Tanah itu milik negara. Undang Undangnya ada yaitu Pasal 33 UUD 1945. Artinya, selama apapun kita tinggal di suatu tanah, kalau negara mau ambil ya tanah kita harus mau kita hibahkan beserta dengan tanda terima kasih negara. Banyak yang menanyakan soal HAM terkait Tanah Merah yang menjadi lokasi korban ledakan DEPO Pertamina Plumpang. Menurut penduduk, HAM mereka dilanggar karena tanah itu sudah mereka tempati bertahun tahun dan kini mereka dipaksa ‘pindah’. Menurut hemat saya, kalau membicarakan HAM ngalor ngidul di Tanah Merah, maka tidak akan ada selesainya kebijakan di negara ini.
Peruntukkan tanah sudah mendapat pengaturan di UU no. 5 tahun 1960 aka UU Agraria. Artinya masyarakat meski merasa memiliki tanah tidak bisa serta merta melawan saja ketika mereka harus pindah. Hal yang sama terjadi pada kasus Tanah Merah. Ketika mereka memang harus pindah karena alasanĀ Buffer ZoneĀ DEPO Pertamina Plumpang, mereka memang seharusnya pindah demi alasan keamanan dan kepentingan rakyat yang jauh lebih besar. Bagaimana jadinya jika setiap daerah menolak DEPO Pertamina, apa tidak kacau sistem distribusi bahan bakar di Indonesia?
Karena itulah, jika benar Gubernur DKI Jakarta waktu itu, Anies Baswedan, sebenarnya mengetahui kondisi ini dan tetap memberikan IMB sementara kawasan itu, maka ini masalah yang serius. Sama saja pemerintah daerah menempatkan masyarakat dalam bahaya dan mengorbankan kepentingan nasional untuk kepentingan politik semata. Melanggar hukum mungkin tidak, tapi jelas tidak etis.
HAM Ngalor Ngidul dan Kenyataan Pemerintahan
Undang Undang itu adalah hukum positif, sementara HAM meski ada hukumnya itu tidak membolehkan juga orang bertempat tinggal suka suka tanpa memperhatikan kepentingan negara secara menyeluruh. Depo Plumpang yang sudah ada sejak tahun 1970 adalah kebutuhan bersama. Perlu juga kita telusuri apakah warga Tanah Merah ini benar benar punya hak milikkah yang sah dan legal untuk tinggal di situ. Logikanya, masa negara membahayakan nasib dari warganya dengan membolehkan mereka tinggal di daerah Buffer Zone?
Harus kita kembalikan lagi pada logika bahwa tanah itu milik negara dan perlu sekali untuk penggunaannya bagi kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir orang saja. Pada kenyataannya, banyak juga yang tidak bisa memilih tinggal di tempat favorit mereka. Jadi jangan hanya karena alasan sudah ‘terlanjur’ nyaman lalu orang bisa bersikap seenaknya. Bisa runyam urusan negara.
Sekarang Presiden Jokowi berbaik hati meminta agar urusan warga Tanah Merah ini bisa selesai dalam dua hari. Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, dan Menteri BUMN, Erik Thohir menjadi garda terdepan. Tentu ya doa kita adalah usaha yang terbaik saja dan semoga ego HAM ngalor ngidul jangan dipakai dulu dalam urusan di Tanah Merah ini.
Baca juga :
Menikmati Lantunan Deburan Ombak Pantai Depok
Cara Hidup Bule Yang Menurut Saya Layak Kita Tiru
No Offence, But Here is My List of Indonesia’s Most Nationally Controversial Celebrities
Anies Baswedan Menang Pemilihan Presiden Bergantung Pada Puan Maharani