Pertama kali membayangkan resepsi pernikahan yang selalu muncul di otak adalah mewah dan megah dengan makanan yang enak. Kalau pernikahan nggak sesuai dengan standar tersebut ya siap-siap aja hujatan bakalan datang dari sana sini.
“Nikah sekali seumur hidup aja kok resepsinya standar-standar”
“Padahal anak cewek terakhir, tapi kok resepsinya B aja ya”
Yaaa…, pokoknya banyak deh hujatan yang bakalan menghampiri para pengantin baru kalau resepsi pernikahan mereka nggak mewah dan terkesan biasanya aja. Penilaian ini seakan menunjukkan keluarga bahagia atau nggak itu dilihat dari pernikahannya saja.
Nikah Sampai Berhutang
Kita-kita kalau menikah pasti akan ada kekhawatiran mendapatkan hujatan kalau resepsinya nggak mewah atau seenggaknya memberikan kesan terhadap orang-orang yang datang di resepsi kita.
Kalau melihat postingan yang sempat viral beberapa waktu lalu, ada netizen yang ramai-ramai merundung akad nikah sebuah pasangan yang terkesan B aja. Para perempuan mengatakan kalau paling anti sama cowok kaya di postingan yang cuma bisa bawa ceweknya nikah di resepsi yang B aja. Netizen cowok pun alih-alih membela gendernya, tapi ikut-ikutan menghujat pasangan ini.
Lalu gimana kalau di dunia nyata? Ya sama aja, mas-mbak. Hujatan bakalan datang ke pasangan yang resepsi yang biasa aja.
Akhirnya yang rugi itu adalah pasangan yang ingin berbahagia. Bahkan beberapa orang di sekitar saya rela berhutang demi mengamankan nama mereka di mata masyarakat. Beberapa lainnya malah melihat nikah sebagai bisnis. Bukan bisnis yang untung malah lebih sering buntung.
“Hutang dulu deh, yang penting resepsi mewah, nanti kan ditutup sama uang sumbangan bisa jadi malah untung dari sumbangan”
Namun, nggak jarang gara-gara mindset yang menjadi bentukan akibat pandangan masyarakat, banyak pasangan yang justru terjebak hutang karena uang sumbangan nggak nutup.
Ada kerabat saya yang seperti ini. Dia merasa ketakutan kalau resepsinya terlihat kurang oke dan berharap ke uang sumbangan buat membayar hutang.
Hasilnya? Mereka menjadi pasangan yang harus gali lobang tutup lobang cuma gara-gara pernikahan mereka dan ketakutan akan mulut-mulut bringas para tetangga.
Tadinya nikah biar bahagia, tapi gara-gara faktor resepsi pernikahan harus mewah malah bikin pala pusing. Duh jan.
Baca juga: Jangan Menikah! Kalau…
3 Perut Terlantar
Tujuan pernikahan bukan cuma sekedar menyatukan dua cinta semata untuk banyak pasangan. Lahirnya si buah hati juga menjadi salah satu pelengkap pernikahan buat banyak pasangan di Indonesia.
Punya anak bukan cuma sekedar melahirkan dan memberi makan 3 kali sehari sesuai tradisi makan setiap manusia tapi juga soal keuangannya.
Saya ingan ucapan teman yang sangat membekas sampai sekarang,
“Uang resepsi mending jadi tabungan. Buat apa resepsi mewah tapi ngurus kehidupan sehari-hari sama anak jadi susah”. Sangat membekas buat saya sampai sekarang.
Omongan teman saya ada benarnya. Resepsi mewah memang sekali seumur hidup, tapi kebahagiaannya akan menguap begitu saja kalau nantinya si keluarga jadi susah makan karena uangnya habis demi menikah. Apalagi mereka yang sudah punya anak.
Toh, meskipun pernikahan biasa saja, yang membahagiakan bukan resepsinya, tapi bagaimana si keluarga bisa mengisi 3 perut yang ada. Perut ayah, ibu dan anak.
Kalau perut kosong, melihat resepsi pernikahan mewah yang dulu dilakukan nggak akan bikin bahagia. Hati makin tergerus kalau anak dan ibu nggak mendapatkan gizi sebagaimana mestinya.
Baca juga: Menikah Muda Menyenangkan? Yuk Pahami P.U.P Dulu!
Menikah Memang Soal Kebahagiaan Pasangan Saja
Suka nggak suka, kita-kita yang datang ke resepsi hanyalah pemeran figuran dalam waktu beberapa jam atau bahkan beberapa menit.
Kebahagiaan para tamu bukanlah kebahagiaan pasangan melainkan ego dari tamu yang ingin terus dibahagiakan bahkan ketika seharusnya orang lain yang bahagia. Ciri-ciri manusia sekali kan?
Pada akhirnya, memang seharusnya masyarakat datang sebagai orang yang ingin melihat pasangan bahagia, bukan malah mendikte kebahagiaan mereka.
Toh kalau nikah yang bahagia kan pasangan, baik itu dengan resepsi yang B aja atau nggak. Kita-kita mah yang datang cuma nonton mereka bahagia aja.
Kalau saja mereka nggak bahagia akibat mulut lenjeh kita sebagai masyarkat, kita juga nggak ikut tanggung jawab kan?
Menikah di Indonesia memang susah. Pengen membahagiakan diri dan pasangan, eh ternyata orang lain juga minta dibahagiakan hanya dengan datang dan masukin 50 ribu.
Duh!
Baca juga: Alasan Menikah Itu Seharusnya Tidak Ada
Ilustrasi Foto oleh Min An