hasril Hertanto, S.H., M.H sebagai narasumber utamanya yang juga mengajar di universitas yang sama sebagai dosen di Fakultas Hukum.

Sebagai ahli yang mengamati berbagai kasus hukum di Indonesia, Hasril juga turut menyoroti kasus tersebut dan membahas tentang bias hakim tersebut. Dalam diskusi yang sudah terlaksana pada pukul 19.00 tanggal 21 Januari kemarin, Hasril mengungkapkan bahwa bias tersebut mungkin terjadi. Namun, tidak semua bias dapat kita kategorikan sebagai hal yang salah.

Baca juga: Ada Kudeta di POLRI? Kenapa Kasus Ferdy Sambo Semakin Liar?

Kenapa Bias Hakim Bisa Terjadi?

Bias Hakim sendiri bisa terjadi karena dalam persidangan, hakim memang memiliki kuasa untuk menyampaikan keraguan terhadap siapa saja yang terlibat dalam persidangan. Termasuk di dalamnya para ahli, korban dan terdakwa.

Sebagai hakim yang bertanggung jawab menguak kebenaran sebuah kasus, hakim memiliki banyak cara untuk menggali informasi dari terdakwa di persidangan. Salah satunya dengan menunjukkan keraguan, memberikan pertanyaan yang memaksa terdakwa untuk menjawab. Sehingga sedikit demi sedikit, kebenaran dari terdakwa akan terkuak sehingga hakim dapat memberikan putusan yang terbaik.

Cara hakim menunjukkan keraguan dan pertanyaan itulah yang sering orang-orang sebut sebagai Bias Hakim, yang seringkali menimbulkan perdebatan. Namun, dari milyaran kasus hukum yang terjadi, tentu Bias Hakim juga sering kali menjadi alat hakim untuk menyelewengkan kekuasaannya.

Contoh yang sering terjadi adalah pada kasus kekerasan seksual. Seringkali, hakim menunjukkan bias dengan menyudutkan korban. Korban yang sudah mengalami kekerasan seksual malah kerap kali mendapatkan tuduhan melakukan tindakan provokatif yang membuat terdakwa melakukan tindakan tersebut.

Korban sering mendapatkan tuduhan telah menggoda terdakwa dengan cara berpakaian yang salah. Bahkan pemberian dari Tuhan seperti bentuk tubuh yang tentu di luar kendali korban juga sering mendapatkan anggapan sebagai hal yang salah. Hal tersebut, merupakan tindakan kejahatan hakim lakukan, karena bagaimanapun juga, segala tindakan kriminal tidak bisa mendapatkan cap “benar” dengan alasan apapun.

Sebagai sesama manusia, hakim sejatinya memiliki peran yang sangat amat mulia. Hakim, bertugas untuk mencari keadilan. Ini artinya, hakim adalah wakil Tuhan untuk menyampaikan kasih sayang-Nya kepada sesama manusia. Meskipun, sebagai manusia biasa, tentu hakim juga pasti memiliki subjektivitas yang tidak bisa dihindari. Dengan demikian, apakah bias negatif tidak bisa dihindari? Tentu saja bisa.

Baca juga: Fans Fanatik, Nih? Hati-Hati Kena Bias Gender!

Menghindari Bias Hakim

Adanya bukti-bukti forensik bisa menjadi jawaban untuk menghindari bias hakim. Bukti forensik digunakan untuk membuktikan. Karena bagaimanapun tidak semua kejahatan bisa pihak-pihak yang berwenang ungkapkan dengan mudah. Dengan adanya kemajuan teknologi yang berkembang, memudahkan tim forensik untuk mengumpulkan bukti-bukti yang pihak berwenang dan pengadilan butuhkan dari tempat kejadian yang dapat membantu korban menemukan keadilan dalam persidangan.

Dari pernyataan-pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya bias hakim sebenarnya sangatlah samar. Hakim bisa memanfaatkan bias tersebut untuk hal-hal positif atau negatif bergantung dari kesadaran hakim itu sendiri.

Bias hakim, biasanya baru terlihat ketika hakim mengambil putusan. Apakah putusan yang hakim jatuhkan adil, lebih ringan atau lebih berat, itu semua bergantung pada bagaimana hakim menggunakan wewenangnya sejara bijak atau tidak.

Belajar dari kasus Ferdi Sambo, di mana hakim mendapatkan tudingan menggunakan biasnya untuk memojokkan terdakwa saat ini masih disanggah oleh Komisi Yudisial. Hakim Wahyu masih mendapatkan tugas sebagai pihak yang bertanggung jawab menjatuhkan putusan terbaik.  Sebagai masyarakat, kita bisa melihat perkembangan kasus ini.

Tentunya, kita semua juga berharap hakim dapat menggunakan wewenangnya dengan baik. Sebab jika tidak, kebenaran tidak akan terungkap dengan baik dan berdampak pada korban. Dalam hal ini, jika putusan yang salah dijatuhkan, korban akan mendapatkan labeling yang buruk dalam masyarakat.

Tidak hanya sanksi hukum, sanksi sosial yang tidak seharusnya didapatkan akan merusak kehidupan normal korban dan keluarga. Sebagai manusia yang harus memanusiakan manusia, tentu hal itu tidak boleh terjadi.

Baca juga: Gimana Sih Caranya Mengubah Kebiasaan?

Foto oleh Ekaterina Bolovtsova.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini