Waktu Baca: 3 menit

Sebagai insan Jogja, kadang muncul rasa heran dengan cara warga ibukota terutama senimannya dalam memperlakukan Jogja. Gak salah sih. Mereka menganggap Jogja adalah kota yang romantis dan tiap sudutnya bisa mereka manfaatkan untuk membuat lagu atau film romantis. Padahal, untuk penghuni Jogja, Jogja itu ya asyk, tapi kok kayaknya ya bukan Paris juga? Karena itulah, romantisasi Jogja emang bikin heran para penghuni Jogja meski ya ndak pa pa. Paling ya, kalau saya sendiri, saya jadi overproud pas Jogja lagi mendapat sorotan di film film ibukota. Overproud sayapun nggak banget, cuma senang karena pernah satu lokasi dengan aktor artis yang main dalam film itu. He..he…

Oh ya, terakhir Jogja muncul lagi dalam Panduan Mempersiapkan Perpisahan. Sekali lagi Jogja dibikin begitu kali sebagai tempat yang romantis dimana musisi jalanannya pinter nyanyi semua. Padahal ya nggak juga. Beberapa ada yang jagonya main gitar dan kendang; yang jago nyanyi temennya. Jadi band deh mereka.

Oke, jadi saya berusaha menganalisa nih. Kenapa ya romantisasi Jogja bisa terjadi? Jawabannya adalah karena beberapa faktor. Ini faktornya menurut saya.

Bosen di Bandung dan Bali..

tari kecak

Ya, ada masanya semua kisah romantis berlangsung di Bandung dan Bali. Rupa rupanya, produser film dan penulis skenario mulai merasa bosan aja di Bandung dan Bali. Makanya mereka mengincar tempat baru. Kebetulan Jogja sudah lama tidak dieksplorasi, maka dari itulah trend romantisasi Jogjapun terjadi.

Akibat Kesuksesan AADC 2

Tidak bisa kita pungkiri kalau Ada Apa Dengan Cinta 2 berpengaruh besar pada keinginan orang untuk memanfaatkan Yogyakarta sebagai  background cerita. AADC 2 memang salah satu film yang memaksimalkan penggunaan Yogyakarta sebagai cara untuk membangun cerita dengan mengubah genre AADC dari drama remaja menjadi kisah romantis dewasa yang mengikuti Before Trilogy. Mungkin setelah itu banyak yang latah ingin memanfaatkan Jogja untuk melakukan proses romantisasi.

Banyak Kru Teknis

romantisasi Jogja Penghuni Heran

Jogja sebagai kota seni dan theater, memiliki banyak talenta yang bisa dimanfaatkan untuk membuat film. Tidak hanya itu saja, Jogja juga memiliki seniman seniman theater yang bisa dimanfaatkan sebagai karakter pendukung. Bahkan sutradara Hanung Bramantyo sampai membuat studio sendiri di Indonesia yang ia beri nama sebagai Studio Gamplong. Karena banyak kru teknis, membuat film di Jogja menjadi jauh lebih murah daripada mengajak kru kru untuk membuat film jauh jauh misalnya.

Banyak Sutradara Jebolan Jogja
Penyalin Cahaya
salah satu potongan film karya orang Jogja juga

Sebagai orang biasa, saya mungkin nggak jago untuk melihat dimana asyknya kota Jogja. Namun karena banyak sutradara top berasal dari Jogja, mungkin dari situlah mereka menemukan jalan untuk melihat Jogja sebagai sebuah produk romantis dan dari situ juga mereka menemukan jalan untuk romantisasi Jogja. Entahlah.

Nah, itulah kira kira alasan mengapa Jogja mendapat treatment romantisasi berlebihan yang kadang bikin heran penghuni di dalamnya. Gak salah sih. sumpah. heran aja.

Gambar Oleh: Farhan Abbas

Baca juga :

Peluncuran Epigram 60: Fenomena Romantisasi Jogja dan UMR-nya yang Rendah

Promo Nekad Jogja Bay Jadi Bukti Lelahnya Kita?

Jalan Berlubang di Jogja, Sungguh Istimewa!

Pengalaman Nobar BTS Bareng ARMY Jogja

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini