Waktu Baca: 2 menit

Kemarin merupakan hari ulang tahun NU dan per hari ini telah kita mulai harlah 1 abad NU. Dalam rangkaian harlah 1 abad NU ini, banyak yang penasaran bagaimana prospek suara NU di 2024. Tentu saja jawabannya sudah cukup jelas: sulit untuk memegang suara NU. Maksudnya, Nahdatul Ulama memang secara politik tidak bisa kita dikte. NU sangat independen dalam politik. Bahkan di Indonesia ini tidak ada partai yang bisa mengaku sebagai pemilik suara NU. Tidak PPP, Tidak PBB dan juga tidak PKB. Karena itulah, bicara prospek 2024 berebut suara NU ini menjadi ‘sangat penting’. Lho katanya tidak bisa memegang suara NU. Ya, itu benar. Tapi ‘kan kita bisa memegang sebagian suara NU. Kalau bisa mendapat ceruk suara paling besar.

Pekerjaan rumahnya adalah faksi faksi di NU terbelah. Bahkan di faksi itu ada pendukung setia dari PKS. Menarik karena NU dan PKS selama ini terkesan berseberangan. Namun nyatanya ‘bocoran’ yang Pakbob.id terima, ada suara dari NU yang masuk PKS meski ya hanya di bawah 10 persen. Hal ini menunjukkan kebebasan berpendapat dan berpolitik yang ada di NU.

Di saat bersamaan, masyarakat NU juga tidak melulu harus memilih partai Islam. Banyak juga yang masuk PDIP misalnya. Karena itulah membentuk partai Islam dengan bertumpu pada suara NU secara keseluruhan itu tugas yang kelewat sulit.

Namun kini muncul strategi strategi terselubung dengan menyertakan paket warga NU sebagai calon presiden-wakil presiden. Strategi ini pernah dipakai Megawati ketika mengangkat Hasyim Muzadi sebagai cawapres. Hasilnya tidak menggembirakan karena Megawati tetap saja kalah. Namun hasil berbeda dinikmati Joko Widodo yang mengajak Ma’ruf Amin sebagai wakilnya.

Lalu bagaimana di 2024 nanti? Besar kemungkinan strategi strategi mengusung warga NU sebagai capres cawapres masih akan menjadi strategi untuk berebut suara NU. Harlah 1 abad NU ini akan digunakan sebagai proses audisi untuk memilih siapa capres dan cawapres dari kalangan warga NU ini.

Siapa Warga NU Yang Siap Menjadi Cawapres?

Setidaknya ada tiga nama yang layak dimajukan untuk menjadi mesin berebut suara NU.

Yenny Wahid adalah nama yang sudah sepaket dengan Ganjar Pranowo. Duet ini sangat kental dengan nuansa toleran dan nasionalis karena dua tokoh ini memang memiliki citra demikian. Namun Yenny sendiri belum terbukti mampu mengemban jabatan publik sehingga masih banyak pihak yang meragukan Yenny. Pun demikian, Yenny berpeluang membangkitkan nostalgia kepemimpinan Gus Dur yang mengubah banyak orang.

Khofifah Indar Parawansa adalah nama berikutnya yang kini dipasang pasangkan dengan Anies Baswedan. Banyak yang menganggap Khofifah adalah obat penawar bagi citra fundamentalis Anies Baswedan. Khofifah juga terbukti bisa mengemban jabatan publik baik sebagai menteri dan kepala daerah. Kelemahannya? Khofifah baru saja berurusan dengan KPK.

Yahya Choliq Staquf atau Gus Yahya juga dianggap profil politikus dan tokoh agama yang bisa menyatukan perbedaan. Ia adalah cawapres yang banyak dianggap potensial. Ia juga simbol NU sebenar benarnya karena dia ketua umum NU. Namun Gus Yahya menegaskan tidak boleh ada cawapres atas nama NU. Gus Yahya tampaknya lebih memilih menjadi tokoh netral agar tidak terjadi perpecahan di tubuh NU itu sendiri.

Bagaimana menurutmu? Adakah calon cawapres NU lainnya yang bisa menjadi andalan untuk berebut suara NU.

Baca juga:

Wajar Bila Sepak Bola Indonesia dan Politik Akan Terus Berdampingan

Ahmad Muzani Siap ‘Tendang’ Kader Gerindra Yang Tidak Dukung Prabowo

Sandiaga Uno Kampanye Dengan PPP? Rasanya Tidak

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini