Waktu Baca: 4 menit

Hukuman mati melanggar HAM nggak sih?

Vonis hukuman mati Ferdy Sambo membuat jagat maya kita ramai. Pada akhirnya drama pengadilan Sambo usai dengan vonis tersebut meskipun tidak menutup kemungkinan sang Irjen akan mengajukan banding.

Terlepas dari kasus yang menimpa Sambo cs., hukuman mati sudah bisa kita simpulkan sebagai sebuah cara untuk mengambil nyawa seseorang. Padahal, dalam undang-undang sendiri tertulis bahwa manusia punya hak buat hidup. Lebih lanjut lagi dalam undang-undang juga tertulis bahwa hak hidup tidak bisa diganggu atau dikurangi dalam keadaan apapun.

Lantas jika seperti ini, apakah berarti vonis hukuman mati yang Ferdy Sambo dapatkan merupakan pelanggaran HAM terlepas dari kasus pembunuhannya?

Masih Jadi Perdebatan

Sampai sekarang, hukuman mati masih menjadi hukuman terberat dan pastinya akan selamanya kaya gitu. Banyak yang menganggap hukuman mati sebagai salah satu pelanggaran HAM. Namun, di lain sisi banyak pula yang mengatakan bahwa hukuman ini adalah hukuman paling setimpal buat setiap pihak yang melakukan kejahatan kelas berat seperti pembunuhan atau menjadi gembong narkoba.

Banyak pihak bahkan pakar hukum sendiri yang menolak keberadaan hukuman mati. Contohnya adalah Abdul Fickar Hajar, seorang pakar hukum dari Universitas Trisakti.

Di padangannya, hukuman mati adalah hukuman yang tidak tepat. Menurutnya hukuman ini mendahului kehendak Tuhan yang aslinya adalah penentu hidup dan mati seseorang. Padahal, dalam pemikirannya, hukuman seumur hidup adalah hukuman paling adil, di mana hukuman tersebut sama saja dengan hukuman mati namun masih menghargai hak hidup seseorang.

Selain itu, Abdul Fickar Hajar juga mengatakan bahwa hukuman mati nggak akan memberikan efek jera dan justru bertentangan sama HAM.

Sementara itu I Wayan Titib Sulaksana, pakar hukum Universitas Airlangga memiliki pandangan yang berseberangan. Menurutnya, hukuman mati pantas dilakukan. Hal ini terlihat dari dukungannya terhadap ancaman hukuman mati terhadap para koruptor minyak goreng yang ramai tahun lalu.

Wayan memandang bahwa para koruptor adalah pengkhianat bangsa dan layak mendapatkan hukuman mati.

Baca juga: Di Mana Letak HAM Bagi Para Pengungsi?

Hukuman Mati dalam Aspek Sosiologi

Pada dunia sosiologi, ternyata hukuman mati nggak bisa diterjemahkan dengan sekedar hukuman pencabutan nyawa dari terdakwa gitu aja.

Dalam aspek sosiologi ini, hukuman mati tergantung pada budaya sebuah bangsa sejak zaman dulu. Ada bangsa yang memiliki budaya hukuman mati tersebut dan ada pula yang tidak.

Bangsa yang memiliki budaya hukuman mati sebelumnya jauh lebih mungkin untuk menerapkan hukuman mati hingga sekarang. Sementara itu, mereka yang nggak memiliki budaya ini cenderung untuk menolak atau setidaknya menyarukan hukuman mati tersebut.

Bentuk hukuman mati atau ada dan tidaknya hukuman mati berasal dari banyak aspek. Contohnya seperti ekonomi, kondisi politik, sosial, budaya bahkan dari faktor agama.

San Marino adalah negara yang pertama kali mengawali penolakan hukuman mati di dunia. Bagaimana kultur di sana? San Marino sangat mungkin untuk menjadi negara pertama yang melakukan penolakan ini dari kultur agama mereka yang kuat.

Selain itu, San Marino memanglah negara anti perang dan anti terhadap pembunuhnya. Buktinya ada di sejarah perang dunia terdahulu. San Marino selalu bersikap netral pada perang dunia baik itu pertama maupun kedua meskipun berada di dekat Italia.

Sementara itu negara yang menjadi pelaku hukuman mati terbanyak di dunia adalah Iran. Negara di Asia ini sangat mungkin melakukan hukuman mati semudah itu karena kultur mereka yang serba keras.

Selama bertahun-tahun mereka terhanyut dalam perang. Maka dari itu, budaya mengambil nyawa seseorang apalagi yang dicap sebagai pengkhianat sangat mungkin dilakukan.

Dari sini terlihat bahwa hukuman mati atau hukum-hukum lain bukanlah “hukum yang jatuh dari langit”, melainkan bentukan dari budaya, politik, ekonomi yang mempengaruhi sudut pandang masyarakat di sana.

Banyak pakar menilai penghapusan hukuman mati di Indonesia memang masih susah untuk terjadi. Alasannya, hukuman mati masih “membudaya” di masyarakat Indonesia sedari dulu.

Baca juga: Kasus Hukuman Makan Sampah dan Masih Efektifkah Konsep Hukuman?

Apakah Hukuman Mati Melanggar HAM? Jika Iya Apakah Harus Dihapuskan?

Meninjau dari ucapan para pakar hukum dan aspek sosial dari hukuman mati apakah kira-kira hukuman mati melanggar HAM?

Hal yang paling menarik dalam penolakan hukuman mati karena HAM bisa kita lihat dari keputusan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Di mata PBB hukuman mati memanglah hukuman yang mereka nilai sebagai hukuman yang melanggar HAM. Alasannya? Ya kalian bisa tau sendiri lah, karena mencabut nyawa seseorang.

Tapi nih ya, sampai sekarang ada satu hukum yang sulit untuk didebat meskipun berkaitan dengan nyawa seseorang. Hukum ini adalah hukum perang yang bahkan PBB tidak berani usik sampai sekarang padahal berpotensi melanggar HAM.

Hukum perang ini mengatur perang—ya sudah pasti ya, masa mengatur capres dari partai itu. Dalam hukum perang ini sah-sah saja kita membunuh seseorang asal orang tersebut bukanlah dari medis maupun masyarakat sipil.

Kalau misalnya kita membunuh tentara itu sah-sah saja. Mereka menganggap ini sebagai salah satu faktor untuk mempertahankan negara, meskipun yaaa…, ada nyawa yang melayang.

Dari sini terlihat bagaimana pencabutan nyawa seseorang itu subyektif sekali. Jikapun ada yang mencoba menghapus, termasuk hukuman mati itu sendiri, pasti akan menemui jalan yang terjal karena mengandung faktor “keamanan bersama”.

Begitu pula dengan hukuman mati. Hukuman ini, meskipun banyak yang menilai melanggar HAM, tetap saja akan selalu ada pembelaan untuk “keamanan bersama” dan memberikan sanksi yang setimpal.

Bagi mereka yang tidak berkaitan dengan perang atau urusan nyawa mungkin bisa jadi hukuman mati bisa akan mereka tolak. Tapi, penolakan ini akan berbenturan dengan mereka yang dekat dengan perang atau pernah melihat pembunuhan terhadap orang terdekatnya. Mana mungkin keluarga Brigadir J menolak hukuman mati terhadap Sambo?

Hukuman mati apakah melanggar HAM atau tidak adalah hal yang sangat kompleks. Jika sebuah masyarakat mindset-nya terbentuk bahwa nyawa harus dibayar nyawa biar adil sesuai tujuan hukum (memberikan keadilan) maka bisa jadi mereka harus melanggar HAM pelaku yang telah mencabut HAM korban.

Tapi, buat mereka yang tidak mengalami saling cabut nyawa, hukuman ini adalah sebuah pelanggaran.

Baik tidaknya hukuman mati bisa saya bilang tergantung bangsa mana yang memandang hukuman ini.

Menurutmu gimana?

Foto oleh Sang Hyun Cho.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini