Putra legenda Barcelona, Ronaldinho, akan segera bergabung dengan Barcelona. Melihat siapa ayahnya, tidak heran jika tuduhan akan adanya nepotisme menyeruak. Joao Mendes bahkan dianggap tidak cukup bagus untuk Cruizero di Liga Brazil. Namun, kini ia akan bermain di salah satu tim terbaik di dunia. Banyak yang melihat Joao Mendes gabung Barcelona karena ayahnya dan ada nepotisme akut di klub Catalan.
Benarkah? Terlalu dini untuk menilai karena meskipun usia 17 tahun adalah fase penting dalam perkembangan pesepakbola, banyak pemain bola yang merupakan late bloomer. Mereka baru menunjukkan kemampuannya di usia lanjut. Usia lanjut yang kita maksud tentunya lanjut untuk ukuran pemain bola ya.
Gabriel Martinelli misalnya bermain di Serie D Brazil sebelum bergabung dengan Arsenal. Ada yang menduga ia keponakannya Edu sehingga bisa mengamankan posisi di Arsenal. Tapi ternyata itu semua hanya gosip dari tetangga sebelah yang gak suka aja tetangganya lebih sukses dari dirinya. Kemudian kita bisa lihat sendiri bahwa kemampuan one on one Martinelli jelas di atas rata rata Premier League sekalipun.
Jadi, meski Joao Mendes ini belum terbukti, bukan berarti ia tidak bisa membuktikan diri. Ia layak mendapat kesempatan. Nah, masalahnya sekarang adalah, ia akan bermain di posisi ayahnya, ini yang menjadi masalah.
Aturan Dasar Anak Pesepak Bola
Meski ini bukan harga mati, tapi aturan dasar anak pesepak bola adalah sebaiknya menghindari posisi bermain yang sama dengan ayahnya yang sukses. Contoh nyata tentu saja adalah Rivaldinho dan Diego Maradona Jr. yang sering dibanding bandingkan dengan ayahnya karena memiliki posisi main yang sama. Lalu, mereka berdua gagal dan tidak bisa memenuhi harapan publik. Ada juga Enzo Zidane yang ternyata juga gagal karena posisi bermainnya sama dengan ayahnya.
Beda misalnya dengan Erling Halaand yang memilih posisi sebagai striker. Ia tidak khawatir berada di bawah bayang bayang ayahnya. Atau juga misalnya Giovanni Simeone yang tidak mau terpaku oleh kesuksesan Diego sang ayah. Memang dalam beberapa kasus anak bisa saja memilih posisi main yang sama dengan ayahnya. Sebut saja ada nama Paolo Maldini dan juga Frederico Chiesa. Namun mereka ini memang sangat bertalenta dan mentalnya luar biasa kuat.
Mereka harus rela disama samakan dengan ayahnya sampai mereka mendapat trofi yang membuktikan mereka ‘lebih’ dari orang tua mereka.
Lelahnya Bermain di Catalan
Main di Catalan itu tidak mudah. Joao Mendes gabung Barcelona itu bukan hadiah terbaik. Bisa jadi, ini adalah awal bencana. Kenapa? Karena Barcelona benar benar menginginkan tipe permainan bola tertentu yang membutuhkan disiplin tinggi dan kekompakan kuat. Kalau Joao Mendes tidak segera beradaptasi, bisa selesai dia.
Karena itulah, entah ia masuk ke Barcelona karena nepotisme akut atau tidak, ia harus segera beradaptasi agar jangan sampai karir sepakbolanya mandeg. Gabung Barcelona ini bagus dan Joao Mendes harus tahu harga dan apa yang harus ia lakukan.
Sanggupkah? Yang pasti, seandainya Joao Mendes gagal di Barcelona, ia tidak perlu berkecil hati. Banyak pemain besar yang mulai dari kegagalan kegagalan. Jordi Alba itu pernah merasakan dibuang Barcelona dan gabung tim Valencia. Namun ia bisa membuktikan diri dan bergabung lagi dengan Barcelona. Joao Mendes harus siap saja dan berusaha sebaik baiknya. Ia juga harus mulai mencetak gol. Suka tidak suka, ia adalah seorang striker dan ukuran termudah menilai kemampuan striker ya gol gol nya.
Kalau bapaknya saja bisa, Joao Mendes juga harusnya bisalah mengambil inspirasi. Semangat Joao!
Baca juga :
Marc Cucurella Si Spesialis Kiri Lapangan
Richarlison Gacor, Tapi Belum Memikat