Waktu Baca: 9 menit

Gerbang gaib adalah sebuah gerbang penghubung antara dunia roh dengan dunia kita. Kabarnya, mereka yang berada di dimensi lain akan memasuki dunia kita, para manusia dengan melalui gerbang yang sedang terbuka ini.

Kita tidak bisa mengetahui di mana saja gerbang ini ada, kecuali jika kita memiliki kelebihan tertentu untuk mendeteksinya. Jika tidak, kamu bisa mengalami kengerian yang aku alami beberapa tahun lalu ketika aku tertidur di sebelah gerbang gaib saat berada di rumah nenekku.

Pulang ke Rumah Nenek

Gerbang hijau menyambutku di depan rumahku. Dia satu-satunya yang masih setia menunggku kehadiranku setiap malam sudah menjalankan tugasnya untuk memberikan waktu para insan pekerja untuk beristirahat.

Seperti biasa, aku tidak membuka gerbang rumahku dengan turun dari motor dan mendorongnya dengan tanganku sendiri. Aku terlalu malas melakukan itu seakan tenagaku hanya tersisa untuk bernafas saja. Membuka gerbang dengan mendorongnya dengan ban motorku sudah menjadi tradisi yang sejak dulu aku lakukan hingga sekarang.

Gerbang terbuka, aku memarkirkan motorku di sebelah pintu masuk rumah yang sudah tertutup. Tidak ada sambutan lagi. Sepertinya nenek sudah terlelap dan hanyut dalam mimpinya. Entah bermimpi menunggu aku mengubah kondisi ekonomi keluargaku atau sejenak melepas kangen dengan mendiang kakek yang hanya bisa ditemuinya dalam dunia mimpi.

“Pintunya nggak dikunci. Tumben,” kataku lirih saat ingin membuka pintu rumah.

Kreeekkk…. Suara pintu tua berwarna coklat ini memecah heningnya rumah nenek yang juga kutinggali ini karena jauh lebih dekat jaraknya dari tempatku bekerja dan berkuliah daripada rumahku bersama orang tua yang ada di sekitar pegunungan.

“Mbahh…,” ucapku untuk memastikan apakah nenek sudah tertidur atau sebenarnya masih bangun.

Selayaknya hari-hari biasanya saat aku pulang malam hari, tidak ada jawaban. Memang benar dia sedang menikmati indah dan harumnya bunga mimpi yang jauh berbeda bau-bau sampah serta jalan becek yang sering dia hadapi ketika berjualan di pasar. Semoga saja dia bermimpi indah.

Aku merebahkan diri di ruang tengah. Membiarkan punggungku yang seperti sudah jauh lebih tua daripada umurku untuk beristirahat. Sejenak dia seperti berkata padaku “momen inilah yang aku tunggu setiap harinya”. Jika saja aku bisa berbicara dengan punggung tuaku, aku akan membalas dengan berkata “Aku juga”.

Ruang tengah ini hening. Hanya ada kursi-kursi yang termangu menunggu untuk seseorang duduk di atasnya, sofa yang sudah kurebahi dengan cepat karena punggungku yang sudah ingin segera melepas lelah. Sebenarnya ada TV yang saling menatap denganku namun kubiarkan dia tertidur. Jika dia bangun, maka suara berisiknya bisa membangunkan nenekku yang sudah terlelap dan dengan cepat akan melempariku dengan sendal khusus untuk di dalam rumah yang sering dipakainya.

“Hahhh… Lagi-lagi masalah. Sebenarnya ini tim apaan sih, kok tiap hari kerjanya debat terus,” celotehku saat membuka pesan WhatsApp saat itu.

“Di mana?” tiba-tiba pesan muncul dari sahabatku, Andre yang sudah aku ketahui maksudnya jika sudah mengirimkan pesan seperti ini. Sama seperti anak muda pada umumnya, dia mengajakku nongkrong.

“Dah pulang e, Pak. Lha gimana?” balasku seakan-akan aku tidak mengetahui maksudnya.

“Tidur di ruang tengah lagi? Daripada tidur di situ, nanti ada kutu katul yang masuk lewat pintu warung malah repot. Mending ke Jogja lagi nongkrong. Besok kan gak ada jadwal kuliah sama bukan jadwalmu kerja kan?” bujuknya saat itu.

Meskipun lebih dekat daripada rumahku di pegunungan, wilayah tempat tinggal nenekku tetap saja memakan waktu 45 menitan untuk sampai ke Jogja. Pastinya, aku menolak ajakannya dan memilih me-reschedule nongkrong bareng yang dia ingin lakukan.

Di ruang tengah ini memang ada 2 pintu. Pintu pertama yang berada di sebelah TV adalah pintu untuk menuju ruang depan yang sekaligus ruang tamu di rumah nenek. Sementara itu, berseberangan dengan TV dan posisinya di belakangku, ada pintu masuk ke warung pakan ternak yang biasanya nenek gunakan buat berjualan.

Mataku mulai ingin untuk beristirahat. Mungkin dia sudah mulai iri dengan punggungku yang sudah beristirahat duluan. Awalnya aku ingin menolak permintaannya dan tetap terbangun, tapi apalah daya, sepertinya seluruh tubuhku menginginkan apa yang dia inginkan. Aku pun terlelap.

Gangguan Makhluk Astral

“DI SINI BUKAN TEMPATMU!” tiba-tiba ada suara yang keras dan berat membangunkanku.

Aku langsung duduk akibat terkejut dengan suara itu. Sejenak aku mengiranya sebagai sebuah mimpi semata. Kulihat jam di gawaiku. Menurut informasi yang dia berikan kepadaku, sekarang jam 1 dini hari. Aku dan seluruh badanku baru beristirahat 2 jam.

Ketika aku bersama kedua bola mataku memperhatikan gawai, aku sedikit merasakan ada yang berdiri di belakangku. Dia seperti menempel di tembok. Aku pikir hanya firasatku saja, tapi jelas, aku harus memastikannya.

Saat aku menoleh ke belakang. Betapa kagetnya aku ketika melihat pintu menuju warung sudah terbuka. Mungkinkah nenek bangun dan masuk ke warung di jam 1 dini hari? Suara hatiku menjelaskan bahwa itu adalah hal yang mustahil.

Kupikir-pikir, memang benar adanya. Buat apa nenek ke warung jam 1 dini hari? Biasanya dia bangun jam setengah 6 pagi. Anehnya lagi, jika benar nenek masuk ke warung, kenapa lampunya masih mati dan sangat gelap di sana. Aku yang masih berusia 20 tahun saja kesulitan ketika berada di warung dalam keadaan lampu mati, apalagi nenek yang pengelihatannya sudah berkurang.

Baru sebentar aku memalingkan pandanganku dari pintu warung itu dan kembali memeriksa gawai yang ada di meja depanku tiba-tiba terdengar bunyi pintu ditutup.

Kleek…

Aku kembali menoleh ke belakang dan memang benar, pintu warung tersebut sudah tertutup.

“Apakah harus aku cek ada apa?” tanyaku kepada diriku sendiri dan langsung dijawab dengan rasa takut yang luar biasa. Tapi tetap saja, rasa penasaranku tetap besar dan ingin mengecek pintu tersebut. Logikaku masih mencoba meyakinkanku bahwa pintu tadi terbuka dan tertutup akibat angin dan pintu yang tidak dikunci bahkan sekedar ditutup rapat saja pun masih belum.

Dengan tangan dan kaki yang menahan rasa takut dan gemetar akibat kejadian misterius yang masih coba dijelaskan oleh sahabat sejatiku, logika, aku meraih pintu itu dan mencoba membukanya.

Dakk… dakkk…. (suara pintu yang terkunci rapat yang masih coba untuk dibuka).

Pintu itu tidak bisa dibuka bahkan ternyata pintu itu sudah terkunci baik lewat kuncian konvensional yang biasanya ada di atas dan bawah pintu maupun lewat kunci yang sudah lazim kita gunakan sekarang ini.

“PINDAH!”, terdengar suara tadi kini ada di belakangku.

Aku dengan cepat melihat ke belakang. Kau tahu apa yang aku lihat? Aku hanya melihat TV yang masih terlelap seakan tidak ada gangguan dalam tidurnya. Tidak ada apa-apa selain kursi dan sofa yang kosong serta TV yang masih dalam keadaan beristirahat.

Merasa lelah namun juga malas berpindah tempat ke ruang depan atau ke kamarku yang cukup panas karena tidak ada jendela di situ akibat rumah yang didesain dengan cara yang salah akupun duduk terdiam di sofa.

Tapp.. Tapp.. Tappp… Tappp…

Aku mendengar suara langkah cepat di belakangku, tepat di depan pintu warung tempat semua kejadian aneh bermula.

“Apa lagi ini?” tanyaku dalam batinku setelah mendengar suara langkah cepat dan sepertinya tak hanya ada satu orang di sana.

Kembali, dengan mengumpulkan segala niat, aku mencoba menoleh ke belakang untuk memastikan apa yang ada di belakangku dan dari mana suara tersebut?

Isoh nonton aku yoo? (Bisa melihatku ya?)”, tanya seorang perempuan yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu warung saat aku melihat ke belakang. Dia tersenyum lebar hingga pinggir mulutnya melebar hingga berada di dekat telinganya. Matanya seakan mengikuti senyumannya yang mengerikan dengan wajah putih pucat.

Setelah melihat perempuan itu, aku langsung memalingkan pandanganku kembali ke depan. Tak sengaja aku melihat pantulan dari layar TV di depanku yang masih hitam. Di sana, aku tidak melihat apapun. Perempuan itu seakan menghilang begitu saja.

Aku menundukkan kepalaku. Aku khawatir ada hal aneh kembali terjadi. Untuk berpindah tempat, seluruh tubuhku merasakan hal yang sama. Hati, kaki, tangan, mata bahkan logikaku sudah ketakutan. Aku tidak bisa bergerak. Hanya bisa menundukkan kepala sembari berdoa dan berharap tidak ada kejadian aneh selanjutnya.

Tuhan menjawab doaku, namun dengan cara yang berlawanan. Di ekor mata kananku aku tiba-tiba seperti berkata kepadaku lewat visualnya.

“Ada yang berdiri di sebelah kanan kita,” seperti itulah yang ingin mataku beritahukan ke aku jika aku menggambarkan dengan kata-kata.

Aku menoleh ke sebelah kananku. Aku tidak tahu kenapa aku ingin menoleh ke kanan. Seluruh badanku sama ketakutannya denganku tapi mereka seakan sepemikiran denganku, sang empunya kendali untuk menoleh ke kanan dan mengecek apa yang ada di sebelah kananku.

Mataku terbelalak. Semua badanku terkejut. Rasa, logika, dan aku sendiri dengan kedua bola mataku melihat ada sesosok yang terbungkus kain kafan putih lusuh di ada di sebelahku. Dia sangat tinggi dengan mata yang seluruhnya hitam dan dengan kulit yang gosong seakan dia baru saja habis dibakar.

Pocong itu menatapku dengan mata hitamnya. Dia mengintimidasiku habis-habisan hanya dengan matanya yang sangat mengerikan. Aku hanya bisa terdiam. Badanku kaku seakan mereka menolak perintahku untuk segera lari dari ruang tengah ini.

Tenagaku hilang. Aku lemas. Sosok ini seakan menghabisi tenagaku dengan cepat. Tiba-tiba semua pandanganku hilang. Semuanya gelap. Aku tidak sadarkan diri.

Bertemu dengan Nenek

Aku pingsan. Ya, itu yang aku tahu setelah semuanya gelap.

Aku membuka mataku setelah aku kehilangan kesadaran dan merasakan bahwa seluruh kegelapan menyelimutiku dini hari itu.

“Tunggu,” batinku sesaat setelah membuka mata.

“Ini bukan di rumah,” pikirku saat mataku mendapati bahwa aku tidak terbangun di rumah melainkan seperti di sebuah hutan dengan kabut yang sangat tebal.

Ini aneh, aku sama sekali tidak mengenal tempat ini. Jika benar aku pingsan seharusnya aku sekarang terbangun di ruang tengah dan di atas sofa di mana aku pingsan. Tapi, kenapa sekarang aku seakan berada di hutan gelap dan berkabut ini?

Wis isoh mlebu rene juga, le? (Sudah bisa masuk ke sini juga, nak?)” sebuah pertanyaan dari belakang menghampiri telingaku. Suaranya seperti nenek-nenek. Namun, suara ini benar-benar tidak aku kenal. Aku merasakan ada dua manusia sedang berdiri di belakangku.

Lagi-lagi, seakan aku dipaksa menoleh, badanku seakan dikontrol oleh tenaga lain yang bukan dari kehendakku sebagai sang empunya badan ini.

Aku membalikkan badanku dan melihat ke belakang dan mataku disambut oleh dua sosok nenek kembar dengan baju kebaya dan jarik yang lusuh. Mata mereka hitam gelap seakan tidak ada apa-apa di dalam kelopak mata mereka yang terbuka.

Tiba-tiba tangan mereka berdua menunjuk ke arahku dengan jari-jari yang kurus dan keriput dan memiliki kuku panjang nan runcing yang mengerikan. Mulut mereka terbuka seakan ingin meneriakiku. Namun, bukan suara teriakan yang keluar dari mulut mereka melainkan cairan hitam pekat nan busuk yang mengalir dari sana.

Bukan hanya dari mulut mereka saja, cairan hitam pekat dan berbau busuk itu juga keluar dari masing-masing mata mereka. Cairan ini seakan terus mengalir tanpa henti.

Hawa kedua nenek ini jauh lebih mencekam daripada pocong yang sebelumnya dengan cairan hitam mereka yang masih terus keluar dengan derasnya.

Aku hanya bisa melihat mereka dengan rasa takut yang terus-terusan menyelimutiku. Mereka seakan siap menghabisiku dan melukaiku dengan kukunya yang panjang kemudian menenggelamkanku ke dalam cairan hitam yang masih terus mengalir deras.

Aku takut. Sangat takut. Aku tidak tahu harus berbuat apa bahkan aku tidak tahu aku sedang di mana dan siapa kedua nenek kembar ini. Tiba-tiba gelap kembali mendatangiku. Aku pingsan untuk kedua kalinya.

Cerita Ayah

Aku terbangun dengan terengah-engah. Kini aku bersama tubuhku terbangun di tempat yang seharusnya. Di ruang tengah dengan sofa tempatku pingsan, kursi yang masih kosong serta TV yang masih belum terbangun dari tidur panjangnya.

Rasa khawatir menodongku dengan banyak pertanyaan mengenai benar atau tidaknya bahwa aku sudah terbangun di dunia yang seharusnya dan apakah semua kejadian ini sudah berakhir ataukah masih berlanjut hingga aku merasa benar-benar tenggelam dalam rasa takut.

“Buk, nyuwun gogik’e sekilo (Buk, beli gogiknya satu kilo),” terdengar suara dari arah warung yang bersamaan dengan ingar-bingar pasar yang meyakinkan telingaku dan aku bahwa kini aku sudah benar-benar terbangun di dunia nyata.

Aku mengecek gawaiku untuk memastikan sudah jam berapa saat ini. Angka 07:14 menjadi pertanda bahwa kini hari sudah pagi dan dapat disimpulkan, malam yang mencekam itu sudah usai. Aku sudah melewati salah satu malam terburukku.

Teringat dengan rencanaku untuk pulang ke rumahku yang berada di wilayah pegunungan, aku pun mandi dan bersiap-siap untuk pulang ke rumahku. Satu hal yang ada di pikiranku saat itu, aku butuh penjelasan ayahku yang notabene cukup memahami hal-hal seperti ini.

***

Wis bali le? (Dah pulang, nak?)” suara ibuku menyambut kedatanganku di rumahku yang cukup sejuk ini.

Wis buk. Bapak neng di? (Sudah, bu. Bapak di mana ya?)” tanyaku.

Kwi neng mburi. Biasa udud-an karo ngurusi gaweanne. (Itu di belakang rumah. Biasa, ngerokok sama mengurusi pekerjaan)” jawab ibuku.

Setelah meletakkan tasku di kamarku, aku bergegas menemui ayahku yang ada di belakang rumah. Apa yang muncul dari mulut ayahku sebelum aku menyapanya membuatku terkejut.

Turumu ra penak kan? Salahe turu neng ruang tengah pas mau wengi. Hahaha… (Tidurmu nggak nyenyak kan? Salah sendiri tidur di ruang tengah tadi malam. Hahaha…)” canda ayahku yang menunjukkan dia sudah tahu apa yang terjadi meskipun aku belum bercerita.

Sewengi kenopo isoh ngono, Pak? Gangguanne parah banget. (Semalam kenapa kondisi rumah bisa seperti itu, Pak? Gangguannya parah sekali)” tanyaku kepada ayahku.

Ayahku pun menjelaskan sejarah rumah nenek dan keluarga itu seperti apa. Ternyata sejak dari leluhurku dahulu, keluargaku terkenal merupakan seorang yang memegang teguh ajaran Kejawen. Leluhurku, termasuk kakekku yang sudah meninggal sering berpuasa dan menjalankan kepercayaan mereka meskipun kakekku sudah memilih satu agama resmi di Indonesia yang dia percayai sampai akhir hayat.

Akibat seko simbah-simbah ndisik sok poso, berdoa, ro interaksi ro koyo ngono kuwi, akhir e ning omah ono gerbang gaib sek kebukak tergantung dinone. Kebetulan mau wengi jadwal e gerbang gaib kuwi kebukak. (Akibat dari simbah-simbah dahulu suka puasa, berdoa, dan berinteraksi dengan makhluk astral, akhirnya di rumah ada gerbang gaib yang akan terbuka di hari-hari tertentu. Kebetulan tadi malam adalah jadwal gerbang gaib itu terbuka)” jelas ayahku.

Ayahku pun juga memberikan cerita bahwa di rumah nenek ada 2 buah gerbang gaib yang memiliki jadwalnya masing-masing untuk terbuka. Pertama ada gerbang gaib yang terletak di kaca besar sebelah pintu masuk rumah. Gerbang gaib kedua ada di ruang tengah dan kebetulan tepat di sebelah kanan sofa tempatku tidur.

Hal yang bikin aku terkejut adalah ternyata ayahku pernah berurusan dengan gerbang gaib ini. Kasusnya sama sepertiku, dia sedang mengunjungi rumah nenek yang notabene adalah ibunya dan tidur di ruang tengah tepat di malam yang menjadi waktu gerbang gaib tersebut terbuka.

Ayahku memang sama sepertiku, diganggu oleh entitas yang muncul dari gerbang gaib itu. Namun bedanya denganku, ayahku bisa berkomunikasi dengan mereka dan bisa menemukan jalan tengah agar ayahku bisa tidur di situ dan tidak menganggu mereka.

Kae ki dho kaget. Pas jadwal’e gerbang gaib kebukak kok ono menungso ning kono. (Mereka itu kaget. Waktu jadwalnya gerbang gaib terbuka kenapa ada manusia di situ)” jelas ayahku.

“Tapi rapopo. Kuwi pengalaman nggo kowe nek awakdewe kuwi bukan satu-satune ning kene. Awakdewe juga harus menghormati mereka. (Tapi tidak masalah. Itu menjadi pengalaman buatmu agar kamu paham kalau manusia bukan satu-satunya yang ada di bumi. Kita juga harus menghormati entitas-entitas mereka)” tutup ayahku menjelaskan.

Terima kasih kepada:

Nothing Ahead, Plato Terentev, dan Vojtech Okenka di Pixabay.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini